Liputan6.com, Jakarta: Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini M. Soewandi menegaskan keputusan membeli empat pesawat tempur Sukhoi--dua Su-27SK dan dua Su-30MK--dan dua helikopter Mi-35 atas perintah Presiden Megawati Sukarnoputri. Rini mengaku hanya menjalankan tugas untuk menjajaki imbal dagang dengan pemerintah Rusia. "Saya diberi tanggung jawab oleh Ibu Presiden untuk menjajaki imbal dagang," tegas Menperindag, selepas membuka "Jakarta International Houseware Fair 2003", di Jakarta, Rabu (2/7).
Sebelum jual beli tersebut, Rini mengaku telah berdiskusi dengan Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Chappy Hakim. Sebab itulah, Rini berpendapat, tidak ada satu pihak pun yang merasa dilangkahi. "Perlu diingat, semua menteri itu adalah pembantu Presiden, apakah itu bapak menteri atau ibu menteri, sehingga setiap keputusan Presiden pasti diketahui semua menteri," lanjut Menperindag, sengit. Pemerintah pun memerlukan Sukhoi karena Indonesia berhak membeli peralatan untuk mempertahankan negara, sesuai dengan azas politik bebas dan aktif. "Azas ini memberikan kebebasan kepada Indonesia untuk mempertahankan bangsanya dari berbagai kemungkinan," tegas dia.
Di tempat terpisah, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono membenarkan pertemuan yang digelar Presiden, kemarin, adalah untuk membahas soal pembelian pesawat Sukhoi dari Rusia. Menurut Susilo, pemerintah siap menghadapi pertanyaan yang akan dilontarkan Panitia Kerja Sukhoi di Komisi I DPR. Masyarakat luas pun dianggap perlu mengetahui masalah kontroversial tersebut. "Prosedur pembelian hanya satu bagian. Konsepnya yang harus dipahami," kata Susilo, di sela-sela acara "Indonesian International Regional Investment Forum" (IIRIF) 2003 di Jakarta Convention Center, Jakarta.
Sebenarnya, pantaslah jika kuping Rini Soewandi memerah. Kini, seluruh telunjuk mengarah terhadap Rini karena ia-lah yang mengkoordinir pembelian Su-27SK, Su-30MK, dan Mi-35 dan mendalami transaksi awal senilai US$ 190 juta dari kontrak total yang diperkirakan bernilai Rp 1,7 triliun itu. Komoditi yang diperdagangkan dalam imbal dagang dari Indonesia ada 30 jenis. Di antaranya minyak kelapa sawit mentah (CPO), karet dan produk karet, biji kakao dan produknya, barang elektronika, tekstil dan produk tekstil (TPT), serta rempah-rempah [baca: Ada Apa dengan Sukhoi?].
Panja Sukhoi juga bertekad "memburu" mantan petinggi Astra itu. "Ya kalau memang itu kebijakan Presiden, terbuka dong. Tapi nggak sampai ke situ, kita kejar bawahan-bawahannya. Kalau Presiden turun ke bawah, terus ya nggak mungkin," kata Ketua Panja Sukhoi Ibrahim Ambong. Pendapat Ibrahim dilaporkan mendapat dukungan penuh dari anggota Panja lain.
Sejauh ini, Panja Sukhoi sudah memanggil sejumlah pejabat dan pengusaha terkait. Siang tadi, Iman Sugema, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) dan Direktur Utama Bank Umum Koperasi Indonesia (Bukopin) Sofyan Basir dipanggil ke Gedung Dewan [baca: Dirut Bukopin Memenuhi Panggilan Panja Sukhoi]. Sayang, belum jelas benar hasil pertemuan yang berlangsung tertutup itu.
Keganjilan pembelian pesawat buatan Rusia juga mengundang perhatian publik. Ketua Umum Partai Indonesia Baru Sjahrir menilai keputusan Presiden membeli Sukhoi tak sekadar kesalahan prosedur, tapi sudah melanggar Undang-Undang Dasar 1945 Bab 8 Pasal 23 ayat 1 tentang UU Pengelolaan Keuangan Negara. Sjahrir berpendapat, meski dibeli dengan imbal dagang, hal itu tetap salah karena mengindikasikan niat pemerintah mencampuradukkan kegiatan bisnis dengan aktivitas politik. Apalagi, peralatan tempur tersebut dibeli melalui Badan Urusan Logistik sebagai lembaga perantara. &quotKalau suatu pemerintahan sudah menerabas UUD [`45], maka ia sudah menjatuhkan legitimasinya sendiri ke titik nol. Inilah yang terjadi,&quot tegas Sjahrir.(KEN/Tim Liputan 6 SCTV)
Sebelum jual beli tersebut, Rini mengaku telah berdiskusi dengan Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Chappy Hakim. Sebab itulah, Rini berpendapat, tidak ada satu pihak pun yang merasa dilangkahi. "Perlu diingat, semua menteri itu adalah pembantu Presiden, apakah itu bapak menteri atau ibu menteri, sehingga setiap keputusan Presiden pasti diketahui semua menteri," lanjut Menperindag, sengit. Pemerintah pun memerlukan Sukhoi karena Indonesia berhak membeli peralatan untuk mempertahankan negara, sesuai dengan azas politik bebas dan aktif. "Azas ini memberikan kebebasan kepada Indonesia untuk mempertahankan bangsanya dari berbagai kemungkinan," tegas dia.
Di tempat terpisah, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono membenarkan pertemuan yang digelar Presiden, kemarin, adalah untuk membahas soal pembelian pesawat Sukhoi dari Rusia. Menurut Susilo, pemerintah siap menghadapi pertanyaan yang akan dilontarkan Panitia Kerja Sukhoi di Komisi I DPR. Masyarakat luas pun dianggap perlu mengetahui masalah kontroversial tersebut. "Prosedur pembelian hanya satu bagian. Konsepnya yang harus dipahami," kata Susilo, di sela-sela acara "Indonesian International Regional Investment Forum" (IIRIF) 2003 di Jakarta Convention Center, Jakarta.
Sebenarnya, pantaslah jika kuping Rini Soewandi memerah. Kini, seluruh telunjuk mengarah terhadap Rini karena ia-lah yang mengkoordinir pembelian Su-27SK, Su-30MK, dan Mi-35 dan mendalami transaksi awal senilai US$ 190 juta dari kontrak total yang diperkirakan bernilai Rp 1,7 triliun itu. Komoditi yang diperdagangkan dalam imbal dagang dari Indonesia ada 30 jenis. Di antaranya minyak kelapa sawit mentah (CPO), karet dan produk karet, biji kakao dan produknya, barang elektronika, tekstil dan produk tekstil (TPT), serta rempah-rempah [baca: Ada Apa dengan Sukhoi?].
Panja Sukhoi juga bertekad "memburu" mantan petinggi Astra itu. "Ya kalau memang itu kebijakan Presiden, terbuka dong. Tapi nggak sampai ke situ, kita kejar bawahan-bawahannya. Kalau Presiden turun ke bawah, terus ya nggak mungkin," kata Ketua Panja Sukhoi Ibrahim Ambong. Pendapat Ibrahim dilaporkan mendapat dukungan penuh dari anggota Panja lain.
Sejauh ini, Panja Sukhoi sudah memanggil sejumlah pejabat dan pengusaha terkait. Siang tadi, Iman Sugema, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) dan Direktur Utama Bank Umum Koperasi Indonesia (Bukopin) Sofyan Basir dipanggil ke Gedung Dewan [baca: Dirut Bukopin Memenuhi Panggilan Panja Sukhoi]. Sayang, belum jelas benar hasil pertemuan yang berlangsung tertutup itu.
Keganjilan pembelian pesawat buatan Rusia juga mengundang perhatian publik. Ketua Umum Partai Indonesia Baru Sjahrir menilai keputusan Presiden membeli Sukhoi tak sekadar kesalahan prosedur, tapi sudah melanggar Undang-Undang Dasar 1945 Bab 8 Pasal 23 ayat 1 tentang UU Pengelolaan Keuangan Negara. Sjahrir berpendapat, meski dibeli dengan imbal dagang, hal itu tetap salah karena mengindikasikan niat pemerintah mencampuradukkan kegiatan bisnis dengan aktivitas politik. Apalagi, peralatan tempur tersebut dibeli melalui Badan Urusan Logistik sebagai lembaga perantara. &quotKalau suatu pemerintahan sudah menerabas UUD [`45], maka ia sudah menjatuhkan legitimasinya sendiri ke titik nol. Inilah yang terjadi,&quot tegas Sjahrir.(KEN/Tim Liputan 6 SCTV)