KemenPPPA Minta Usut Tuntas Kasus Pemerkosaan ABG di Sulteng oleh 11 Orang

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam keras kasus dugaan pemerkosaan anak berusia 15 tahun di Sulawesi Tengah yang dilakukan oleh 11 orang.

oleh Nila Chrisna YulikaLizsa Egeham diperbarui 31 Mei 2023, 13:36 WIB
Diterbitkan 31 Mei 2023, 12:20 WIB
Ilustrasi pemerkosaan di Banyuwangi (Istimewa)
Ilustrasi pemerkosaan (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam keras kasus dugaan pemerkosaan anak berusia 15 tahun di Sulawesi Tengah yang dilakukan oleh 11 orang. Adapun para pelaku adalah orang-orang yang seharusnya melindungi korban, yaitu polisi, guru, bahkan perangkat desa.

KemenPPPA pun meminta aparat penegak hukum mengusut tuntas kasus tersebut hingga para pelaku pemerkosaan mendapat hukuman yang setimpal.

"Kami dari jajaran KemenPPPA mengecam keras kasus pemerkosaan anak berusia 15 tahun yang diduga dilakukan oleh 11 orang dewasa di Sulawesi Tengah," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar dikutip dari siaran persnya, Rabu (31/5/2023).

"Kami mendorong aparat penegak hukum setempat untuk mengusut kasus hingga tuntas agar para pelaku dapat dihukum sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku," sambungnya.

Dia mengatakan dengan memberikan hukuman bagi para pelaku, negara membuktikan komitmen untuk memutus mata rantai kekerasan seksual dan memberikan efek jera bagi pelaku.

Nahar mendorong aparat penegak hukum dan pemerintah daerah yang mengampu urusan perlindungan anak dan perempuan untuk menggunakan perspektif korban dalam menangani kasus, dan dalam memberikan pendampingan pada korban.

"Hal itu diperlukan untuk menghindari korban mengalami kekerasan kembali atau mengalami trauma yang berulang," ujarnya.

Nahar menyampaikan pihaknya telah berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Sulawesi Tengah melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Sulawesi Tengah.

Hal ini guna memastikan korban mendapatkan perlindungan, pendampingan hukum, dan penanganan kesehatan sesuai dengan kebutuhan.

Dari hasil koordinasi, Nahar menuturkan korban telah mendapatkan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan kondisi fisik pasca kekerasan seksual terjadi. Berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan, diketahui bahwa korban mengalami gangguan reproduksi sehingga perlu mendapatkan penanganan medis lebih lanjut.

"Sedangkan untuk pemeriksaan psikologis belum dapat dilaksanakan karena korban masih dalam perawatan intensif di rumah sakit," tutur Nahar.

Dia memastikan KemenPPPA melalui Tim Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) akan terus berkoordinasi dengan UPTD PPA Provinsi Sulawesi Tengah untuk mengawal pendampingan dan pemulihan kesehatan korban, baik kesehatan fisik maupun psikisnya.

"Kami juga akan terus mengawal proses hukum kasus ini agar korban benar-benar mendapatkan keadilan dan dapat melanjutkan kehidupannya tanpa rasa takut," jelas Nahar.

UPTD PPA Provinsi Sulawesi Tengah bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Parigi Moutong telah berkoordinasi dalam mengawal proses hukum yang kini tengah ditangani Polres Parigi Moutong.

Pelaku Perkosaan Terhadap ABG Terancam Hukuman Seumur Hidup Atau Mati

Sebagai informasi, saat ini Polres Parigi Moutong telah menetapkan 10 tersangka dari 11 terduga pelaku kasus pemerkosaan terhadap korban, dan 5 diantaranya sudah ditahan.

Atas perbuatan yang dilakukan, para pelaku dapat dikenai pidana mati atau seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun.

Selain dikenakan sanksi pidana, para pelaku juga dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas atau tindakan kebiri kimia atau pemasangan alat pendeteksi elektronik, mengingat pemerkosaan dilakukan lebih dari satu orang dan mengakibatkan korban mengalami gangguan atau hilangnya fungsi reproduksi, serta pelaku merupakan guru dan kepala desa yang seharusnya memberikan perlindungan terhadap anak.

Jika perbuatan pelaku memenuhi unsur pasal 76 D UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, maka pelaku terancam hukuman pidana sebagaimana ditegaskan dalam pasal 81 UU No. 17 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Berdasarkan Pasal 30 UU No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, korban kekerasan seksual juga berhak mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan.

Adapun restitusi sebagaimana dimaksud berupa ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana kekerasan seksual, penggantian biaya perawatan medis dan/ atau psikologis, dan ganti kerugian atas kerugian lain yang diderita Korban sebagai akibat Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya