Liputan6.com, Jakarta - Adanya dugaan teror karangan bunga yang diterima insan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi perhatian. Hal ini terjadi pasca peristiwa operasi tangkap tangan (OTT) terhadap perwira aktif militer yang bertugas di instansi Basarnas, Marsekal Madya (Marsdya) Henri Alfiandi (HA) dan Letkol Administrasi Afri Budi Cahyanto (ABC).
Menanggapi hal itu, Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan segenap insan KPK memiliki cara khusus bila memang ada yang merasa terancam yakni menggunakan panic button.
"Kita sampaikan ke semua insan KPK dan di internal kita punya sistem bgmn mengaplikasikan panic button dan pada prinsipnya dimaana pun pegawai kpk telah dilengkapi dengan sistem keamanan," ujar Firli saat jumpa pers di Mabes TNI Jakarta, Senin (31/7/2023).
Advertisement
Firli menambahkan, keamanan dan keselamatan adalah hal yang paling utama saat insan KPK bertugas di lapangan. Dia memastikan, dengan sistem keamanan yang sudah disiapkan kepada masing-masing pegawai maka KPK tidak pernah takut dengan resiko pekerjaan yang ada.
"Jadi apapun resikonya apapun kami hadapi kita tidak pernah takut," tegas Firli.
Koordinasi
Selain itu, lanjut Firli, KPK terus berkoordinasi dengan Polri dan TNI soal pengamanan. Khususnya saat bertugas di lapangan.
Dia mencontohkan saat hendak mengamankan Gubernur Papua Lukas Enembe yang dijaga sekelompok orang. Saat itu KPK mencari cara dengan berkoordinasi dengan TNI dan Polri agar tidak terjadi bentrok dan membuat aman seluruh personel bertugas.
"Kita kerjasama dengan Polri dan TNI, saya selalu berkomunikasi dengan Panglima TNI dan Kapolri dan setiap tugas KPK selalu teman-teman membantu. Terakhir bagaimana kita bisa melakukan penangkapan LE gubernur Papua itu juga karena ada kerjasama dengan Polri, BIN TNI jadi kami terus kerjasama," Firli menandasi.
Advertisement