Momen car free day atau hari bebas kendaraan bermotor di sepanjang Jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta, Minggu (15/9/2013) pagi dimanfaatkan puluhan pelajar untuk menyerukan aksi menolak rencana tes keperawanan yang belakangan bergulir.
Puluhan pelajar yang tergabung dalam Komite Aksi Perempuan memulai aksinya dengan mengelilingi Bundaran Hotel Indonesia. Berbagai spanduk bernada penolakan tes keperawanan juga dibentangkan.
Aksi dilanjutkan dengan berorasi di depan Grand Indonesia. Seruan penolakan terhadap tes keperawanan mendapat perhatian para warga yang sedang menikmati agenda mingguan di kawasan Bundaran HI ini. Mereka menyempatkan diri berhenti sejenak untuk sekadar melihat atau mengabadikan aksi yang didominasi wanita itu.
Koordinator aksi, Ara Koswara, mengatakan, aksi ini dimotori rasa prihatin terhadap adanya tes keperawanan sebagai salah satu syarat mengenyam pendidikan. Hal ini dianggap sebagai bentuk lain diskriminasi terhadap perempuan, khususnya remaja.
"Perempuan di Indonesia masih sangat di bawah dan rendah, penuh dikriminasi, dijual termasuk remaja perempuan. Banyak oknum yang memanfaatkan remaja perempuan untuk diekspolitasi," katanya di sela-sela aksi.
Tes keperawanan juga dianggap sebagai suatu pembodohan. Sebab, tidak semua perempuan yang tidak perawan merupakan hasil kenakalan mereka sendiri.
"Beberapa kali isu tes keperawanan dilakukan di daerah. Perempuan di tes keperawanannya, ternyata dia tidak perawan, lalu tidak mendapat pendidikan. Padahal, tidak perawan bisa saja karena dia korban kejahatan, seperti pemerkosaan, misalnya. Ini merupakan pembodohan," lanjutnya.
Selain di Bundaran HI, Ara mengungkapkan, aksi penolakan juga dilakukan di sejumlah sekolah. Para pelajar yang peduli, mengajak teman-temanya di sekolah untuk lebih peduli terhadap dirinya sendiri.
"Mereka para pelajar juga terus mengkampanyekan tolak tes keperawanan. Tapi mendukung kurikulum yang mengajarkan kesehatan reproduksi. Ini bukan mengajarkan pada hal yang tidak benar, tapi mengajak para remaja untuk peduli terhadap kesehatan alat reproduksi dan peduli terhadap dirinya sendiri," tandasnya. (Rmn/Yus)
Puluhan pelajar yang tergabung dalam Komite Aksi Perempuan memulai aksinya dengan mengelilingi Bundaran Hotel Indonesia. Berbagai spanduk bernada penolakan tes keperawanan juga dibentangkan.
Aksi dilanjutkan dengan berorasi di depan Grand Indonesia. Seruan penolakan terhadap tes keperawanan mendapat perhatian para warga yang sedang menikmati agenda mingguan di kawasan Bundaran HI ini. Mereka menyempatkan diri berhenti sejenak untuk sekadar melihat atau mengabadikan aksi yang didominasi wanita itu.
Koordinator aksi, Ara Koswara, mengatakan, aksi ini dimotori rasa prihatin terhadap adanya tes keperawanan sebagai salah satu syarat mengenyam pendidikan. Hal ini dianggap sebagai bentuk lain diskriminasi terhadap perempuan, khususnya remaja.
"Perempuan di Indonesia masih sangat di bawah dan rendah, penuh dikriminasi, dijual termasuk remaja perempuan. Banyak oknum yang memanfaatkan remaja perempuan untuk diekspolitasi," katanya di sela-sela aksi.
Tes keperawanan juga dianggap sebagai suatu pembodohan. Sebab, tidak semua perempuan yang tidak perawan merupakan hasil kenakalan mereka sendiri.
"Beberapa kali isu tes keperawanan dilakukan di daerah. Perempuan di tes keperawanannya, ternyata dia tidak perawan, lalu tidak mendapat pendidikan. Padahal, tidak perawan bisa saja karena dia korban kejahatan, seperti pemerkosaan, misalnya. Ini merupakan pembodohan," lanjutnya.
Selain di Bundaran HI, Ara mengungkapkan, aksi penolakan juga dilakukan di sejumlah sekolah. Para pelajar yang peduli, mengajak teman-temanya di sekolah untuk lebih peduli terhadap dirinya sendiri.
"Mereka para pelajar juga terus mengkampanyekan tolak tes keperawanan. Tapi mendukung kurikulum yang mengajarkan kesehatan reproduksi. Ini bukan mengajarkan pada hal yang tidak benar, tapi mengajak para remaja untuk peduli terhadap kesehatan alat reproduksi dan peduli terhadap dirinya sendiri," tandasnya. (Rmn/Yus)