Liputan6.com, Jakarta - Dalam sistem demokrasi di Indonesia, terdapat ambang batas parlemen atau parliamentary threshold yang memiliki peran penting dalam menentukan partai politik yang berhak menduduki kursi di parlemen. Ambang batas ini merupakan persyaratan suara atau persentase tertentu yang harus dipenuhi partai politik agar dapat memperoleh perwakilan di DPR RI.
Ambang batas parlemen di Indonesia ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Menurut undang-undang tersebut, ambang batas parlemen di Indonesia adalah 4% dari total suara nasional yang sah atau minimal 25% dari total suara sah di satu provinsi.
Artinya, partai politik harus memperoleh suara minimal 4% dari total suara nasional atau minimal 25% dari total suara sah di satu provinsi agar dapat memperoleh kursi di Senayan.
Advertisement
Ambang batas parlemen ini diterapkan dengan tujuan untuk memperkuat stabilitas politik dan menghindari fragmentasi parlemen yang berlebihan. Dengan adanya ambang batas ini, partai politik yang tidak mencapai persyaratan suara yang ditentukan tidak akan mendapatkan kursi di DPR.
Hal ini bertujuan agar partai politik yang memiliki dukungan yang signifikan dari masyarakat dapat memperoleh kekuatan politik yang cukup untuk berkontribusi dalam pembentukan kebijakan dan pengambilan keputusan di parlemen.
Â
Dinilai Menghambat Partai Kecil
Namun, ambang batas parlemen juga menuai kritik dari beberapa pihak. Beberapa kritikus berpendapat bahwa ambang batas ini dapat menghambat partai-partai kecil atau baru untuk mendapatkan perwakilan di parlemen.
Mereka berargumen bahwa ambang batas ini cenderung menguntungkan partai-partai besar yang telah mapan dan memiliki basis dukungan yang kuat, sementara partai-partai kecil atau baru kesulitan untuk memperoleh suara yang mencapai ambang batas.
Dalam konteks demokrasi, ambang batas parlemen di Indonesia menjadi pertimbangan penting dalam sistem pemilihan umum. Meskipun ada pro dan kontra terkait penerapannya, ambang batas ini tetap menjadi bagian integral dalam upaya membangun stabilitas politik dan mencegah fragmentasi parlemen yang berlebihan.
Â
Advertisement
MK Ubah Parliamentary Threshold untuk Pemilu 2029
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan tentang ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4 persen. Namun, keputusan ini baru berlaku untuk Pemilu 2029.
"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian. Menyatakan norma Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan," ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan Amar Putusan, di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (29/2/2024).
MK menilai ketentuan ambang batas parlemen 4 persen suara sah nasional yang diatur di dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan pemilu, dan melanggar kepastian hukum yang dijamin oleh konstitusi.
"Norma Pasal 414 ayat (1) UU 2/2017 tentang ambang batas parlemen sepanjang tidak dimaknai sebagai ambang batas perolehan suara untuk memperoleh kursi di DPR pada Pemilu 2024 dan sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau presentase ambang batas parlemen dimaksud sebelum dimulainya tahap penyelenggaraan Pemilu 2029, adalah konstitusional bersyarat," jelas Suhartoyo.
Hal yang Perlu Diperhatikan Menurut MK
MK pun mengamanatkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perubahan norma ambang batas parlemen:
- Didesain untuk digunakan secara berkelanjutan.
- Perubahan norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau presentase ambang batas paremen dimaksud tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR
- Perubahan harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik
- Perubahan telah selesai sebelum dimulainya tahap penyelenggaraan Pemilu 2029.
- Perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilihan umum dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.
Advertisement