Liputan6.com, Jakarta - Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN) mendukung penyempurnaan UU nomor 2 tahun 2022 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sebab, saat ini kejahatan sudah bersifat global, kejahatan berbasis data dan harus melakukan penegakan hukum sesuai perkembangan teknologi.
Salah satu yang disoroti adalah Polri boleh melakukan tindakan spionase dan sabotase untuk mengumpulkan informasi dan bahan keterangan.
Ketua Umum Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN), Bob Hasan mengataman, revisi UU Polri harus dilihat secara objektif.
Advertisement
Hal itu dikarenakan Indonesia telah memasuki era transformasi yang membutuhkan pandangan objektif terhadap penegakan hukum.
"Sudah tidak lagi bicara tentang reformasi, sudah enggak zaman, sekarang ini adalah era di mana kita transformasi atau bertransformasi," katanya di acara diskusi Publik dan Seminar Nasional Tentang RUU Polri di The Hive Hotel, Jakarta Timur, Sabtu (29/6/2024).
Oleh karena itu, Bob menyarankan agar masyarakat untuk bisa melihat nilai-nilai dari perubahan Undang-undang Polri saat ini.
Ada tiga putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perubahan UU Polri nomor 2 tahun 2022 yaitu Nomor 60/PUU-XIX/2021, 115/PUUXXI/2023.
Putusan itu untuk memberikan penguatan terhadap tindakan petugas Kepolisian dalam melakukan pemeriksaan pada diri seseorang yang dicurigai karena ada dugaan melakukan tindak pidana.
Sebab, tindakan kepolisian yang memerlukan kecepatan yang tidak memungkinkan untuk terlebih dahulu dipersiapkan secara administratif karena dikhawatirkan dapat berpotensi melarikan diri bahkan menghilangkan barang bukti.
Putusan MK ketiga nomor Nomor 4/PUU-XX/2022 yang dalam pertimbangannya terkait dengan wewenang Polri untuk dapat menghentikan proses Penyelidikan.
"Berangkat dari 3 (tiga) Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menunjukkan bahwa Undang-udang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia perlu disempurnakan. Dengan demikiam ke depan Polri dalam menjalankan tugas, fungsi dan kewenangannya mempunyai dasar hukum yang kuat dalam menghadapi tantangan tugas yang muncul seiring dengan perkembangan teknologi digital tersebut," ungkapnya.
"Sekarang perubahan revisi UU Polri ketiga. Maka di era transformasi ini kita sudah harus melihat secara objektif perubahan-perubahan ini," tambahnya.
Pahami Urgensi
Anggota DPR RI terpilih dari Dapil Lampung II berharap seluruh anggota ARUN dapat mendorong masyarakat untuk lebih bijak dan kritis dalam menyikapi perubahan undang-undang.
Selain itu harus bisa memahami urgensi dan tujuan dari revisi UU Polri tersebut dalam konteks hukum dan transformasi negara.
"Persoalan revisi UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak dapat dilepaskan dari konsepsi ketahanan nasional dan kewaspadaan nasional. Menjadi catatan penting bahwa kondisi saat ini menunjukkan lemahnya fungsi kewaspadaan nasional," tuturnya.
"Tidak dapat dipungkiri, pemisahan fungsi pertahanan dan keamanan telah menyisakan persoalan krusial, yakni melemahnya fungsi kewaspadaan nasional. Kewaspadaan nasional sangat berhubungan dengan kemampuan negara untuk meningkatkan ketahanan nasional. Lemahnya fungsi kewaspadaan nasional pasca pemisahan TNI-Polri ditunjukkan dengan adanya perbedaan dalam menilai eskalasi ancaman," sambungnya menyudahi.
Advertisement