Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada anggota Komisi I DPR Fraksi PDIP Yulius Setiarto karena pernyataannya menyinggung ketidaknetralan aparat kepolisian di Pilkada 2024 melalui "Partai Coklat".
Terkait hal itu, DPP PDIP melalui sekretaris jenderal, Hasto Kristiyanto justru mengecam keputusan MKD DPR tersebut.
Advertisement
“Kami memberikan dorongan kepada Saudara Yulius untuk tidak pernah berhenti, karena setiap anggota DPR punya kebebasan untuk bersuara, kebebasan, dan juga dilindungi hak imunitas, sehingga apa yang terjadi di MKD juga menunjukkan bagaimana hegemoni kekuasaan itu bekerja,” kata Hasto di Sekolah Partai Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (4/12/2024).
Advertisement
Dia menyayangkan langkah MKD DPR RI yang memberikan sanksi teguran kepada Yulius Setiarto tersebut.
Menurut Hasto, MKD seharusnya memberikan perlindungan bagi setiap anggota DPR RI, apapun fraksinya, ketika ia bekerja dalam menyuarakan kebenaran.
“Jadi kami akan memberikan advokasi, bahkan kalau perlu itu sidang juga harus dibuat supaya masyarakat bisa mengetahui,” jelas Hasto.
Sebelumnya, Istilah Partai Coklat merujuk pada dugaan keterlibatan aparat kepolisian dalam proses politik, khususnya Pilkada 2024.
Ketua MKD DPR RI Nazaruddin Dek Gam membacakan putusan itu dalam sidang musyawarah MKD di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/12/2024).
"Berdasarkan pertimbangan hukum dan etika, MKD memutuskan bahwa teradu Yth Yulius Setiarto, SH. MH No anggota A234 Fraksi PDIP terbukti melanggar kode etik dan diberikan sanksi teguran tertulis," kata Nazaruddin di ruang rapat MKD.
Putusan MKD Final dan Mengikat
Nazaruddin menyatakan putusan MKD tersebut bersifat final dan mengikat sejak dibacakan.
Yulius Setiarto dilaporkan ke MKD buntut pernyataannya melalui akun tiktok pribadinya yang menyinggung cawe-cawe polisi di Pilkada 2024.
Dalam penjelasannya, Yulius menyebut bahwa di unggahannya itu, dia meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengklarifikasi temuan Bocor Alus Politik yang dirilis Tempo.
Sebab, Bocor Alus Politik mengungkapkan sejumlah dugaan keterlibatan aparat kepolisian atau Partai Coklat di Pilkada 2024.
Diketahui, Yulius dilaporkan seorang warga asal Bekasi, Jawa Barat, Ali Lubis, terkait pernyataan yang diunggah Yulius melalui akun tiktoknya pada 25 November 2024 lalu.
Dalam video itu, Yulius menanggapi temuan Bocor Alus Politik yang dirilis Tempo mengenai dugaan keterlibatan aparat Polri di Pilkada 2024.
"Polisi secara aktif menggalang dukungan untuk memenangkan calon-calon yang didukung oleh Mulyono," kata Yulius dalam video yang diunggahnya.
Mulyono merupakan nama kecil dari Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Yulius berpendapat, pengerahan aparat untuk memenangkan kontestan tertentu merupakan pelanggaran serius yang dapat mengancam keutuhan negara.
Karena itu, dia meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam waktu 1x24 jam untuk mengklarifikasi temuan Bocor Alus Politik.
Advertisement
Pelapor Anggota DPR Fraksi Gerindra
Pelapor dalam kasus ini, Ali Hakim Lubis, adalah anggota DPR dari Fraksi Gerindra. Ali melaporkan Yulius ke MKD karena menilai pernyataan itu melanggar kode etik.
Klarifikasi awal dilakukan pada 2 Desember 2024, di mana Ali menyerahkan bukti berupa video unggahan Yulius Setiarto.
Ali mengeklaim laporan ini dilakukan sebagai warga negara biasa, bukan atas nama partai atau institusi tertentu. Namun, keterlibatan politisi dalam melaporkan sesama anggota legislatif memunculkan spekulasi adanya kepentingan politik.