Liputan6.com, Jakarta Jalan hidup memang tak ada yang tahu. Meski sejak kecil sudah menancapkan cita-cita, hasilnya belum tentu sama saat mulai memasuki dunia kerja. Hal itu pula yang dialami Donny Yoesgiantoro, Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) periode 2022-2026, sebuah lembaga yang masih jarang terdengar di telinga publik.
Lahir pada 16 April 1967 di Semarang, Jawa Tengah, Donny menyelesaikan Pendidikan SMP dan SMA di Pangudi Luhur Semarang. Di sekolah ini pula Donny mulai mencintai dunia musik dan bergabung dengan grup vokal di sekolahnya. Tak hanya mendalami olah vokal, Donny juga terus mengasah kemampuannya bermain gitar.
Advertisement
Baca Juga
Ketika itu Donny memang ingin menjadi musisi. Alasannya sederhana, menjadi musisi itu bisa mengekspresikan isi hati serta akan memiliki banyak penggemar. Namun, pengemar berat grup band Oasis asal Inggris ini memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di di Fakultas Teknik Mesin Universitas Trisakti.
Advertisement
Lulus dari Trisakti pada 1990, Donny meraih gelar Magister Manajemen dari Universitas Atma Jaya (1996) dan meraih gelar Master of Public Administration dari Lee Kuan Yew School of Public Policy-National University of Singapore (2008). Tahun 2012 dia menuntaskan Pendidikan S3 pada Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia.
Donny memang tak main-main soal pendidikan. Dibesarkan dari ayah yang anggota militer dan ibu seorang guru, menjadikan pendidikan sebagai hal paling penting yang harus diraih Donny. Tak masalah punya hobi, tapi pendidikan tetap nomor satu, demikian pesan kedua orangtuanya.
Terbukti, setelah menyelesaikan pendidikannya, banyak hal bisa diraih Donny yang dikenal sebagai associate professor di bidang Kebijakan publik, energi dan lingkungan di Universitas Pertahanan, di mana dia menjadi dosen tetap di kampus ini.
Pengalaman Donny di bidang energi dan lingkungan sudah cukup banyak, seperti menjadi Ketua Umum Perhimpunan Cendekiawan Lingkungan Indonesia periode 2011-2015, Ketua Komite Tetap Bidang Lingkungan dan Pengelolaan Limbah Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia 2015-2021, dan Kepala Pusat Kajian Ketahanan Energi Unhan 2017-2022.
Kemampuan ayah 4 orang anak ini semakin diperkuat dengan berbagai pengalaman di bidang kebijakan publik, seperti menjadi Ketua Komite Bilateral Kadin Indonesia untuk Negara-negara Nordik (2012-2015), Dosen Luar Biasa Program Doktor Ilmu Administrasi Publik Universitas Diponegoro (2014-2016), dan Dosen Program Magister Sekolah Kajian Stratejik Global Universitas Indonesia.
Sebagai lulusan yang menyandang predikat Dengan Pujian pada Program Pendidikan Singkat Lemhannas Angkatan XIX, Donny juga aktif di bidang Hubungan Antar-Lembaga Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas sejak 2013.
Kini Donny memimpin sebuah lembaga yang sangat dekat dengan keahliannya di bidang kebijakan publik, yaitu Komisi Informasi Pusat. Lantas, apa saja gebrakan yang sudah dan akan dilakukan Donny di KIP?
Berikut petikan wawancara Sheila Octarina dengan Donny Yoesgiantoro dalam program Bincang Liputan6.
Kalah Populer dari Kartu Indonesia Pintar
Komisi Informasi Pusat itu Lembaga seperti apa?
Komisi Informasi Pusat itu dulu orang sering menyebutnya KIP. KIP ini kan kalah saing karena ada KIP yang lain lebih popular, namanya Kartu Indonesia Pintar. Jadi saya selalu mengatakan bahwa jangan menyebut KIP, sebutlah menjadi KI Pusat, KI Pusat itu Komisi Informasi Pusat.
Jadi ada KIP ada KID, Komisi Informasi Daerah, karena kita ini punya juga di 34 provinsi dan lima kabupaten kota. Jadi setiap provinsi di Indonesia itu ya, 34 provinsi belum termasuk pemekaran, provinsi yang pemekaran, ada namanya Komisi Informasi.
Selain itu ada yang di kabupaten dan di kota. Ada di satu kota di Cirebon dan ada di 4 kabupaten, ada di Bulukumba, ada di Kabupaten Cirebon, Sumenep dan di Kabupaten Bangkalan.
Jadi kalau mereka itu KID, kalau kita KIP, KIP itu KI Pusat. Kalau mereka KI Daerah. Jadi jangan disebut KIP karena kalau KIP itu kadang-kadang misleading. Undang-undangnya namanya KIP, badannya namanya KIP. Undang-undangnya namanya Keterbukaan Informasi Publik, kemudian lembaganya namanya KIP.
Kemudian dia itu ada juga KID, Komisi Informasi Daerah, ada di 34 provinsi dan ada yang di kabupaten dan di kota. Ada di satu kota di Cirebon dan ada di 4 kabupaten, ada di Bulukumba, ada di Kabupaten Cirebon, Sumenep dan di Kabupaten Bangkalan.
Kalau tugas dari KI Pusat apa saja?
Menurut Undang-Undang 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, tugasnya itu hanya dua. Pertama, membuat standar layanan informasi publik kepada badan publik. Kita membuat standar layanannya, kemudian kita berikan kepada badan publik dan kita monitoring dan kita evaluasi.
Kemudian tugasnya badan publik apa? Dengan standar layanan informasi publik yang kita berikan kepada badan publik, badan publik itu harus memberikan kepada publik. Jadi memberikan kepada publik itu bisa sifatnya proaktif dan responsif.
Responsif itu kalau ada permohonan informasi dari publik, kalau publik tidak ada permohonan informasi, badan publiknya harus proaktif. Karena sesuai dengan tugas badan publik yang memberikan informasi publik kepada masyarakat.
Yang kedua adalah menyelesaikan sengketa informasi publik. Jadi kalau publik sudah memohonkan informasi, minta informasi kepada badan publik, badan publiknya itu setengah hati tidak memberikan, memberikan tapi setengah hati, atau tidak menanggapi sama sekali.
Kalau publiknya tidak berkenan dia bisa meregistrasi ke lembaga kami, ke Komisi Informasi. Komisi Informasi baik di pusat maupun di daerah berdasarkan undang-undang itu punya wewenang untuk memanggil badan publik dan publik yang melaporkan ke kami.
Jadi harus ada laporan dulu?
Ya kita kan tidak bisa bergerak kalau tidak ada laporan. Dan laporan itu nanti kita registrasi, dari registrasi itu kami melihat dulu, kami kan hanya harus melihat apa yang dilaporkan itu apakah betul itu sengketa publik, informasi publik, sengketa informasi publik atau tidak, permohonan informasi publik atau tidak.
Bisa juga publik itu kadang-kadang tidak mohon, bukan permohonan, tapi pengaduan. Saya bilang kalau pengaduan jangan ke Komisi Informasi, ke komisi yang lain kalau pengaduan. Itu namanya kewenangan absolut, ada di undang-undang kita.
Kewenangan absolut itu benar-benar kita memastikan itu adalah permohonan publik yang tidak digubris oleh badan publik sehingga menghasilkan sengketa publik. Jadi artinya kita jangan menyelesaikan masalah yang salah.
Yang kedua kewenangan relatif. Kewenangan relatif itu apakah ini betul-betul, kalau absolut kan memastikan tadi, memastikan informasi ini benar-benar publik atau tidak. Kalau kewenangan relatif itu, ini wewenangnya di KI Pusat atau di KI Daerah.
Jadi kadang-kadang ada orang daerah karena di daerah itu dia tidak puas dengan, dia sudah register ke KI Daerah, tapi KI Daerah mengatakan bahwa itu diselesaikan saja di pusat karena badan publiknya itu badan publik pusat, kan ada badan publik yang sifatnya vertikal dan horizontal. Misalnya Pertamina, itu ada di kantor pusat, tetapi di daerah kan ada juga, PLN juga ada serta Badan Usaha Milik Negara lainnya.
Apa saja bentuk sengketa informasi publik yang biasanya diselesaikan KI Pusat?
Banyak, banyak sekali. Contohnya begini, kalau ada orang mau membangun SPBU katakanlah. Masyarakat tiba-tiba kok di daerah saya mau bikin SPBU, masyarakat itu boleh minta ke Pertamina dokumen Amdal-nya ada enggak? Karena di situ nanti akan ada tangki timbun yang dia akan menimbun bahan bakar, jangan sampai nanti kalau kebakar itu luas dampak meledaknya.
Publik bisa mengatakan, mana dokumennya, ada enggak? Kalau misalnya nanti Pertamina mengatakan dokumen itu bukan dokumen terbuka, dokumen tertutup, enggak bisa gitu, tapi kami tidak boleh masuk dulu.
Kalau dia mengatakan tertutup padahal itu terbuka, itu salah, karena kami tadi kan sudah memberikan standar layanan informasi publik kepada badan publik, ini yang informasi terbuka mana, yang tertutup mana. Yang tertutup ada uji konsekuensi, kurang lebihnya begitu. Itu contoh yang paling gampanglah.
Jadi bisa ditanyakan permohonan informasi informasi itu, ada dokumen Amdal-nya enggak? Ada dokumen izin-izin yang lain enggak? Kan harus ada izin dari masyarakat? Saya sebagai masyarakat yang dekat kok enggak pernah diminta tanda tangannya ya? Oh tanda tangannya sudah terpenuhi dari 10, kan biasanya ada beberapa perwakilan saja, tidak setiap masyarakat kan diminta? Misalnya begitu.
Â
Â
Advertisement
BUMN Menyumbang Badan Publik Tak Informatif Paling Banyak
Akhir tahun lalu Bapak mengatakan KI Pusat bakal melaporkan 160 badan publik yang dinilai kurang informatif dan tidak informatif ke Presiden Prabowo. Apakah sudah dilaporkan atau belum, Pak?
Kita membuat standar layanan informasi publik supaya badan publik memberikan, menyampaikan informasi kepada publik baik secara proaktif maupun responsif. Proaktif itu ada informasi berkala, berkala itu informasi mengenai anggaran, mengenai program pemerintah, kemudian mengenai profil dari badan publiknya harus disampaikan.
Publik harus bisa melihat profilnya seperti ini, program kerjanya ini, laporan anggarannya seperti ini. Kalau publik ingin lebih tahu detail ada namanya informasi setiap saat. Informasi setiap saat itu tidak diumumkan tapi ada. Kenapa tidak diumumkan ada, karena biasanya dokumennya tebal, yang diumumkan yang executive summary-nya saja.
Yang penting masyarakat ada nama direksinya ini, nama menterinya ini. Apalagi sekarang kan wamennya banyak banget. Kita juga kadang-kadang enggak tahu wamennya siapa. Oh ternyata wamennya satu kampung sama saya, kadang-kadang enggak tahu orang itu wamennya satu kampung atau tidak, harus dilihat itu di badan publik.
Kemudian ada juga informasi yang dikecualikan, yang tidak boleh dibuka. Informasi-informasi ini kita monitoring dan kita evaluasi setiap tahun. Jadi misalnya badan publik itu menurut catatan kita ada 372 tahun 2023 yang kita harus monitoring, tahun 2024 kemarin turun jadi 369, karena ada 3 yang dihilangkan atau dijadikan satu.
Beberapa perkembangan itu kan harus di badan publik, kadang-kadang ditambah, kadang-kadang dikurang ya, ada yang diganti namanya gitu kan. Dulu Kementerian Hukum dan HAM, Kemenkumham, sekarang ada Menteri Hak Asasi Manusia, ada Menteri Imigrasi dan Lembaga Pemasyarakatan dan sebagainya.
Setiap tahun kita lihat itu kemudian kita monitoring, kita evaluasi, dari 372 tahun 2023 yang informatif itu 122 badan publik, yang tidak informatif ada 147. Yang di tengah itu menuju informatif, cukup, kurang.
Kalau hasil monev tahun lalu?
Tahun 2024 kemarin berarti kami mengukur dari Januari sampai dengan September-Oktober lah. Yang naik yang informatif jadi 139, yang tidak informatif dari 147 turun jadi 139. Nah, ini nanti kita laporkan kepada Presiden, kita laporkan juga kepada menteri.
Yang perlu dicatat, dari yang tidak informatif tahun 2024 itu yang banyak kontribusinya tidak informatif itu BUMN. Jadi Menteri BUMN seharusnya tahu, ini sumbangan terbesar badan publik tidak informatif itu dari Kementerian BUMN. Kedua PTN, perguruan tinggi negeri,
Jadi kami berkirim surat kepada Presiden dan kami laporkan, ya tolong dong ditegur dong gitu. Selain itu juga kami berkoordinasi dengan Menteri PAN-RB, PAN-RB itu Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi. Kami juga mengatakan, tolong dong harus ada meritokrasi, ada reward and punishment.
Kami sudah berkoordinasi dengan Menteri PAN-RB, mereka nanti dimasukkan kepada tukin, tukin itu tunjangan kinerja, jadi harusnya begitu anggarannya. Kalau yang informatif, tambahin dong anggarannya. Anggarannya harus turun juga di yang namanya PPID, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi gitu ya.
Jadi masing-masing badan publik itu ada PPID-nya. Jadi badan publik itu tujuh kategorinya, tadi kita mulai dari yang tidak informatif, BUMN, PTN gitu ya, yang ketiga itu ada kementerian, ada lembaga pemerintah non-kementerian. Kemudian ada lembaga non-struktural, lembaga non-struktural itu seperti KPK, KPU.
Kami ini lembaga non-struktural, ada KPI, ada Dewan Pers itu lembaga non-struktural, kemudian ada pemerintah provinsi, kemudian ada partai politik, jadi ada tujuh.
Badan publik yang termasuk kategori tidak informatif itu yang bagaimana, Pak?
Tidak informatif itu begini, kan kita pada waktu melakukan monev, monitoring dan evaluasi kita sebarkan kuesioner. Begitu kita sebarkan kuesioner, harusnya kuesioner kan diisi. Kuesioner itu namanya SAQ, Self-Assessment Questionnaire, kuesioner penilaian diri.
Jadi di situ kita lihat sarana prasarana kamu itu seperti apa? Kan harus ada sarana prasarana, kantornya seperti apa, ada kantornya tapi ada orangnya enggak? Ada kantornya enggak ada orangnya, itu namanya kan kantor hantu ya? Jadi ada kantornya enggak ada orangnya, horor juga nanti.
Jadi ada kantor ada orangnya, orangnya itu namanya PPID tadi, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi. Ada sarana prasarananya, prasarananya PPID-nya itu sudah mengerti tidak, sudah mengerti tidak bahwa yang disampaikan itu jenis informasinya apa? Jadi ada sarana prasarana, jenis informasi, kualitas informasinya juga seperti apa ya.
Kualitas informasi itu jangan diberikan informasi yang susah diakses oleh publik. Publik di satu daerah enggak mengenal TikTok, informasinya lewat TikTok kan susah ya kan? Hal-hal kayak gitu harus diperhatikan itu, ya kita nilai semua itu.
Jadi kita nilai semua, yang tadi pertanyaan yang tidak informatif, sudah kita kasih formulirnya enggak dikasih feedback. Begitu diumumkan kemudian ada, saya enggak usah menyebut lembaga, lembaganya cukup terkenal, mereka langsung kebakaran jenggot. Lho Pak, saya kok tidak informatif? Saya kan ngasih ini, saya isi semua.
Diisi tapi buktinya enggak ada, kita kan lihat betul ya kan? Saya punya laporan LHKPN, LHKPN gimana? Lihat di situs KPK, misalnya. Lho ini kok kita diminta untuk lihat KPK lagi, harusnya juga sampaikan LHKPN itu, contohnya seperti itu.
Itu yang tidak informatif nilainya biasanya di bawah 50. Jadi kita akan nilai itu. Kita nilai betul dan kita melibatkan beberapa ahli. Biasanya kita melibatkan pentahelix, ada akademisi, ada pelaku usaha, ada birokrasi, ada wartawan dan ada masyarakat, tokoh masyarakat.
Bisa dicontohkan kategori informasi tertutup itu seperti apa, Pak?
Contohnya begini, kalau informasi tertutup itu jadi ada beberapa informasi yang tertutup yang bisa jadi terbuka. Tadinya tertutup tapi setelah dilaporkan oleh publik kepada kami, kita panggil publik, kita sidang, kita ada sidang, ruang sidang, ada majelis komisioner juga.
Setelah kita melewati ajudikasi non-litigasi, biasanya kalau badan publik ada badan publik atau publik, kita tanya dulu badan publiknya. Eh ini ada laporan ini dia minta informasi, informasinya terbuka atau tertutup? Kita tanya begitu. Terbuka, Pak.
Kalau terbuka sudah mediasi saja, kita dorong mediasi. Makanya ada namanya penyelesaian sengketa informasi itu bisa lewat dua jalan. Lewat mediasi, kalau mediasi sudah oke masuk ke sidang lagi, bacakan putusan, putusan mediasi namanya.
Kalau dia bilang tertutup, nanti dulu kalau dinilai tertutup, pemeriksaan tertutup dulu deh. Kok kamu menutup gitu, kan kita nanyanya begitu. Apa yang ditutup? Oh kalau kita buka banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Ya coba deh cerita dulu, kita lihat nanti.
Â
Belum Independen, KI Pusat Masih di Bawah Komdigi
Berkaca pada pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024, dari hasil monev KI Pusat apakah ada keterbukaan informasi dari KPU dan Bawaslu?
Jadi begini, waktu tahun 2023, KPU kami beri peringkat pertama pada waktu monev. Saya waktu itu dengan Mbak Titi Anggraini dari Perludem juga ditanya, Bapak itu kok ngasih KPU itu informatif, padahal kelakuannya kayak gitu?
Saya bilang begini, Mbak ini ibaratnya dosen, murid itu pintar, tapi setelah jadi insinyur setelah jadi doktorandus dia itu berperkara atau dia itu asusila dan sebagainya, itu kan dosennya enggak boleh disalahin dong, saya bilang begitu.
Artinya, saya itu sudah lihat dari Self-Assessment Questionnaire tadi, wah canggih betul dia, isinya bagus semua, kita lihat bagus semua, terus gimana? Kita kasih dong nilai 100, itu 80%. Pada waktu kita uji publik, eh Ketua KPU-nya datang. Sama saya kan kenal dekat.
Dia datang dan presentasinya bagus, ya kasih nilai bagus juga gitu kan. Seperti mahasiswa dikasih ujian nilainya bagus, wawancara bagus, setelah jadi insinyur, setelah jadi dokter keluar dia kena asusila, lah masa dosennya disalahkan, kan enggak boleh begitu dong, ya kan?
Saya mengatakan kita ini hanya melihat kalau mobil itu ada STNK-nya, ada BPKB-nya, BPKB-nya tidak kedaluwarsa. Kemudian ada SIM, STNK dan BPKB, kemudian dia itu tidak pernah ada asuransinya, kalau naik motor itu ada pentilnya. Kalau semuanya sudah bagus, ya sudah. Tapi begitu kita lihat motornya itu untuk nyopet, masa kita salah?
Itu bukan wilayah KI Pusat lagi?
Itu urusan lembaga lain. Jadi kita ini di Indonesia jangan ada lembaga yang superbody, harus ada sendiri-sendiri begitu. Itu urusan polisi, lembaga kepolisian kalau nyopet.
Kalau hubungan KI Pusat dengan lembaga atau organisasi pers bagaimana?
Satu, dia sama-sama lembaga non-structural, seperti Dewan Pers, dan Dewan Pers itu sama-sama koordinasinya di Kementerian Komdigi. Jadi ada di Komdigi karena kami belum independen, belum total independen, seperti KPU kan dia independen. Kalau kami kan masih ke Komdigi karena sekretaris kami itu masih eselon II.
Jadi gampang melihat lembaga non-struktural itu, dia itu sudah mandiri atau tidak lihat sekjennya, kalau sekjennya eselon satu berarti dia sudah mandiri. Seperti KPU, KPK, Bawaslu dan dia punya anggaran sendiri. Kalau anggaran kami dikasih anggaran, tapi harus koordinasi dengan Komdigi.
Soal Dewan Pers, kami juga mengatakan kepada Dewan Pers, kan ada beberapa organisasi wartawan, ada Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), ada AJI gitu kan, urusannya kan ke wartawan. Kami mengatakan bahwa kalau kami, informasi-informasi itu tidak harus dibuka semuanya, ada informasi yang memang boleh ditutup di undang-undang kami.
Kalau undang-undangnya mungkin Undang-Undang Pers, kami tidak mau masuk ke sana, dia akan mengatakan jangan dihalang-halangi dong kalau wartawan itu mau cari berita, ya silakan saja. Tapi di undang-undang kami boleh dikecualikan walaupun sifatnya ketat dan terbatas.
Kita biasanya dengan AJI, dengan Dewan Pers dan PWI sudah membuat MoU. Kami mengatakan kami ada beberapa kerja sama dengan mereka bagaimana kalau misalnya wartawan ingin mengajukan permohonan informasi, boleh juga. Jadi wartawan sebagai pribadi maupun sebagai institusi boleh.
Kalau yang meminta informasi publik itu adalah person, misalnya seorang karyawan, apakah itu juga dibolehkan?
Boleh. Jadi seperti kami pernah menyelesaikan, ini kebetulan kasusnya sudah selesai, ada dosen bersengketa dengan universitasnya. Jadi katakanlah seorang dosen universitas, ini negeri ya karena PTN, kita tidak boleh masuk di PTS, perguruan tinggi swasta enggak boleh.
Misalnya dosen UI atau dosen Gadjah Mada atau dosen Undip dia merasa jenjang jabatan akademisnya itu enggak naik-naik. Dia nberpikir, kalau enggak naik-naik jabatan ini jangan-jangan saya dimainkan di level dekanat, dekannya. Dia boleh minta permohonan, tolong dong saya minta dokumen penilaian jenjang jabatan akademis, kok saya enggak naik-naik.
Begitu dikasih dibilang pula, kamu enggak naik jabatan karena penilaiannya jelek. Lho, saya pengen dong siapa yang menilai saya jelek? Enggak boleh gitu kan, itu kan masuk ke ranah pribadi kan enggak boleh dibuka. Kalau dibuka nanti diancam lagi yang menilai, itu ada seperti itu.
Jadi akhirnya kita mediasi, mediasinya gagal. Karena mediasi gagal kita masukkan lagi ke ajudikasi non-litigasi. Jadi boleh karyawan meminta informasi publik, kalau karyawan SCTV enggak bisa karena SCTV swasta. Tapi kalau di RRI, TVRI boleh karena dia pakai APBN. Kalau swasta kan duitnya sendiri.
Bagaimana cara KI Pusat merangkul Generasi Millenial dan Gen-Z untuk juga ikut mengawasi keterbukaan informasi ini?
Strateginya ya saya dekatin dulu Menteri Pemuda dan Olahraga, itu kan termasuk Gen-Z juga dia. Badannya gede, besar, tinggi besar, tetapi termasuk Milenial kan? Kita sangat akrab dan Kemenpora kemarin nomor satu.
Ya kita lakukan pendekatan, mereka bagus juga karena apa? Karena sesmennya juga bagus, sesmennya itu orang lama dan menterinya manut sama sesmen. Ini penting karena kadang-kadang pimpinan badan publik itu dia mengatakan kadang-kadang gini, itu enggak penting itu keterbukaan informasi.
Sehebat apa pun sesmen kalau menterinya sudah ngomong begitu susah. Nah ini kebetulan koordinasinya bagus, bagus sekali, komunikasinya bagus. Dari kepala bironya, kepala biro biasanya PPID dari Pejabat Pengelola Informasi Dokumentasi.
Atasan PPID itu pejabat administratif tertinggi di kementerian, biasanya sekjen, bisa sekjen, sestama, corporate secretary, pimpinan badan publik, atasan, atasan PPID, pimpinan badan publik, ini semuanya bagus. Nah, kita dekatin saja lewat itu karena Milenial tadi. Kita sering ada event-event dengan Pak Menteri, Pak Menterinya anak muda.
Kedua, kita cari lagi mana ini yang kira-kira anak-anak muda yang suka. Kemudian kita dengan Pak Sandiaga Uno, Menteri Pariwisata. Jadi itu adalah strategi kita, karena apa? Karena kita enggak bisa langsung, lihat saja undang-undang kita, membuat standar pelayanan informasi publik, menyelesaikan sengketa informasi publik.
Jadi kita ke publiknya lewat badan publik. Jadi seperti tadi saya sampaikan, walaupun guyon Komisi Informasi Pusat itu tidak dikenal KIP ya, KI Pusat, lebih dikenal Kartu Indonesia Pintar betul, karena apa? Karena banyak masyarakat yang belum kenal Komisi Informasi karena tidak pernah dilakukan literasi.
Ada literasi digital, ada literasi, ada rasio elektrifikasi. Tapi literasi keterbukaan informasi publik di masyarakat tidak ada, yang ada adalah literasi indeks keterbukaan informasi publik, itu yang disasar selalu di badan publik, pemerintah provinsi.
Saya itu tidak tahu publik yang sudah terliterasi itu enggak tahu. Berapa persen publik yang sudah tahu keterbukaan informasi publik tidak pernah tahu, ini yang menjadi PR pemerintah sebenarnya.
Ini yang harus pemerintah lihat bahwa publik itu harus dicerahkan juga. Ada keterbukaan informasi publik, ada lembaga yang namanya Komisi Informasi Pusat atau KI Pusat, dia punya di daerah juga, ada undang-undangnya, ada peraturan pemerintahnya.
Â
Advertisement
Perpaduan Disiplin Tentara dan Guru
Ayah Bapak merupakan perwira militer, berarti sejak kecil sudah mendapat didikan yang keras ya, Pak?
Jadi Bapak saya itu dulu polisi militer, pangkatnya mayor. Saya itu berdua bersaudara, kakak saya 12 tahun di atas saya dan kami tinggal di kawasan the bronx. Daerah the bronx itu gampang ciri khasnya, dekat stasiun atau dekat pelabuhan itu pasti daerahnya the bronx, kalau enggak dekat stasiun, dekat pelabuhan.
Jadi cerita-cerita orang-orang di situ begini, kakak kamu itu dulu kalau berantem, anak sama bapaknya dipanggil sama bapak kamu. Terus akan ditanyakan siapa yang salah. Siapa yang salah akan ditempeleng oleh ayahnya sendiri. Jadi dulu itu memang militeristik.
Tapi di lain sisi, bapak saya mengajarkan disiplin. Disiplinnya itu ketat, kemudian jaga perilaku ya, kemudian kalau berantem jangan mundur, waktu itu kita boncos-boncoslah gitu kan, tapi gentleman.
Jadi saya kadang-kadang pulang, dari mana? Berantem, Pak? Menang atau kalah? Tidak ada menang atau kalah, tapi ya begini. Bagus, tapi enggak boleh ya, enggak boleh dendam. Hal-hal kayak itu membekas sampai sekarang.
Kalau didikan dari ibu yang seorang guru bagaimana?
Ibu saya guru. Dia selalu menekankan kamu harus nyekolahin anak-anakmu sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Pada waktu itu saya juga ngomong, kan ada juga orang-orang yang enggak lulus SD tapi kaya raya. Itu 1% itu, enggak ada 1% dari total, katanya begitu.
Ini perpaduan yang bagus, satu disiplin dan saya sekolah di SMA juga disiplin. SMA saya itu SMA yang masuk kelas berbaris dulu. Kemudian kalau nanti berantem ketahuan kepala sekolahnya, diadu pakai sarung tinju juga. Jadi kita diadu pakai sarung tinju, setelah itu salaman dan tidak boleh di luar berantem lagi. Kalau sampai di luar berantem lagi kita dikeluarkan, tanda tangan, dikeluarkan dari sekolah.
Jadi dari kecil kita memang terbentuk disiplin, kemudian pendidikan. Dan alhamdulillah saya juga mengajarkan itu kepada anak-anak saya. Kakak saya juga anak-anaknya sekarang sudah S3 semua, anak saya S2 semua, yang kecil belum, karena yang kecil masih 12 tahun.
Kurang lebihnya begitu, jadi ini perpaduan yang baguslah. Sampai sekarang saya selalu menanamkan kepada anak-anak saya, walaupun saya dulu berasal dari daerah the bronx tadi, tapi anak-anak saya itu dari kelas 4 SD, anak saya 4, 3 laki-laki. Saya punya cita-cita setinggi langit karena ibu saya bilang gantungkan cita-cita setinggi langit.
Anak saya ini bukan apa-apa, dari kelas 4 SD sudah di luar. Yang nomor 1 dan nomor 2 SMP sudah di luar dan mereka sekarang sudah lulus semua S1 dan S2 dan mereka sudah bekerja kecuali yang paling kecil cewek.
Lantas, dari mana munculnya bakat menyanyi dan bermain musik?
Mungkin saya ingat-ingat ya, mungkin waktu kecil saya sering dininabobokkan sambil lihat bintang-bintang di langit. Seingat saya waktu kecil mungkin, umur 1 tahun, digendong itu umur 1 tahun mungkin, masih digendong-gendong gitu ya.
Saya ingat, saya itu selalu kalau tidur dininabobokkan sambil dinyanyikan. Jadi kakak saya sama saya itu walaupun bukan penyanyi tetapi senang menyanyi. Walaupun saya selalu diingatkan sama teman saya, semua orang itu punya talenta menyanyi, tapi tidak semua orang punya kemampuan untuk mendengar.
Makanya saya mengatakan ya saya itu senang menyanyi walaupun saya bukan penyanyi. Dan saya di institusi saya selalu kalau ada acara-acara nyanyi, karena biasanya orang yang nyanyi itu luwes. Jadi kalau disuruh nyanyi enggak mau kemudian disuruh baca puisi enggak mau, wah ini orangnya pasti tertutup. Kalau tertutup, kaku gini berarti banyak mengandung informasi yang dikecualikan, ha..ha..ha..
Jadi memang suka nyanyi, hobi juga dari kecil?
Ya, saya kebetulan main gitar juga. Dulu waktu di SMP saya itu ikut vocal grup kan. Kemudian di SMA saya ikut vocal group pemula dan utama, kemudian saya juga main band. Dulu kalau SMA, SMP, main band itu gagah, karena kita habis turun panggung ditunggu cewek-cewek itu.
Kalau boleh tahu, Bapak suka musik genre apa sih?
Kalau dulu zaman-zaman saya itu kan zamannya Ebiet G Ade gitu. Jadi saya sekarang kalau nyetel lagu di mobil lagunya Ebiet, lagunya D'Lloyd, anak-anak saya yang kecil, yang dia sukanya musik-musik Korea sekarang, K-Pop, terus Jepang.
Terus anak saya yang berumur 30, 31, musiknya lain lagi. Saya yang 50 sekian mendekati kepala 6 itu lain lagi. Jadi dia bilang begini, please Pap jangan nyetel musik gitu deh, kalau musik itu pakai earphone saja.
Saya kan memang senangnya lagu-lagunya Obbie Messakh, Kisah Kasih di Sekolah, misalnya gitu kan? Terus banyaklah, lagu Elegi, Esok Pagi lagunya Ebiet.
Terus kalau lagu lagu barat itu saya Coldplay masih sukalah. Don’t Look Back in Anger, misalnya kayak gitu-gitulah. Atau Jamaica Farewell, Edelweis, tapi lagu-lagu itu jarang.
Anak saya itu kalau misalnya kakaknya mau nikah nih, anak saya yang kecil itu kan umur 11 tahun, nyanyi dong! Pap, I don't want to sing your request, katanya. Karena saya minta Hey Jude, dia enggak mau karena katanya bukan lagu saya, walau dia bisa menyanyikan lagunya. Iwan Fals saya juga suka.
Â
Filosofi Permainan Catur
Bapak selain main gitar atau nyanyi juga suka catur katanya?
Sebenarnya catur itu kan olahraga otak, olahraga saya jogging, jadi saya jogging terus saya juga ngegym, saya jogging, saya berenang. Tapi saya suka catur itu karena apa? Karena catur itu olahraga yang untuk menghindari pikun katanya, karena dia berpikir.
Itu satu, yang kedua catur itu mengajarkan kita strategi jangka panjang. Saya itu pernah Mas Utut Adianto itu, pada waktu di Semarang saya sampai saya buat catur buta. Jadi Mas Ututnya hanya pakai formasi saja. Jadi dia dari 10 partai kalau enggak salah dia menang semua, satu remis.
Saya catur suka sekali, catur itu mengajarkan kepada kita bagaimana kita membuat suatu perencanaan, kan rencananya oh ini pion saya majukan, ada rencana di situ, ada strategi. Oh ya, kalau kita ini diserang sebelah kiri, kita harus mempertahankan, tetapi kita juga harus membalas serangan.
Itu banyak sekali permainan catur, termasuk kakak saya juga juara catur dulu. Dulu kakak saya itu juara catur dan dia menjadi birokrat lumayan lama juga. Jadi kalau saya tanya itu catur salah satu yang membuat dia jangka panjang, membiasakan berpikir jangka panjang.
Nah, sebagai Ketua KIP, apakah Bapak di dalam keluarga juga menerapkan keterbukaan informasi?
Nah itu yang agak susah, kita soalnya kalau di keluarga ya tergantung, tergantung hobi kita apa. Kalau hobi kita tidur, kalau hobi tidur kan kita pasti tidak mau diganggu, diganggu oleh istri. Kalau istrinya ngomel terus ditutup bantal itu masuk juga itu.
Artinya begini, saya hanya mengatakan bahwa pribadi-pribadi di keluarga itu juga harus dipahami. Seperti kami di Komisi Informasi Pusat, KI Pusat ini memahami juga badan publik, kami harus memahami itu.
Badan Intelijen Negara, BIN itu Dia memang harus banyak menutup informasi, jangan membuka informasi bahaya negara kita. Kementerian Pertahanan, Kejaksaan, Kepolisian, lembaga BSSN, Badan Siber dan Sandi Negara, termasuk dalam keluarga juga.
Dalam keluarga ini kita juga harus melihat, oh anak pertama kita ini terbuka, yang kedua setengah terbuka setengah tertutup, yang ketiga tertutup, misalnya begitu. Tapi kita harus memberikan pengertian kepada mereka, seperti kepada badan publik dan kepada masyarakat, bahwa dengan keterbukaan ini, dengan keterbukaan informasi ini memudahkan kita dalam merencanakan sesuatu. Merencanakan apa saja kalau terbuka kan enak informasinya iya kan?
Misalnya anak saya dia umur 31 sekarang, saya mau nikah nih. Ya kamu harus terbuka dong, calon kamu siapa? Kemudian ini siapa? Kalau enggak terbuka coba, kita kan susah. Ini nanti kamu nikah sama siapa, anaknya siapa kan? Kurang lebihnya begitu lah iya kan?
Jadi saya selalu menekankan bahwa keterbukaan informasi itu selalu harus dipahami, memudahkan kita dalam merencanakan, membuat suatu perencanaan, merencanakan itu tentunya terkait dengan apa yang mau kita hasilkan, apa yang mau kita capai dan apa yang mau kita ubah, itu saja. Jadi saya selalu menekankan itu di keluarga.
Â
Advertisement