Akademisi UMJ Menuntut Presiden Junjung Nilai Moral dan Etika Berdemokrasi

Sejumlah akademisi Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), memberikan pernyataan sikap tegasnya, terkait perkembangan situasi Pemilu 2024.

oleh Pramita Tristiawati diperbarui 05 Feb 2024, 15:38 WIB
Diterbitkan 05 Feb 2024, 15:30 WIB
Sejumlah akademisi Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ)
Sejumlah akademisi Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), memberikan pernyataan sikap tegasnya, terkait perkembangan situasi Pemilu 2024. (Foto: Liputan6.com/Pramita Tristiawati).

Liputan6.com, Jakarta Sejumlah akademisi Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), memberikan pernyataan sikap tegasnya, terkait perkembangan situasi Pemilu 2024.

Melalui Guru Besar Ilmu Hukum UMJ Prof Ibnu Sina Chandranegara membacakan maklumat yang berisi lima poin kritikan untuk Pemerintah Indonesia dan juga penyelenggara Pemilu tahun ini.

Akademisi UMJ, kata Ibnu, memperhatikan secara seksama perkembangan terkini, dimana terjadi krisis etika hukum, defisit demokrasi substansial dan darurat kenegarawan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Pemilihan Umum, lanjut dia, sejatinya sebagai sarana yang demokratis untuk mencapai harapan setiap warga negara yang berdaulat.

"Namun kini, justru terjadi berbagai bentuk demoralisasi, melalui praktik-praktik ketidaknegarawan dari berbagai penyelenggara negara yang tidak netral, keberpihakan dan manipulatif. Pemimpin negara yang seharusnya menjadi suri tauladan bagi warga negara justru tidak mampu menjadi contoh, bahkan sikap yang tidak netral dilakukan berbagai pembenaran," ungkap Ibnu di Plaza FISIP UMJ, Cirendeu, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Senin (5/2/2024).

Pihaknya menilai, hal yang demikian akan mendegradasi Pemilu sebagai sarana daulat rakyat menjadi sarana pembuat pilu. Kondisi inilah, yang sangat mengguncang batin dan nurani sebagai cendikiawan. Untuk itu, ada lima poin yang menjadi tuntutan para akademisi tersebut.

"Berdasarkan mahkota kebebasan akademik yang kami miliki, maka kami semua berdiri disini untuk menuntut Presiden untuk tetap menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika demokrasi dan yang menaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme serta perbuatan tercela lainnya," ungkap Ibnu.

 

Aparatur Sipil Negara

Selain itu, akademisi UMJ juga menuntut segala pejabat negara, aparatur sipil negara, aparatur penegak hukum (Polri, dan Kejaksaan), dan aparatur militer negara (TNI) untuk dibebaskan dari segala paksaan dan tidak memaksakan penyalahgunaan kuasa, sumber daya, dan pengaruh yang ada padanya untuk mencederai prinsip netralitas.

"Menuntut kepada penyelenggara Pemilu, KPU, Bawaslu, DKPP, dan peserta Pemilu, khususnya partai politik untuk melindungi hak pilih setiap warga negara dari berbagai tekanan yang mencederai prinsip dasar demokrasi," ungkap Ibu.

Akademisi UMJ pun menyerukan, kepada Warga Muhammadiyah dan masyarakat pada umumnya, untuk turut serta melakukan pengawasan penyelenggaraan pemilu tahun 2024.

Pihaknya menyerukan juga kepada seluruh civitas akademika di seluruh Indonesia, untuk mampu saling mempromosikan nilai-nilai persatuan yang damai dalam menyampaikan pendapat dan berekspresi.

Muhammadiyah: Seruan Moral Sivitas Akademika Kampus Seharusnya Direspons Positif

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan bahwa pernyataan sikap yang disampaikan para guru besar dan akademisi beberapa perguruan tinggi merupakan seruan moral yang harus direspons positif oleh pemerintah beserta penyelenggara Pemilu 2024.

"Pernyataan itu merupakan seruan moral yang seharusnya direspons positif oleh penyelenggara pemilu, pemerintah, partai politik, dan semua pihak yang berkontestasi dalam Pemilu 2024," kata Abdul Mu'ti yang dikutip dari Antara, Minggu (4/2/2024).]

Mu'ti menuturkan munculnya berbagai pernyataan dari para guru besar dan sivitas akademika beberapa perguruan tinggi menunjukkan kehirauan mereka terhadap masa depan demokrasi dan masa depan Indonesia.

Meski demikian, Mu'ti juga menegaskan bahwa beberapa pernyataan yang mengatasnamakan perguruan tinggi Muhammadiyah semuanya merupakan pernyataan perseorangan atau kelompok tertentu.

"Pernyataan yang beredar saat ini bukan pernyataan resmi yang mewakili warga Muhammadiyah dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah," kata dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya