Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan, jadi sasaran pemeriksaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tengah mengusut kasus korupsi pembelian Liquefied Natural Gas (LNG) PT Pertamina.
Dalam pemeriksaannya, Dahlan dicecar oleh penyidik perihal perannya sebagai kuasa pemegang saham PT Pertamina.
"Perannya sebagai menteri BUMN saat itu sebagai kuasa pemegang saham PT Pertamina," kata Jubir KPK, Tessa Mahardika Sugiarto, kepada wartawan, Kamis (4/7).
Advertisement
Selain itu, kata Tessa, Dahlan juga dicecar tim penyidik perihal izin pengadaan LNG semasa dirinya menjabat sebagai Menteri.
"Ditanyakan ada tidaknya izin dari pemegang saham terkait kebijakan pengadaan LNG tersebut," ungkapnya.
Pemeriksaan
Pemeriksaan Dahlan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK pada Rabu (3/7) kemarin. Dahlan diperiksa sebagai saksi dari kasus korupsi LNG dan telah memenuhi panggilan penyidik. Pemeriksaan itu pun berlangsung hanya kurang lebih 30 menit saja.
Usai diperiksa, Dahlan mengaku dicecar oleh penyidik soal rapat umum pemegang saham (RUPS) ketika dirinya masih menjabat sebagai Menteri.
"Ooh tentang RUPS, RUPS apakah rencana itu sudah di RUPS kan atau mendapat persetujuan RUPS. cuma itu tok," kata Dahlan di gedung Merah Putih KPK, Rabu (3/7).
Dahlan mengaku tidak tahu secara persis soal pembahasan RUPS pada pengadaan LNG tersebut. Sebab pembahasan itu tidak harus melulu dengan dirinya.
"Hmmm enggak tau, kan enggak ada RUPS membahas itu," ujar Dahlan.
Advertisement
Komunikasi
Ketika ditanya akan pernah komunikasi dengan mantan Direktur Pertamina, Karen Agustiawan untuk membahas RUPS. Dia mengaku hanya pernah membahas dengan direksinya.
"Ya tapi kan menteri punya Wakil Menteri, punya Deputi," ucap Dahlan.
Namun demikian, Dahlan tidak menapik akan terjadinya kasus korupsi, baik dilakukan secara personal maupun secara korporasi.
"itu, yang mungkin perlu di, misalnya timah ya yang sekarang ramai, itu juga dibilang itu aksi korporasi, ada yang berpendapat begitu," tutur mantan Menteri BUMN itu.
"Saya kira aset negara bukan aset negara, kekayaan negara bukan kekayaan negara, aksi korporasi bukan aksi, saya kira menarik," pungkasnya.
Sumber: Rahmat Baihaqi/Merdeka.com