Liputan6.com, Jakarta Dwi Ayu Darmawati (DAD), korban penganiayaan oleh anak pemilik Toko Roti Lindayes, George Sugama Halim (GSH), belum mendapatkan gaji.
Hal itu diungkapkan kuasa hukum Dwi Ayu, Jainudin, dalam rapat bersama Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (17/12/2024).
Advertisement
Baca Juga
"Terkait gaji ya. Gaji Ayu bulan Oktober belum dibayarkan ya," kata Jainudin.
Advertisement
Jainudin memberikan ultimatum kepada pemilik toko roti agar segera membayarkan gaji kliennya sebesar Rp2.100.000.
"Kepada pihak perusahaan ini, pemilik bos roti ini, tolong dibayarkan. Karena itu akan bisa menimbulkan perkara baru," ujar Jainudin.
Bahkan, lanjutnya, penundaan pembayaran gaji kerap terjadi. Bukan saja dialami Dwi Ayu, melainkan kepada karyawan lainnya toko roti itu.
"Ada beberapa karyawan yang lain. Tapi katanya kalau karyawan yang lain ada tundaan 3 bulan," ujar Jainudin.
Komisi III DPR menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kapolres Metro Jakarta Timur dan Dwi Ayu Darmawati, korban penganiayaan oleh anak bos toko roti di Cakung, Jakarta Timur.
Dwi yang hadir ditemani kuasa hukumnya diminta menyampaikan kronologi di hadapan Komisi III DPR.
Dengan suara bergetar, Dwi yang sebelumnya bekerja sebagai penjaga kasir di toko roti tersebut mengungkapkan, peristiwa penganiayaan yang dialaminya terjadi pada 17 Oktober 2024.
"Tenang aja mba, kita jamin keamanan anda," kata Ketua Komisi III DPR Habiburokhman.
Dwi menceritakan bahwa dia dilempari dengan meja, kursi dan benda lain oleh George hingga menyebabkan luka sobek di bagian kepala. Bahkan, sebelum peristiwa terakhir yang viral di media sosial, pelaku sempat mengaku kebal hukum.
"Sebelum kejadian ini dia ngatain saya miskin, babu. Dia juga sempat ngomong, 'orang miskin kayak lu gak bisa masukin saya ke penjara. Saya kebal hukum'. Dia pernah ngomong gitu," kata Dwi.
Komisi III Minta Polisi Keterbelakangan IQ dan EQ Jangan Jadi Alasan Lepas Anak Bos Toko Roti
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman meminta kepada Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Nicolas Ary Lilipaly agar dugaan keterbelakangan IQ dan EQ tidak dijadikan alasan memaafkan George Sugama Halim alias GSH dari kasus hukum. Anak pemilik toko roti itu menjadi tersangka dalam kasus penganiayaan terhadap karyawatinya.
Hal ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPR bersama Kapolres Metro Jakarta Timur beserta jajaran di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (17/12/2024).
Awalnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini lebih dulu bertanya kepada Nicolas apakah secara kasat mata terduga pelaku mengalami gangguan jiwa atau tidak.
"Ini pelaku kasat mata terlihat sakit jiwa atau apa sih?" tanya Habiburokhman.
"Mohon izin Pak, kalau kasat matanya seperti yang disampaikan oleh Pak Ketua. Tetapi kami tak bisa men-judge atau kami akan melakukan pemeriksaan," jawab Nicolas.
"Kok setega itu kan, kayak bukan manusia gitu loh," ujar Habiburokhman.
"Kami akan lakukan pemeriksaan psikologis yang bersangkutan," ucap Nicolas.
Kemudian, saat mendengar penjelasan Nicolas, Habiburokhman ingin agar tidak menjadi alasan memaafkan perlakuan anak bos toko roti itu terhadap korban.
"Terkait tadi pelaku mendalami sedikit Pak. Jadi gini Pak Kapolres, juga jangan sampai itu diarahkan menjadi alasan pemaaf ya ketidaknormalan dia. Dalam konteks kemanusiaan memang tega melempar perempuan dengan alat-alat sebesar itu? Memang enggak masuk nalar," ungkap Habiburokhman.
Ia pun menyakini, jika terduga pelaku bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya itu secara hukum.
"Tapi dalam konteks hukum saya sangat yakin orang ini bisa bertanggung jawab secara hukum. Jadi kita minta tolong ya, diperlakukan sebagaimana tahanan yang lain, jangan ada keistimewaan apa pun kepada orang ini. Gitu ya, Pak. Minta tolong dipastikan," pungkasnya.
Advertisement
DPR Singgung Polisi di Kasus Penganiayaan Karyawati Toko Roti: Nor Viral No Justice
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Rikwanto menyinggung soal lamanya penanganan kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anak bos toko roti, George Sugama Halim alias GSH, terhadap Dwi Ayu Darmawati alias DAD.
Hal ini disinggung saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi III DPR RI dengan Polres Metro Jakarta Timur di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (17/12/2024).
"Ada beberapa pertanyaan dari masyarakat masalah penanganan kepolisian itu sejak dilaporkan 18 Oktober ya, dan tertangkap 16 Desember, kurang lebih 2 bulan. Padahal itu penganiayaan. Kalau dikategorikan luka, tadi itu kategori yang ringan, tapi bisa juga berat. Kalau dia pingsan, dirawat, bisa jadi berat itu," kata Rikwanto dalam rapat.
"Tapi apa pun yang terjadi dari videonya terlihat bahwasanya itu berat, karena dilempar pakai segala macam. Kena badannya. Bahkan yang vital bisa efeknya lebih jauh lagi kalau jika tidak dihentikan," sambungnya.
Kemudian, ia pun menyinggung soal penanganan yang begitu lama. Padahal, saksi, barang bukti hingga lokasi kejadian sudah dimiliki secara lengkap. Termasuk video yang sudah beredar.
"Saya tadi lihat hampir satu bulan itu penangkapannya, hampir 1 bulan. Itu pun setelah viral. Nah, ini dari catatan juga seharusnya itu bisa lebih cepat lagi ya. Saya berpikir sebagai anggota Polri dahulu kita fokus kejadian itu langsung ditangani. Tiga sampai seminggu itu bisa selesai itu," tuturnya.
"Itu kasus nyata, kelihatan dan terbuka, tinggal gercepnya anggota itu. Nah ini, jadi pertanyaan masyarakat juga. Korupsi juga gitu. Kepolisian, terutama kalau Jakarta Timur. Jadi ya seperti itu seharusnya, cepat geraknya. Sampai muncul di media itu, no viral no justice. No viral no attention, no justice," tambahnya.