HEADLINE: Teror Kabel Semrawut di Jakarta Menelan Korban, Tanggung Jawab Siapa?

Kabel semrawut di Jakarta memakan korban.

oleh Jonathan Pandapotan PurbaNanda Perdana PutraAdy AnugrahadiWinda Nelfira diperbarui 05 Agu 2023, 00:00 WIB
Diterbitkan 05 Agu 2023, 00:00 WIB
Banner Infografis Kabel Semrawut dan Melintang di Jakarta Menelan Korban. (Liputan6.com/Abdillah)
Banner Infografis Kabel Semrawut dan Melintang di Jakarta Menelan Korban. (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta - Kabel semrawut di Jakarta memakan korban. Adalah seorang pengemudi ojek online (ojol) bernama Vadim (38) yang harus meregang nyawa. Peristiwa itu terjadi di Jalan Brigjen Katamso, Palmerah, Jakarta Barat (Jakbar) pada Sabtu 29 Juli 2023.

Sebelumnya, seorang mahasiswa bernama Sultan Rif'at Alfatih (20) juga terjerat kabel fiber optik di Jalan Pangeran Antasari, Jakarta Selatan pada 5 Januari 2023.

Akibat kejadian itu, tulang muda di tenggorokan Sultan putus sehingga merusak saluran makan dan pernapasannya. Tujuh bulan berselang, tenggorokannya belum juga pulih dan belum bisa bicara.

Sultan hanya bisa makan dan minum melalui selang NGT silikon yang dimasukkan melalui hidungnya.

Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, mengatakan, pihak yang harus bertanggung jawab atas insiden ini adalah pemilik kabel optik dan Pemprov DKI Jakarta.

Ia percaya ada kelalaian dari Pemprov DKI dalam melakukan pengawasan, pengecekan, evakuasi, termasuk juga hal-hal yang sifatnya perawatan dan pemeliharaan.

"Masyarakatnya bisa melakukan gugatan. Itu yang bersangkutan (korban) bisa lapor polisi, gugat dulu. Agak susah juga memang, tapi masyarakatnya bisa melakukan class action (gugatan perwakilan kelompok)," kata Trubus kepada Liputan6.com, Jumat (4/8/2023).

Ia menilai program Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) di DKI belum maksimal. Terutama di daerah Jakarta Selatan dan Timur.

"Artinya publik masih melihat banyak sekali kabel-kabel yang masih bergelantungan, tidak terawat, tidak teratur. Jadi, programnya kayak jalan di tempat, tidak berjalan optimal."

Trubus mengatakan, Pemprov juga harus beri sanksi tegas kepada perusahaan operator atau jaringan. Bisa dengan mencabut izin atau bahkan laporkan secara pidana.

"Jadi Pemprov yang melaporkan, karena Pemprov sebagai pihak pemberi kerja."

Ia mengatakan, idealnya Kota Metropolitan seperti Jakarta sudah menggunakan kabel bawah tanah. Ini penting agar tak ada lagi insiden yang membahayakan masyarakat di jalan raya.

"Dibuat gorong-gorong, kemudian dipasanglah kabel itu. Gorong-gorong itu, sebenarnya untuk air, jadi mengurangi banjir sama kabel itu."

"Kalau mau kabel terpisah sendiri juga tidak apa-apa. Jadi kabel terpisah sendiri, jadi enggak ada lagi bergelantungan di atas. Itu kan mempengaruhi keindahan kota, smart city jadi kurang optimal," tambah Trubus.

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo, mengatakan, jika kabel tidak dikelola dengan baik dan tidak ada peringatan, maka pemilik kabel harus bertanggung jawab kalau mencelakakan pengguna jalan.

Sudaryatmo menegaskan, korban bisa meminta ganti rugi berupa biaya pengobatan sampai sembuh. Jika korban sudah posisi bekerja, maka pendapatannya yang hilang selama berobat juga bisa diminta.

"Kalau korban punya tanggungan keluarga dia bisa juga minta jaminan hidup dari keluarga yang ditinggalkan. Terus sama kerugian imateriil bisa karena shock, karena cacat tetap, kan itu bisa dihitung kerugiannya," kata Sudaryatmo kepada Liputan6.com, Jumat (4/8/2023).

Sudaryatmo mengatakan, sah-sah saja jika korban menggugat pemilik kabel. "Asal tadi korban itu menggunakan jalan umum, tidak ada peringatan misal hati-hati di depan ada kabel. Sama juga kan ada peringatan hati-hati di depan ada jalan berlubang. Jadi ini kan ada dua sebenarnya, satu dari sisi pemenuhan hak korban. Jadi kalau korban merasa dirugikan, korban bisa menuntut pemilik kabel."

"Kemudian kedua ini PR Pemda harus menata ulang perkabelan. Jadi Pemda itu juga harus punya roadmap ke depan kabel itu tidak di atas tanah, tapi di bawah tanah," ucapnya.


Perda SJUT Harus Cepat Disahkan

Kabel Kusut Jadi Pemandangan di Ibu Kota
Kendaraan melintas di bawah kabel listrik dan kabel optik yang terlihat semrawut di kawasan Taman Puring, Jakarta, Jumat (3/7/2020) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Ahli Planologi, Nirwono Yoga, meminta Pemprov DKI bersama DPRD mempercepat pengesahan Peraturan Daerah tentang Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) imbas kecelakaan mahasiswa akibat kabel di Jakarta Selatan.

"DKI dan DPRD DKI perlu segera mempercepat pengesahan Perda SJUT agar pelaksanaan pemindahan jaringan utilitas ke bawah tanah atau trotoar bersamaan revitalisasi trotoar," kata Yoga seperti dilansir Antara.

Yoga menuturkan perlu adanya peraturan yang jelas terutama dari Dinas Bina Marga DKI agar pelaksanaan SJUT bisa terarah dan memiliki landasan hukum.

Menurut dia, kasus mahasiswa bernama Sultan Rif'at Alfatih (20) yang terjerat kabel optik bisa menjadi momentum pemerintah untuk mempercepat pemindahan seluruh SJUT.

Selain itu, dia juga meminta Pemerintah Provinsi DKI untuk lebih berani bertanggung jawab mengenai keamanan dan keselamatan warga saat pengerjaan SJUT di setiap wilayah.

"Sehingga tidak hanya menyalahkan perusahaan pemilik kabel saja," katanya.

"Pemprov DKI harus memanggil pemilik kabel optik dan kontraktor pelaksana pemasangan serat optik tersebut harus bertanggung jawab penuh terhadap korban," katanya.

Dia juga menyarankan agar kontraktornya mendapat larangan beroperasi dan diberi sanksi tegas berupa pencabutan surat izin usaha.

Infografis Kabel Semrawut dan Melintang di Jakarta Menelan Korban. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Kabel Semrawut dan Melintang di Jakarta Menelan Korban. (Liputan6.com/Abdillah)

Terkena Kabel Melintang, Pengemudi Ojol di Palmerah Jakbar Tewas

Penertiban Kabel Semrawut
Penertiban Kabel Semrawut (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kabel semrawut di Jakarta kembali memakan korban jiwa. Kali ini menimpa seorang pengemudi ojek online (ojol). Korban Vadim (38) meregang nyawa setelah menjalani perawatan medis di rumah sakit.

Peristiwa itu terjadi di Jalan Brigjen Katamso, Palmerah, Jakarta Barat (Jakbar) pada Sabtu 29 Juli 2023, dini hari.

"Korban kecelakaan tunggal kena kabel melintang di tengah jalan," kata Kanit Gakkum Satlantas Wilayah Jakarta Barat, AKP Agus Suwito dalam keteranganya, Kamis (3/8/2023).

Agus menerangkan, korban saat itu mengendarai sepeda motor dari arah timur menuju ke arah barat di Jalan Brigjen Katamso, Palmerah Jakarta Barat. Diduga korban, kurang konsentrasi dan hati-hati saat melintas.

"Korban terkena kabel yang melintang di jalan yang mengakibatkan pengendara terperosok jatuh sebelah kanan," ujar dia.

Agus mengatakan, korban langsung dilarikan ke Rumah Sakit Pelni, Jakbar. Namun, nyawanya tak tertolong. Dokter menyatakan korban meninggal dunia.

"Betul korban meninggal saat dirawat di rumah sakit," ujar dia.

Terkait kejadian ini, kepolisian berencana memanggil pemilik kabel tersebut. Kasus ini sendiri masih dalam tahap penyelidikan.

"Iya nanti kita panggil (pemilik kabel). Kita belum tahu penyebabnya (kenapa kabel menjuntai)," ujar dia.

Infografis Ragam Tanggapan Kabel Semrawut dan Melintang di Jakarta Menelan Korban. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Ragam Tanggapan Kabel Semrawut dan Melintang di Jakarta Menelan Korban. (Liputan6.com/Abdillah)

Sultan Rif'at Alfatih Terjerat Kabel Fiber Optik, Tulang Tenggorokan Putus

Mahasiswa Universitas Brawijaya, Sultan Rif'at Alfatih menulis surat untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menko Polhukam Mahfud MD (Istimewa)
Mahasiswa Universitas Brawijaya, Sultan Rif'at Alfatih menulis surat untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menko Polhukam Mahfud MD (Istimewa)  

Seorang mahasiswa Universitas Brawijaya bernama Sultan Rif'at Alfatih (20) terjerat kabel fiber optik di Jalan Pangeran Antasari, Jakarta Selatan pada 5 Januari 2023, pukul 22.00 WIB.

Kejadian itu berawal saat Sultan tengah menghabiskan waktu libur semester dengan teman-teman SMA-nya di sekitar Ibu Kota. Mereka mengendarai sepeda motor ke arah Jalan TB Simatupang, lalu berbalik ke kiri menuju Jalan Pangeran Antasari.

Setelah menyusuri Jalan Pangeran Antasari sejauh satu kilometer, sebuah mobil jenis SUV berhenti di depan motor korban karena ada kabel fiber optik yang posisinya menjuntai secara melintang di tengah jalan.

Sopir SUV bergerak secara perlahan agar dapat melewati kabel fiber optik yang menjuntai. Namun, sopir diduga salah perhitungan, lantaran kabel tersebut menyangkut di bagian atap mobil.

Sayangnya, sopir yang tak menyadari hal tersebut langsung tancap gas. Kabel yang tertarik mobil, membal ke arah belakang mengenai leher Sultan.

"Karena kabel fiber optik terbuat dari serat baja, kabelnya jadi tidak putus saat tertarik beberapa meter. Kabel justru berbalik ke arah belakang dan menjepret leher anak saya. Seketika itu juga anak saya langsung terjatuh akibat jeratan kabel," kata Ayah Sultan, Fatih saat dikonfirmasi, Sabtu, 29 Juli 2023.

Sultan yang tak sadarkan diri, langsung dibawa ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati, untuk mendapatkan pertolongan. Meski telah mendapatkan perawatan, Sultan belum bisa bicara dengan normal seperti sedia kala.

"(Dokter) memvonis anak saya bahwa tenggorokannya atau tulang muda di tenggorokannya putus dan berantakan sampai lepas dari yang namanya luring-luringnya atau kayak jakunnya itu lepas," kata Fatih.


Bali Tower Tak Sanggup Penuhi Permintaan Uang Rp10 Miliar dari Korban

Kuasa Hukum PT Bali Towerindo, Maqdir Ismail (Merdeka.com)
Kuasa Hukum PT Bali Towerindo, Maqdir Ismail (Merdeka.com)

PT Bali Towerindo Sentra Tbk. (Bali Tower) mengaku tak sanggup penuhi permintaan uang Rp10 miliar keluarga Sultan Rif'at Alfatih, korban jerat kabel fiber optik di Jakarta.

Menurut Kuasa Hukum PT Bali Towerindo, Maqdir Ismail, kesanggupan Bali Tower saat ini hanya Rp2 miliar menyesuaikan ketentuan dari perusahaan.

"Kalau andaikata ada biaya yang keluar. Apa sih bukti-bukti dan rencana pengeluaran. Karena ini perusahaan TBK yang harus dipertanggungjawabkan ke pihak saham. Apa yg dilakukan sekali lagi bahwa tawaran ini rasa empati, bahwa ada anak yang mengalami musibah," kata Maqdir saat jumpa pers, Kamis, (3/8/2023) .

"Saya yakin apa yang saya sampaikan ini tidak mencukupi. Tetapi inilah yang sudah disampaikan pihak Bali Tower," tambahnya.

Maqdir mengatakan, keluarga Sultan menolak uang kompensasi yang sempat ingin diserahkan pihak Bali Tower sebesar Rp2 miliar.

"Bagaimana cara menilai soal uang, untuk banyak orang mungkin Rp2 miliar itu kecil, bahkan itu juga besar. Apa yang disampaikan ini betul-betul sebagai bentuk empati dari kawan-kawan di Bali Tower," ucap Maqdir.

Namun pada pertemuan pertama 23 Mei 2023, pihak keluarga Sultan meminta uang kompensasi sebesar Rp5 miliar ditambah penggantian biaya perawatan Sultan. Sementara dari awal kesanggupan Bali Tower hanya Rp 2 miliar dan biaya pengobatan.

Penawaran itu nampak buntu karena keluarga Sultan tidak mau menyampaikan bukti-bukti. Sehingga pada pertemuan selanjutnya klaim Bali Tower, pihak Sultan menambah uang Rp10 miliar yang semula Rp5 miliar.

"Mereka juga meminta jaminan biaya pengobatan sampai sembuh total dengan melakukan pengobatan di Paris, serta ganti kerugian material dan immaterial hingga Rp10 miliar," ucapnya.

Atas hal itu, hingga kini belum ada kesepakatan antara kedua belah pihak dan solusi dalam kasus tersebut.

"Besar harapan kami agar keluarga Sultan masih dapat menerima itikad baik perusahaan atas bantuan perusahaan kepada Sultan demi pemulihan dan kesembuhan Sultan secepatnya," tuturnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya