Hasto Kristiyanto: PDIP Taat Konstitusi, Hormati Putusan MK soal Sistem Pemilu

Mahkamah Konstitusi telah resmi menolak sistem pemilu proporsional tertutup untuk Pemilu 2024. Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyatakan pihaknya menghormati keputusan MK tersebut.

oleh Putu Merta Surya PutraDelvira Hutabarat diperbarui 15 Jun 2023, 17:40 WIB
Diterbitkan 15 Jun 2023, 17:40 WIB
Jokowi Hadiri Rakernas PDIP
“Kepada teman-teman media mohon maaf acara Rakernas III bersifat tertutup. Rakernas akan membahas hal-hal strategis terkait Pemenangan Pemilu. Presiden Jokowi, Ibu Megawati Soekarnoputri dan Capres Ganjar Pranowk bersama-sama hadir dalam Rakernas. Juga Mas Prananda dan Mbak Puan Maharani yang mendapat mandat khusus dari Ketua Umum terkait pemenangan Pemilu,” kata Hasto, Selasa (6/6/2023). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Konstitusi telah resmi menolak sistem pemilu proporsional tertutup untuk Pemilu 2024. Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyatakan pihaknya menghormati keputusan MK tersebut.

"Pertama kami menghormati keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK). Sejak awal PDIP percaya sikap kenegarawanan hakim MK mengambil keputusan terbaik, melihat seluruh dokumen otentik terkait amandemen UUD 1945 yang tadi jadi konsiderat MK mengambil keputusan," kata dia dalam konferensi pers daring, Kamis (15/6/2/2023).

Meski demikian, PDIP masih menilai sistem proporsional tertutup adalah sistem yang lebih baik. Hasto memastikan partainya tegak tegas lurus menaati keputusan MK.

"Dalam pandangan PDIP tentu untuk menghasilkan anggota dewan berkualifikasi dalam membawa Indonesia yang mengalami kemajuan dalam seluruh aspek, anggota dewan harus disiapkan sebaik-baiknya dan itu melalui sistem proporsional tertutup. Namun mengingat PDIP taat terhadap konstitusi maka keputusan MK dengan penuh sikap kenegarawanan diterima oleh PDIP," kata dia.

Selain itu, PDIP perlu melakukan kajian terlebih dahulu soal sistem pemilu sebelum menempuh upaya di legislatif merevisi UU Pemilu berkaitan sistem pesta demokrasi.

"Kami akan melakukan dialog yang pertama ialah melakukan kajian-kajian terlebih dahulu. Bagaimana praktik antara Pemilu proporsional terbuka dan tertutup tersebut. Kita akan lihat bagaimana terjadinya kecenderungan migrasi para pengusaha yang memang memiliki daya laverage untuk masuk dan memenangkan Pemilu untuk menjadi calon-calon anggota legislatif karena memang mereka memiliki kapasitas ditinjau dari sumber daya di dalam memobilisasi pemilih," jelas Hasto.

Dia mengatakan kajian yang diperoleh itu nantinya bakal dijadikan semacam penggalangan opini terhadap sistem terbaik yang perlu ditetapkan di Indonesia.

"Kajian-kajian ini akan kami lakukan terlebih dahulu, penggalangan opini untuk mendapatkan dukungan dari para pakar yang melihat secara jernih bangsa dan negara," jelas Hasto.

"Sistem apa yang sebenarnya sangat cocok untuk di Indonesia, karena kalau dari pertimbangan hakim MK, kami bisa menyadari kedua sistem tersebut masing-masing mengandung plus dan minusnya, tetapi bagaimana kita memperkuat hal-hal yang positif dan di sisi lain memperkuat, memperlemah hal-hal yang negatif. Itu nantinya akan dilakukan oleh PDIP sebelum mengambil keputusan terkait dengan bidang Pemilu," sambungnya.

 

Tetap Perlu Ada Evaluasi

Selain kajian, kata Hasto, PDIP lebih dahulu melihat evaluasi pelaksanaan proporsional terbuka pada Pemilu 2024. Terutama, demi melihat hasil dari sistem itu untuk menghasilkan anggota legislatif yang berkualitas.

"Harus ada ke depan kajian objektif terlebih dahulu apakah betul di dalam sistem pemilu proporsional terbuka itu menghasilkan caleg dengan kapasitas leadership yang jauh lebih hebat dari sistem proporsional tertutup. Bagaimana dengan kedisiplinan di anggota dewan, bagaimana dengan kemampuan legislatif di dalam mendorong suatu agenda kemajuan melalui politik legislasi, politik anggaran, dan politik pengawasan," ujar pria kelahiran Yogyakarta itu.

Terlebih lagi, Hasto mengungkapkan kekhawatiran dari pelaksanaan pemilu yang menggunakan proporsional terbuka dengan kuatnya modal dari sistem tersebut.

"Kami sangat mengkhawatirkan apa yang terjadi di Eropa Barat, di Amerika Serikat dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Tiongkok, dan beberapa negara yang mengadapsi sistem proporsional secara kombinasi seperti Jerman, untuk melakukan studi komparatif terlebih dahulu, karena di dalam proses penempatan jabatan-jabatan legislatif diperlukan sumber kapital yang sangat besar agar seseorang terpilih, maka ini juga bisa membawa implikasi berupa penyalahgunaan kekuasaan itu," ujar dia.

Terlepas dari revisi UU Pemilu, Hasto justru menyoroti perlunya perubahan UU Partai Politik soal organisasi politik itu bisa memperoleh insentif dari pemerintah.

"Hal yang sangat penting ialah perubahan UU Parpol, karena parpol harus mendapatkan suatu insentif dari pemerintahan negara, ketika partai berhasil melakukan kelembagaan partai," ujarnya.

"Kebetulan saat ini saya baru disertasi doktoral di UI, saya mengambil judul 'kepemimpinan strategis, ideologi, dan pelembagaan partai serta relevansinya terhadap ketahanan partai'. Kami akan melihat aspek-aspek pelembagaan, bagaimana ideologi mempengaruhi kepemimpinan strategis di dalam membangun pelembagaan partai," katanya.

Hasto sendiri beranggapan sistem pemilu terbaik di Indonesia harus khas milik tanah air yang tidak sekadar berbicara soal kemenangan, melainkan bisa membahas tentang tanggung jawab sosial.

"Apakah fungsi ideal parpol dijalankan dengan sebaik-baiknya. Saya sendiri baru mengambil penelitian hal tersebut sehingga nantinya juga akan membuktikan sistem pemilu yang paling cocok dengan kondisi Indonesia yang sejak awal telah mengukuhkan dirinya memiliki demokrasi yang khas Indonesia, demokrasi yang tidak hanya berbicara politik demokrasi asal menang, asal terpilih, tetapi mengandung tanggung jawab sosial. Ada suatu ekonomik demokrasi yang berorientasi pada keadilan sosial," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya