Hilirisasi Harus Ditopang Ekosistem Ekonomi Industri yang Baik, Pacu Pertumbuhan Ekonomi

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia optimistis hilirisasi menjadi mesin pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 2040.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 15 Okt 2024, 20:41 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2024, 17:33 WIB
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia optimistis hilirisasi menjadi mesin pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 2040.

Pengamat ekonomi, Fahmy Radhi mengatakan, dengan terbangunnya sejumlah smelter di Indonesia, proses hilirisasi dapat diperlancar dan dipercepat, sehingga memberikan nilai tambah dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

"Menurut saya itu cukup bagus karena memang dibutuhkan smelter untuk tambang. Kita memiliki banyak sumber tambang, bukan hanya nikel yang saat ini sedang dikembangkan," kata dia, Selasa (15/10/2024).

Fahmy menambahkan, di era pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi kebijakan pengolahan hasil tambang di dalam negeri dapat dijalankan secara konkret.

Karenanya, dia mendorong agar pembangunan smelter tidak hanya terbatas pada tambang nikel, tetapi juga untuk hasil tambang lainnya, sebagaimana diamanatkan undang-undang.

"Tambang-tambang yang lain itu sesungguhnya menurut undang-undang harus dimurnikan dan diolah di dalam negeri melalui smelter dan baru sekarang jadi saya apresiasi itu akan memperlancar proses hilirisasi dari hasil tambang itu satu," jelasnya.

Lebih lanjut, Fahmy meminta agar peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak berhenti hanya pada pembangunan smelter atau hilirisasi, tetapi juga perlu dibentuk ekosistem industri hilirisasi yang menghasilkan produk jadi untuk diekspor.

Dia menuturkan, hal tersebut akan memberikan nilai tambah yang signifikan bagi Indonesia.

"Hanya membangun smelter saja tidak cukup. Misalnya, hilirisasi nikel mentah yang diolah di smelter menjadi produk pertama atau kedua untuk diekspor, nilai tambahnya masih rendah. Yang harus dilakukan adalah membangun smelter sebagai tahap awal, kemudian mendorong terbentuknya ekosistem industri yang mengolah bahan dari hulu sampai hilir," paparnya.

Sebelumnya, menjelang berakhirnya kepemimpinan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan banyak manfaat yang dirasakan dari hasil hilirisasi sektor pertambangan, yang tidak hanya dinikmati oleh pelaku industri saja.

Dari hilirisasi sektor pertambangan penerimaan negara mengalami peningkatan yang diperoleh dari pajak, royalti, hingga dividen. Sehingga bisa manfaatkan untuk pembangunan infrastruktur, subsidi, hingga bantuan sosial (bansos). 

"Kalau semua masuk ke industri, masuk ke industri-industri turunan, akan melompat penerimaan negara dan itu semuanya bisa kita pakai untuk membangun jalan tol, membangun pelabuhan baru, membangun bandara baru untuk subsidi, untuk bansos rakyat kita,"  kata Jokowi saat menghadiri malam puncak hari ulang tahun ke-79 Pertambangan dan Energi, di Jakarta, ditulis Jumat, 11 Oktober 2024.

Penerimaan Negara

Jokowi pun mengklaim penerimaan negara dari hilirisasi sektor pertambangan sangat banyak, di antaranya bersumber dari PPh 21, royalti, pajak badan dan lainnya.

"Jangan keliru, negara itu penerimaan dari situ (hilirisasi) banyak sekali, dalam bentuk pajak badan, pajak penghasilan (PPh) 21, royalti, kalau kita ikut saham di situ seperti Freeport kita dapat dividen, pajak daerah, penerimaan negara bukan pajak [PNBP], besar sekali,” ujarnya.

Adapun Jokowi melaporkan, manfaat yang dirasakan dari hilirisasi nikel ditunjukkan dari nilai ekspor yang meningkat signifikan dari USD2,9 miliar pada 2020 menjadi USD34,4 miliar pada 2023. "Dari Rp40 triliun ke Rp500 triliun lebih, lompatannya besar sekali,” ujarnya.

Jokowi mengatakan, sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merupakan sektor yang sangat strategis dan memiliki potensi dan memberikan multiplier effect yang besar bagi perekonomian nasional.

Hal itu dibuktikan selama dua periode Jokowi memimpin sebagai Presiden, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor ESDM mencapai Rp1.800 triliun.

"Kita tahu, dari 2014 sampai hari ini, PNBP yang diterima oleh negara dari ESDM berarti 10 tahun, besar sekali. Kurang lebih Rp 1.800 triliun. Kalau melihat dua tahun lalu, 2022, itu Rp 348 triliun kemudian di 2023 Rp 229 triliun. Pertahunnya juga sangat besar sekali,” pungkasnya.

Bahlil Sebut Hilirisasi Bakal Genjot Investasi

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia optimistis hilirisasi menjadi mesin pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 2040. 

Ia memperkirakan, hilirisasi dapat mendorong investasi senilai USD 618 miliar atau Rp 9,6 kuadriliun dari 28 komoditas pada 2040 mendatang.Bahlil menyebut, perkiraan ini dibuat ketika ia masih menjabat Menteri Investasi/Kepala BKPM.

"Ini bukan omong-omong kita buat hilirisasi (datangkan investasi) USD 618 miliar, ini pikiran (Presiden Terpilih) Pak Prabowo dan bisa dieksekusi sebagai mesin pertumbuhan," kata Bahlil dalam kegiatan Rakornas REPNAS 2024 di Jakarta, Senin (14/10/2024).

 Saat ini, PDB per kapita Indonesia sekitar USD 5.300, dengan target bisa di atas USD 10.000 untuk menjadi negara maju dan menjadi pondasi Indonesia emas 2045.

"Kalau masih andalkan UMR itu lebih identik pada padat karya, kita harus shifting," Bahlil menambahkan.

Bahlil pun menyoroti kekayaan alam Indonesia yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Hal itu bisa dimanfaatkan jika kekayaan ini bisa menjadi bagian dari industri.

"Bukan hanya sektor kelautan dan perikanan, sektor energi dan batu bara juga bisa. Kalau mampu dieksekusi, maka kita bisa minimal pertumbuhan ekonomi tambah 2%" imbuhnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya