Liputan6.com, Jakarta Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) telah melayangkan pemanggilan terhadap ketua Umum Partai PKB, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
PBNU bakal memeriksa Cak Imin besok Rabu (21/8/2024) di kantor pusat PBNU, Jakarta Pusat.
Baca Juga
“Hari ini kita layangkan undangan ke Ketua Umum PKB. Kita lihat apakah dia datang atau tidak,” kata Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil dalam keterangannya, Selasa (20/8/2024).
Advertisement
Pemanggilan Cak Imin buntut dari PBNU yang menilai adanya masa kepemimpinan Imin di PKB yang sudah melenceng sejak awal didirikannya Partai.
Hal itu berdasarkan temuan Pansus PBNU yang dipimpin oleh Wakil Rais Aam KH Anwar Iskandar dan Wakil Ketua Umum KH Amin Said Husni.
Menurut Pansus PBNU, semenjak PKB dipimpin oleh Cak Imin sudah permasalahan yang dikantongi salah satunya pengebiran posisi Dewan Syuro di PKB.
Menurut Pansus PBNU, pembentukan Dewan Syuro di PKB merupakan representasi kiai sepuh memiliki kewenangan penuh. Hanya saja sejak dipimpin oleh Cak Imin, Dewan Syuro dianggap sebagai pajangan di etalase saja.
Pelbagai kewenangan Dewan Syuro yang semestinya menyetujui atau membatalkan calon ketua PKB dan juga ikut menandatangani surat-surat keputusan penting lama kelamaan dipreteli oleh Imin.
Selain Cak Imin, PBNU juga sebelumnya telah meminta keterangan dari Sekjen PKB Hasanuddin Wahid; mantan Sekjen PKB Lukman Edy; serta pelaku sejarah berdirinya PKB Effendy Choirie dan Ketua Umum Muslimat yang juga pelaku sejarah berdirinya PKB Khofifah Indar Parawansa.
Gus Yahya Sebut PBNU Tak Akan Buat Muktamar PKB Tandingan
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menegaskan, pihaknya tidak akan membuat muktamar tandingan di tengah penyelenggaraan Muktamar ke-VI PKB yang akan dilaksanakan di Bali pada 24-25 Agustus 2024.
Dia menyebut PBNU adalah organisasi resmi dan hanya akan mengambil langkah-langkah resmi.
Hal itu dinyatakan oleh Gus Yahya setelah pertemuan antara PBNU dengan Rais Am dan kyai-kyai NU yang membahas tentang langkah-langkah pengurus besar NU di Kantor PCNU Kota Surabaya, Senin (19/8/2024).
"Bukan posisinya (membuat muktamar tandingan). NU ini organisasi resmi, ini bukan orang nganggur di jalanan kayak yang kumpul di Bangkalan itu, lain ini. Ini adalah resmi terstruktur semuanya, jadi kami melaksanakan yang resmi, yang official," ujarnya.
Gus Yahya juga memastikan pihaknya tidak berencana membuat partai baru, meskipun hubungan dengan PKB terus memanas. Gus Yahya menekankan, pihaknya lebih mengutamakan untuk melakukan perbaikan di tubuh PKB.
"Membentuk partai baru saya kira tidak (akan) karena ini jelas aspirasinya dari NU ke PKB. Hal-hal yang tidak baik di PKB itu diubah," ucapnya.
Gus Yahya juga menyebut bahwa pihaknya tidak memiliki cita-cita untuk mengambil alih kepemimpinan di tubuh PKB. Sebab, kata dia, urusan kepemimpinan merupakan urusan internal partai.
"Itu sebetulnya bukan urusan kami, itu urusan internal PKB soal kepemimpinan," ucapnya.
Advertisement
Yenny Wahid Nilai PBNU dan PKB Punya Ruang Gerak Masing-masing
Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Yenny Wahid menilai PBNU dan PKB mempunyai ruang gerak berbeda. Sebagai organisasi kemasyarakatan (Ormas), PBNU fokus pada ikhtiar kemaslahatan umat, sedangkan PKB merupakan partai politik yang fokus memperjuangkan kebijakan publik.
“PBNU sebagai organisasi masyarakat berjuang untuk kemaslahatan masyarakat, sedangkan PKB berjuang memastikan segala kebijakan publik harus dimaksudkan untuk kemaslahatan rakyat,” ujar Yenny Wahid usai bertemu dengan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin, Senin (19/8/2024).
Yenny mengungkapkan dirinya dan KH Ma’ruf Amin sepakat jika PBNU dan PKB merupakan dua entitas publik yang harus sama-sama dijaga. Menurutnya, keberadaan PKB dan PBNU selama ini sama-sama terbukti memberikan kontribusi positif bagi bangsa.
“Intinya kami berdua sepakat NU dan PKB adalah berkah bagi Indonesia, tentunya keduanya harus dijaga,” katanya.
Yenny mengaku meminta kepada KH Ma’ruf Amin sebagai sesepuh NU untuk bisa menjadi jembatan bagi elite PBNU dan PKB agar bisa berdialog secara mandiri dan lepas dari pihak-pihak lain di luar lingkaran NU. Kemandirian ini penting agar proses dialog berlangsung proporsional dan tetap merujuk kepada kepentingan bersama keluarga besar NU.
“Jangan sampai terpengaruh kepentingan pihak-pihak luar yang malah membuat masalah berkepanjangan dan berdampak luas,” katanya.
Reporter: Rahmat Baihaqi/Merdeka.com