Ulasan Badan Geologi soal Gerakan Tanah Rayapan dan Tanah Longsor di Kampung Sekarwangi Garut

Lokasi bencana termasuk zona potensi terjadi gerakan tanah menengah

oleh Arie Nugraha Diperbarui 26 Mar 2025, 03:00 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2025, 03:00 WIB
gerakan tanah
Peta Lokasi Gerakan Tanah di Kp Sekarwangi, Desa Sekarwangi, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat.(sumber: PVMBG Badan Geologi)... Selengkapnya

Liputan6.com, Bandung - Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan warga di empat lokasi Kampung Sekarwangi, Desa Sekarwangi, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat (Jabar) pada tanggal 24 Februari 2025 sekitar pukul 22.06 WIB terjadi berbagai jenis gerakan tanah dan masih berlangsung sampai sekarang harus meningkatkan kewaspadaannya.

Menurut Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid, lokasi gerakan tanah rayapan terjadi di perkebunan campuran milik warga dan jalan desa, pemukiman warga Kampung Sekarwangi RT 02 RW 09, pemukiman warga Kampung Sekarwangi RT 01 RW 09, dan tanah longsor di saluran irigasi sepanjang 245 meter.

"Masyarakat yang tinggal dan beraktifitas di lokasi bencana agar meningkatkan kewaspadaan terutama pada saat hujan," ujar Wafid dalam keterangannya ditulis, Bandung, Jumat (21/3/2025).

Wafid mengatakan berdasarkan pengamatan di lokasi bencana yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Garut, batuan dasar berupa breksi tufan dengan warna segar abu-abu terang dan warna lapuk coklat terang.

Tebal tanah lapukan berkisar antara 0,8-2 m berupa pasir lempungan berwarna coklat tua berukuran sangat halus.

"Batuan tersebut dapat disebandingkan dengan Satuan Gunungapi Tua (Qtvb) pada Peta Geologi Lembar Tasikmalaya, Jawa Barat (T. Budhitrisna, 1986) yang terdiri dari Breksi gunungapi , lahar dan tufa bersusunan andesit sampai basal dari Gunung Cakrabuana," terang Wafid.

Wafid menuturkan berdasarkan peta prakiraan wilayah terjadinya gerakan tanah pada Bulan Februari 2025 di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat, lokasi bencana termasuk zona potensi terjadi gerakan tanah menengah artinya daerah yang berpotensi menengah untuk terjadinya gerakan tanah.

Pada daerah ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan diatas normal, terutama pada daerah yang berbatasan dengan Lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan.

"Dampak gerakan tanah di lokasi pertama gorong-gorong rusak. Munculnya mata air baru pada saluran drainase di samping jalan. Munculnya retakan pada jalan desa dan munculnya retakan pada area perkebunan milik warga," terang Wafid.

Pada lokasi kedua kerusakan meliputi tiga rumah rusak, munculnya retakan pada jalan serta munculnya mata air baru.

Di lokasi ketiga dan keempat masing-masing terdapat lima rumah rusak, munculnya retakan pada jalan dan saluran irigasi rusak.

"Segera melakukan perbaikan pada rumah yang mengalami kerusakan namun masyarakat harus melakukan pemantauan menerus terhadap perkembangan retakan dan nendatan," imbau Wafid.

Wafid mengingatkan jika terjadi pekembangan yang menerus pada retakan yang telah ada dan muncul rembesan air baru atau hilangnya mata air lama atau ada perubahan mata air dari bening menjadi keruh agar segera mengungsi dan melaporkan ke pemerintah daerah setempat.

Jika retakan berkembang dan meluas ke arah pemukiman, maka pemukiman yang rusak dan terancam sebaiknya direlokasi ke tempat yang lebih aman.

"Diperlukan pengendalian air permukaan (surface drainage) yang kedap air dengan cara perencanaan tata saluran permukaan, pengendalian air rembesan (sub surface drainage) serta pengaliran parit pencegat yang diarahkan langsung ke sungai utama," ungkap Wafid. Wafid mengatakan menutup retakan dengan tanah liat dan dipadatkan untuk memperlambat masuknya air kedalam tanah. Aktivitas ini agar dilakukan dengan selalu memperhatikan kondisi cuaca dan faktor keselamatan.

Wafid menegaskan gerakan tanah pada lokasi ini berupa rayapan, sehingga rumah yang cocok untuk daerah ini adalah rumah dengan kontruksi ringan atau rumah panggung.

"Selain itu memperkuat lereng dengan cara membuat terasering pada tebing yang curam untuk menstabilkan lereng," sebut Wafid.

Wafid menyarankan menanami lereng dengan tanaman berakar kuat dan dalam yang mampu mengikat tanah.

Sedangkan pembangunan kolam air dapat menyebabkan penjenuhan dan pembebanan pada lereng dan memicu gerakan tanah.

"Kolam sebaiknya dikeringkan, jika kolam atau tampungan air dipertahankan maka sebaiknya dimensi atau ukurannya diperkecil dan dibuat kedap air (ditembok/semen) bagian dinding dan dasarnya," terang Wafid.

Pengaturan lahan pesawahan pada bagian selatan area pemukiman disarankan dengan diselang seling oleh tanaman palawija untuk mengurangi tingkat kejenuhan tanah atau ditanami pohon yang kuat berakar dalam untuk menahan lereng.

Tak kalah penting sebut Wafid, yakni meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih mengenal dan memahami gerakan tanah.

Serta masyarakat diimbau agar selalu mengikuti arahan dari aparat pemerintah setempat dan BPBD.

 

Promosi 1

Simak Video Pilihan Ini:

Kondisi Daerah Bencana

Kondisi Daerah Bencana

Secara umum, morfologi daerah bencana berupa perbukitan dengan kemiringan lereng yang berkisar antara 9⁰ - 13⁰ (lereng agak curam). Daerah bencana berada pada ketinggian 207 - 545 meter diatas permukaan laut (mdpl).

Faktor penyebab terjadinya gerakan tanah diperkirakan karena kemiringan lereng yang agak curam di sekitar lokasi gerakan tanah mengakibatkan tanah mudah bergerak.

"Tanah pelapukan yang tebal yang bersifat poros serta mudah jenuh," sebut Wafid.

Sistem drainase atau irigasi pada sawah jika hujan berlebihan dapat terjadi overflow dan longsor. Sedangkan sistem penataan air permukaan (drainase) yang kurang baik dan tidak kedap air.

Terdapat kolam serta lahan basah berupa sawah di bagian selatan area pemukiman yang dapat membuat kondisi air tanah jenuh dan dapat memicu terjadinya pergerakan tanah.

"Curah hujan tinggi yang menyebabkan tanah jenuh air," tandas Wafid.

Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya