Pengamat Pilpres Amerika 2024: AS Tidak Sedang Baik-baik Saja, Make or Break?

Bicara soal situasi Pilpres AS 2024, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Airlangga Surabaya, Agastya Wardhana, mengatakan saat ini banyak hal yang tengah bergantung pada Amerika Serikat.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 05 Nov 2024, 21:35 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2024, 21:35 WIB
Antusiasme Masyarakat AS Saksikan Debat Perdana Donald Trump-Kamala Harris
Donald Trump dan Kamala Harris. (Leonardo Munoz/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Amerika Serikat sedang tidak dalam posisi yang baik-baik saja, demikian gambaran Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Airlangga Surabaya, Agastya Wardhana terkait situasi Pilpres AS 2024, pertempuran suara antara Donald Trump vs Kamala Harris. Menurutnya, saat ini banyak hal yang tengah bergantung pada Negeri Paman Sam.

"Dalam artian banyak permasalahan di dunia yang membutuhkan respons Amerika Serikat sebagai leader. Makanya it could be a make or break Amerika Serikat," tegas pria yang akrab disapa Agas itu kepada Liputan6.com baru-baru ini.

Agas menilai, pemerintahan Donald Trump yang pertama membawa dampak negatif tidak hanya bagi Amerika Serikat tapi juga dunia. "Bayangkan kalau itu terjadi di era Trump yang kedua," ucapnya.

"Jadi saya paham kenapa banyak orang cemas," imbuhnya, seraya menambahkan meski hal tersebut menarik bagi para pengkaji seperti dirinya.

"Tapi bagi banyak masyarakat di dunia itu bisa jadi sangat fatal. Ketika telah menjadi presiden lagi untuk periode kedua dalam kondisi dunia yang seperti ini, ya walaupun ada potensi mungkin dia mengambil langkah radikal untuk misalkan menyelesaikan perang Israel dan Gaza/Israel dan Palestina, menyelesaikan konflik Ukraina dan Rusia karena dia tidak peduli. Perangnya selesai tapi ada konsekuensi lain yang tidak dia lihat itu satu."

Sementara itu, Agas menilai ketika Kamala Harris yang menjadi presiden, banyak orang melihat ia tidak terlalu cukup memiliki figur yang kuat sebagai kontrol atas kebijakan keluhan Amerika Serikat. "Karena dia tidak punya pengalaman, dia pengalamannya sebagai penegak hukum di Amerika Serikat, sebagai prosekutor di Amerika Serikat," jelasnya.

 

Kapabilitas Kamala Harris Disangsikan

Konvensi Nasional Partai Demokrat Resmi Berakhir, Kamala Harris Terima Nominasi Pencalonan Capres AS
Jika menang dan terpilih pada pilpres AS 2024, Kamala Harris akan menggoreskan sejarah baru, sebagai presiden wanita pertama Amerika Serikat. (CHARLY TRIBALLEAU/AFP)

Dosen berkaca mata itu mengatakan bahwa kapabilitas Kamala Harris disangsikan. Ia dianggap tidak punya pengalaman luar negeri banyak seperti pendahulunya, Joe Biden.

"Makanya anekdotnya adalah Biden yang sudah lama berkecimpung dalam kebijakan luar negeri, dia saja tidak bisa berbuat banyak. Dalam konteks Ukraine ini misalkan, dalam konteks Gaza misalkan. Apalagi Kamala Harris," paparnya.

"Cuma dalam konteks Kamala Harris masih ada beberapa isu yang mungkin akan menjadi concern Kamala Harris seperti perempuan, isu climate change ini paling utama, lalu kemudian isu humanitarian yang mungkin akan mengubah sedikit cara pandang Amerika Serikat terhadap dunia," tuturnya.

Agas menyebut periode Kamala Harris akan seperti Amerika Serikat di era tahun 1980 yang lebih mendekati menggunakan institusi internasional untuk membangun dunia, "untuk trying to make a man. Di satu sisi mencoba mem-balance antara dunia yang saat ini kondisinya sedang sangat fluktuatif."

 

3 Hal Menarik dari Pilpres AS Donald Trump Vs Kamala Harris

Antusiasme Masyarakat AS Saksikan Debat Perdana Donald Trump-Kamala Harris
Foto kombinasi yang dibuat pada tanggal 10 September 2024 ini menunjukkan mantan Presiden AS dan calon presiden dari Partai Republik, Donald Trump (foto kiri) dan Wakil Presiden AS dan calon presiden dari Partai Demokrat, Kamala Harris berpartisipasi dalam debat kepresidenan di National Constitution Center di Philadelphia, Pennsylvania, pada tanggal 10 September 2024. (SAUL LOEB/AFP)

Adapun perkara hal paling menarik dalam Pilpres AS 2024, Agas mengatakan ada tiga hal.

"Satu karena mungkin ada kemungkinan akan ada perempuan pertama jadi presiden Amerika Serikat, yang kedua yang menarik dari saya adalah karena itu tadi, race nya sangat ketat. Dan yang ketiga adalah momen make or break Amerika Serikat," ungkapnya.

Make, jelas Agas, ketika Kamala Harris mungkin akan membawa angin perubahan walaupun tidak cukup drastis tapi berubah ke arah paling tidak yang lebih progresif. "Atau break ketika Donald Trump menjadi presiden untuk kedua kalinya yang pertama saja dampaknya sudah seperti itu apalagi yang periode kedua," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya