Hubungan Indonesia-Australia masih tegang pascaskandal penyadapan. Terlebih, baru-baru ini kapal patroli perlindungan perbatasan Australia melanggar masuk perairan yang merupakan wilayah teritorial Indonesia, selama operasi mencegah perahu para pencari suaka, imigran gelap dari negara luar.
Perdana Menteri Australia Tony Abbott pun meminta maaf kepada Pemerintah Indonesia. Ia berharap ketegangan ini segera berakhir. Namun Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana menilai, jika benar Pemerintah Australia membiayai perjalanan para suaka menggunakan sekoci ke Indonesia, Australia telah melanggar kedaulatan Indonesia.
"Bila terbukti benar sekoci berwarna oranye sebagai tumpangan para pencari suaka kembali ke wilayah kedaulatan Indonesia dibeli dan dibiayai oleh uang pemerintah Australia maka Australia secara nyata telah melakukan pelanggaran atas kedaulatan Indonesia," ujar Hikmahanto dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (8/2/2014).
Hikmahanto menjelaskan, 3 alasan yang mendasari hal ini. Pertama, dengan menggunakan uang resmi dari Pemerintah Australia untuk membiayai dan membeli sekoci, berarti sekoci tersebut merupakan milik Pemerintah Australia. "Bukan milik orang perorangan atau badan hukum. Ini berbeda dengan kapal-kapal nelayan Indonesia yang digunakan oleh para pencari suaka ke Australia," jelasnya.
"Kapal-kapal nelayan bukanlah milik pemerintah Indonesia. Kapal-kapal tersebut adalah milik pribadi para nelayan," sambungnya.
Kedua, lanjut Hikmahanto, sekoci atau kapal milik Pemerintah Australia tersebut ternyata tidak memiliki surat, izin dan bendera kapal. Padahal dalam hukum laut, kapal dilarang melakukan pelayaran internasional tanpa surat, izin dan bendera kapal.
"Oleh karenanya pemerintah Australia telah melakukan pelanggaran hukum dengan membiarkan sekoci milik mereka yang ilegal melakukan pelayaran internasional," ujarnya.
Ketiga, kata Hikmahanto, Pemerintah Australia dengan sengaja telah memasukkan barang atau orang secara ilegal ke wilayah Indonesia. Menurutnya, tidak seharusnya suatu negara memfasilitasi barang, termasuk bahan berbahaya dan beracun (B3), atau orang ilegal ke negara lain.
"Didorongnya kembali para pencari suaka yang difasilitasi oleh otoritas Australia berarti Pemerintah Australia telah memfasilitasi orang-orang tidak berdokumen resmi masuk ke wilayah Indonesia," jelasnya.
Hal ini, menurut Hikmahanto, berbeda ketika para pencari suaka dari Indonesia masuk ke wilayah Australia. Pemerintah Indonesia sama sekali tidak memiliki keterlibatan memfasilitasi mereka. Masuknya para pencari suaka ke Australia dari Indonesia merupakan upaya pencari suaka sendiri melalui jalur tidak resmi.
"Oleh karenanya wajar bila Indonesia melalui menteri luar negeri melakukan protes keras. Bila perlu Menlu melakukan pengusiran atas sejumlah diplomat Australia," tegasnya.
Bahkan, Hikmahanto menyarankan, agar panglima TNI perlu mengerahkan armada TNI AL dan pesawat TNI AU untuk menjaga wilayah kedaulatan di wilayah perairan dan udara yang berbatasan dengan Australia secara intensif. "Menjaga dan menegakkan kedaulatan adalah segalanya bagi suatu bangsa dan negara. Apapun harus dilakukan tanpa ada kecuali," tegas Hikmahanto. (Rmn/Ado)
Baca juga:
Edward Snowden Kembali Dijagokan Sabet Nobel Perdamaian
Bocorkan Rahasia NSA, Snowden: Pejabat AS Mau Bunuh Saya
Redakan Ketegangan, PM Australia: SBY Presiden Hebat...
Langgar Batas Kedaulatan Wilayah RI, Australia Minta Maaf
Perdana Menteri Australia Tony Abbott pun meminta maaf kepada Pemerintah Indonesia. Ia berharap ketegangan ini segera berakhir. Namun Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana menilai, jika benar Pemerintah Australia membiayai perjalanan para suaka menggunakan sekoci ke Indonesia, Australia telah melanggar kedaulatan Indonesia.
"Bila terbukti benar sekoci berwarna oranye sebagai tumpangan para pencari suaka kembali ke wilayah kedaulatan Indonesia dibeli dan dibiayai oleh uang pemerintah Australia maka Australia secara nyata telah melakukan pelanggaran atas kedaulatan Indonesia," ujar Hikmahanto dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (8/2/2014).
Hikmahanto menjelaskan, 3 alasan yang mendasari hal ini. Pertama, dengan menggunakan uang resmi dari Pemerintah Australia untuk membiayai dan membeli sekoci, berarti sekoci tersebut merupakan milik Pemerintah Australia. "Bukan milik orang perorangan atau badan hukum. Ini berbeda dengan kapal-kapal nelayan Indonesia yang digunakan oleh para pencari suaka ke Australia," jelasnya.
"Kapal-kapal nelayan bukanlah milik pemerintah Indonesia. Kapal-kapal tersebut adalah milik pribadi para nelayan," sambungnya.
Kedua, lanjut Hikmahanto, sekoci atau kapal milik Pemerintah Australia tersebut ternyata tidak memiliki surat, izin dan bendera kapal. Padahal dalam hukum laut, kapal dilarang melakukan pelayaran internasional tanpa surat, izin dan bendera kapal.
"Oleh karenanya pemerintah Australia telah melakukan pelanggaran hukum dengan membiarkan sekoci milik mereka yang ilegal melakukan pelayaran internasional," ujarnya.
Ketiga, kata Hikmahanto, Pemerintah Australia dengan sengaja telah memasukkan barang atau orang secara ilegal ke wilayah Indonesia. Menurutnya, tidak seharusnya suatu negara memfasilitasi barang, termasuk bahan berbahaya dan beracun (B3), atau orang ilegal ke negara lain.
"Didorongnya kembali para pencari suaka yang difasilitasi oleh otoritas Australia berarti Pemerintah Australia telah memfasilitasi orang-orang tidak berdokumen resmi masuk ke wilayah Indonesia," jelasnya.
Hal ini, menurut Hikmahanto, berbeda ketika para pencari suaka dari Indonesia masuk ke wilayah Australia. Pemerintah Indonesia sama sekali tidak memiliki keterlibatan memfasilitasi mereka. Masuknya para pencari suaka ke Australia dari Indonesia merupakan upaya pencari suaka sendiri melalui jalur tidak resmi.
"Oleh karenanya wajar bila Indonesia melalui menteri luar negeri melakukan protes keras. Bila perlu Menlu melakukan pengusiran atas sejumlah diplomat Australia," tegasnya.
Bahkan, Hikmahanto menyarankan, agar panglima TNI perlu mengerahkan armada TNI AL dan pesawat TNI AU untuk menjaga wilayah kedaulatan di wilayah perairan dan udara yang berbatasan dengan Australia secara intensif. "Menjaga dan menegakkan kedaulatan adalah segalanya bagi suatu bangsa dan negara. Apapun harus dilakukan tanpa ada kecuali," tegas Hikmahanto. (Rmn/Ado)
Baca juga:
Edward Snowden Kembali Dijagokan Sabet Nobel Perdamaian
Bocorkan Rahasia NSA, Snowden: Pejabat AS Mau Bunuh Saya
Redakan Ketegangan, PM Australia: SBY Presiden Hebat...
Langgar Batas Kedaulatan Wilayah RI, Australia Minta Maaf