Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Polres Metro Jakarta Selatan memastikan masih mengusut kasus dugaan pencabulan kakek terhadap seorang remaja berusia 14 tahun. Kasus ini dilaporkan oleh paman korban ke Polres Jaksel pada 16 Maret 2023 lalu.
Namun kasus ini kembali ramai setelah paman korban menyurati Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto dan Kapolres Metro Jaksel Kombes Ade Ary Syam Indradi untuk meminta kejelasan terhadap tindak lanjut laporan pencabulan pada Jumat kemarin.
Wakil Kasatreskrim Polres Jakarta Selatan yang juga menjabat Kasi Humas Polres Metro Jakarta Selatan, Kompol Henrikus Yossi memastikan, proses penyelidikan laporan tersebut terus berjalan. Rencananya, para saksi akan dipertemukan.
Advertisement
Konfrontasi dilakukan karena ada perbedaan keterangan di antara para saksi yang telah dimintai keterangan.
"Dikarenakan ada perbedaan keterangan di antara para saksi maka rencana akan dilakukan pemeriksaan konfrontir kepada para saksi," kata Henrikus dalam keteranganya, Kamis (2/11/2023).
Dalam kasus ini, Henrikus mengatakan, pihaknya telah memeriksa pelapor, terlapor, dan korban serta 5 orang saksi lainnya.
"Penyelidik juga akan melakukan pemeriksaan terhadap ayah kandung korban dan juga pemeriksaan ahli dari Kemen PPA," ujar dia.
Selain itu, Henrikus mengatakan, pihaknya juga telah merujuk korban ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Pusat untuk keperluan visum. Korban juga telah dibawa ke UPT P3A Jaksel untuk pemeriksaan psikologi.
"Kami telah mengirimkan SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) kepada pelapor," ujar perwira menengah Polri itu menandaskan.
Kronologi Pencabulan Versi Paman Korban
Sebelumnya, Paman S (14), Achmad Rulyansyah menerangkan, pencabulan anak itu terjadi pada 11 Februari 2023. Korban sedang berlibur di rumah kakeknya. Kebetulan dahulu, korban pernah ikut dengannya karena orang tuanya yang tinggal di Sumatera Selatan.
Kala itu, korban dengan terlapor sedang berdua di rumah tersebut. Sedangkan, istri terlapor pergi.
"Kemudian dia diajak masuk ke kamar terlapor, dirayu, dan di situ dia bilang 'sini peluk kakek, sini cium kakek'. Namun pada saat itu korban bingung karena masih anak kecil. Akhirnya terlapor menindih dan memulai perbuatannya," ujar dia.
Achmad mengatakan, korban sempat memberontak dan memfoto, kemudian lari, dan masuk ke kamar satunya, lalu dikunci. Selanjutnya korban meminta bantuan kepada kakak kandungnya.
"Si korban memang tidak sampai bersetubuh. Namun sempat hampir dilakukan persetubuhan. Dan akhirnya korban lari dan meminta pertolongan kakaknya. Akhirnya langsung keluar dari rumah tersebut," ujar dia.
Achmad mengatakan, terlapor berinsial S berusia 55 tahun. Hubungan korban dengan pelaku itu masih satu keluarga.
"Jadi pelaku kakeknya korban (korban punya kakek, pelaku adik kakeknya .red). Namun secara tegas, walau dalam ruang lingkup keluarga, yang namanya anak harus dilindungi oleh negara dan harus ditindak tegas. Saya sendiri adalah selaku paman kandungnya dan juga selaku pengacara dari korban," ujar dia.
Advertisement
Dampak Buruk Psikologi Korban
Achmad mengatakan, pencabulan itu memberikan dampak buruk bagi psikologi korban maupun prestasinya di sekolah.
"Nilai ujiannya tiga, dua, empat. Sudah pasti anjlok. Kedua, pergaulan dia sama teman laki agak sedikit berkurang. Artinya ada rasa trauma. Ketiga, yang bikin miris hati saya, ketika psikiater menyampaikan ke saya, bahwa keponakan kandung saya saja, mulai sekarang sudah takut sama saya. Ini yang jadi PR, makanya saya bilang, ini orang kayak gini, jangan dilindungi," ujar dia.
Karena itu, Achmad berharap kepolisian serius menangani persoalan ini. Karena sesuai Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022, sebenarnya alat bukti sudah cukup untuk meneruskan kasus ini ke tahap lidik.
"Sudah ada foto, surat visum, UPTP3A sudah ada, surat dukungan dari Komnas Perlindungan Anak sudah, LPSK sudah memberikan perlindungan kepada korban, apalagi?" tandas dia.