Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan akan menjemput paksa Nistra Yohan dan Sadikin, sosok yang diduga menjadi perantara aliran dana korupsi kasus BTS 4G BAKTI Kominfo ke Komisi I DPR RI dan BPK.
"Semua yang menurut kami signifikan pasti akan kami upayakan yang terkait untuk hadir, kalau belum (diperiksa) akan kami cari, kalau belum hadir akan kami hadirkan paksa," tutur Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Kuntadi di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (3/10/2023).
Menurut Kuntadi, dalam proses persidangan terdapat keterangan dari beberapa saksi tentang aliran dana yang diduga dimaksudkan untuk mempengaruhi proses penyidikan.
Advertisement
"Bahwa apa yang berkembang di persidangan adalah sebagian besar fakta yang telah kami temukan di proses penyidikan. Sebagian besar, ada hal-hal yang baru dan oleh karena itu kami pastikan selama proses persidangan tim penyidik senatiasa mencermati dan mempelajari fakta-fakta yang berkembang di dalam proes persidangan," jelas dia.
Adapun berdasarkan hasil monitoring atas fakta yang berkembang di persidangan, Kuntadi memastikan proses penyidikan atas berbagai informasi aliran dana ke berbagai pihak akan tetap berjalan.
"Kami kumpulkan alat bukti sehingga dinamika yang terjadi di lapangan senantiasa akan kami tindaklanjuti. Termasuk dengan memeriksa beberapa pihak yang menurut kami apabila dibutuhkan dan ada hal yang baru yang harus kami konfirmasikan," Kuntadi menandaskan.
Kejagung Pastikan Usut Dugaan Aliran Dana Korupsi BTS Kominfo ke DPR hingga BPK
Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan menelusuri aliran dana kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo ke berbagai pihak sebagaimana yang muncul menjadi fakta persidangan. Termasuk dugaan uang mengalir ke Komisi I DPR RI hingga pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Bahwa hasil monitoring kami terhadap fakta yang berkembang dan kami pastikan proses penyidikan atas terhadap adanya informasi aliran dana tersebut tetap berjalan, tetap kami kumpulkan alat bukti sehingga dinamika yang terjadi di lapangan senantiasa akan kami tindaklanjuti," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Kuntadi di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (3/10/2023).
Dalam persidangan, terungkap sosok perantara yang diduga memberikan uang ke Komisi I DPR RI atas nama Nistra Yohan dan kepada BPK yaitu Sadikin. Keduanya sejauh ini belum pernah diperiksa oleh Kejagung terkait kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo.
"Terhadap pihak-pihak yang selama ini kami panggil dan belum hadir, dan menurut kami keterangannya sangat signifikan, tidak tertutup kemungkinan akan kami lakukan upaya paksa untuk memenuhi dang memberikan keterangan sebagaimana yang kami butuhkan," ungkapnya.
Advertisement
Kejagung Belum Pernah Periksa Nistra Yohan dan Sadikin, Diduga Perantara Uang Korupsi BTS ke DPR-BPK
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaku belum pernah melakukan pemeriksaan terhadap sosok Nistra Yohan dan Sadikin, dua nama yang diduga menjadi perantara uang kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo ke pihak Komisi I DPR RI dan Badan Periksa Keuangan (BPK).
"Nistra Yohan belum, Sadikin belum," tutur Kasubdit Penyidikan Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejagung, Haryoko Ari Prabowo kepada wartawan, Minggu (1/10/2023).
Menurut Prabowo, pihaknya belum menemukan alat bukti yang cukup untuk melakukan pemeriksaan terhadap Nistra Yohan dan Sadikin. Sementara di persidangan, nama keduanya muncul dalam kesaksian dua terdakwa, yaitu Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan dan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama.
"Jadi gini, kalau alat buktinya itu mencukupi, kita tidak berdasarkan keterangan satu orang tok. Kalau keterangan satu orang, ‘Pak saya kasih dia’, nanti kalau saya periksa semua ya kasihan. Tidak bisa hanya mendengarkan keterangan satu saksi saja. Semua dasarnya alat bukti," jelas dia.
Dalam persidangan terungkap adanya aliran uang yang masuk ke Komisi I DPR RI berjumlah Rp70 miliar dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI sebesar Rp40 miliar. Prabowo menyatakan, seluruh keterangan di persidangan pun akan dikaji terlebih dahulu untuk memutuskan perlu tidaknya tindak lanjut dari Kejagung.
"Kalau memang hakim minta dan mengeluarkan penetapan untuk kita hadirkan (Nistra Yohan), ya kita coba cari," Prabowo menandaskan.
Saksi Sidang Korupsi BTS Kominfo Ungkap, Ada Aliran Rp 70 M ke Komisi I DPR dan Rp 40 M ke BPK
Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4, dan 5 oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tahun 2020-2022 kembali bergulir di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023).
Dalam sidang terungkap adanya aliran uang yang masuk ke Komisi I DPR RI dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Uang yang masuk ke Komisi I DPR berjumlah Rp70 miliar, sementara ke BPK RI sebesar Rp40 miliar.
Hal itu terungkap dari kesaksian Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan dan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama.
Staf Ahli di Komisi IIrwan dan Windi yang dihadirkan sebagai saksi mahkota ini awalnya menjelaskan pemberian uang Rp70 miliar kepada seseorang bernama Nistra Yohan yang diduga merupakan staf ahli di Komisi I DPR.
"Pada saat itu sekitar akhir 2021 saya dapat cerita dari Pak Anang (mantan Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif) bahwa beliau mendapat tekanan-tekanan tertentu terkait proyek BTS terlambat dan sebagainya. Jadi, selain dari Jemy (Direktur Utama PT Sansaine Exindo Jemy Sutjiawan) juga (ada) dana lain yang masuk namun penyerahan kepada pihak tersebut dilakukan oleh Pak Windi," ujar Irwan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023).
Mendengar pernyataan Irwan, Hakim Ketua Fahzal Hendri lantas menegaskan kepada Windi mengenai pihak yang turut menerima uang dalam kasus BTS. Windi menyebut, berdasarkan informasi yang diterima dari Anang pihak dimaksud ialah Nistra Yohan.
"Belakangan di penyidikan Yang Mulia, jadi saya mendapatkan nomor telepon dari pak Anang, seseorang bernama Nistra," kata Windi.
Hakim Fahzal kemudian mempertegas jawaban Windi. "Nistra tuh siapa?" cecar hakim.
"Saya juga pada saat itu (diinformasikan) pak Anang lewat Signal pak, itu adalah untuk K1," kata Windi.
"K1 itu apa?" Tanya hakim.
"Ya itu makanya saya enggak tahu pak, akhirnya saya tanya ke Pak Irwan K1 itu apa, 'Oh, katanya Komisi 1'," kata Windi di sidang korupsi BTS.
Sementara itu, Irwan menambahkan nama Nistra Yohan pernah dia dengar dalam proses penyidikan di Kejaksaan Agung (Kejagung). Selain itu, dia juga mendengar nama tersebut dari pemberitaan di media massa.
"Tahu kamu pekerjaannya apa, Wan?" tanya hakim.
"Saya tidak tahu, kemudian muncul di BAP, apa media. Belakangan saya tahu dari pengacara saya beliau (Nistra Yohan) orang politik, staf salah satu anggota DPR," kata Irwan.
"Berapa diserahkan ke dia?" tanya hakim.
"Saya menyerahkan dua kali Yang Mulia, totalnya Rp70 miliar," ungkap Irwan.
Advertisement