Liputan6.com, Jakarta Setara Institute dan International NGO Forum on Indonesia Development (Infid) merespons banyaknya permasalahan dalam substansi Rancangan Peraturan Presiden (Ranperpres) Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama (PKUB).
Setara Institute bersama Infid menghelat seri diskusi dengan majelis-majelis agama, serta masyarakat sipil,dengan maksud untuk memfasilitasi ruang dialog dalam membahas Ranperpres PKUB yang tengah disusun oleh pemerintah.
Baca Juga
Peneliti Setara Institute Sayyidatul Insiyah mengatakan, kerukunan beragama (KUB) di Indonesia selama ini diatur dalam regulasi setingkat menteri yaitu Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006.
Advertisement
Adapun aturan itu mengatur tentang pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pendirian rumah ibadat.
"PBM tersebut mengandung berbagai permasalahan. Pemerintah kini dalam proses meningkatkan pengaturan mengenai KUB, dari PBM menjadi Peraturan Presiden (Perpres)," kata Sayyidatul dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (12/8/2023).
Menurut Sayyidatul, meski substansi pengaturan dalam Ranperpres tersebut dimaksudkan sebagai pemajuan, namun dalam kajian Setara Institute dan Infid, Ranperpres masih memuat berbagai norma yang berpotensi menimbulkan diskriminasi, terutama bagi kelompok minoritas agama dan kepercayaan.
Oleh sebab itu, dari total 36 Pasal yang dimuat dalam Ranperpres PKUB, Setara Institute dan Infid mengusulkan 21 perubahan, meliputi perubahan redaksi maupun perubahan substansi.
"Secara garis besar, 21 usulan perubahan tersebut pada pokoknya dapat diringkas ke dalam empat poin utama," ucap dia.
Poin pertama, soal inklusi penghayat kepercayaan dalam pengaturan PKUB. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XIV/2016 telah mengafirmasi kesetaraan antara agama dengan kepercayaan.
"Namun demikian, diskriminasi terhadap penghayat kepercayaan masih sering terjadi. Oleh karena itu, Ranperpres PKUB mesti menginklusi eksistensi Penghayat Kepercayaan dan hak-hak mereka," kata Sayyidatul.
Â
Poin Lainnya
Kedua, mengenai integrasi tata kelola pemerintahan inklusif sebagai prinsip utama tugas pemerintahan kepala daerah dalam PKUB.
Poin ketiga soal transformasi pengaturan pendirian rumah ibadah.
Keempat, reformasi kelembagaan FKUB. Setara Institute dan Infid memandang salah satu kemajuan mendasar yang dirumuskan dalam Ranperpres PKUB adalah tiadanya kewenangan FKUB untuk memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadah.
"Keseluruhan usulan ini diajukan demi meningkatkan efektivitas kelembagaan FKUB agar kontributif pada pemajuan KUB," kata dia.
Advertisement