3 Tips Berhenti Overthinking dari Psikoterapi

Dalam kondisi tersebut, seseorang cenderung berpikir dengan berlebihan sehingga menimbulkan rasa khawatir.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Mar 2022, 12:54 WIB
Diterbitkan 10 Mar 2022, 12:54 WIB
Overthinking
Ilustrasi Overthinking Credit: freepik.com

Liputan6.com, Jakarta Overthinking atau berlebihan dalam berpikir terkadang bisa melelahkan. Bahkan sikap ini bisa sangat menguras energi hingga membuat sulit tidur ketika malam hari.

Jenny Maenpaa yang merupakan seorang psikoterapis sekaligus pendiri Forward in Heels di New York sering menjumpai pasiennya yang sering overthinking.

Dalam kondisi tersebut, seseorang cenderung berpikir dengan berlebihan sehingga menimbulkan rasa khawatir, seperti berpikir tentang masa lalu.

Dari hal tersebut kemudian muncul rasa takut atau khawatir jika kejadian tersebut terulang kembali di masa depan.

Maenpaa bercerita ketika dirinya masih muda, terlalu banyak berpikir dapat menurunkan kualitas hidup. Bahkan menurut sebuah penelitian, berpikir berlebihan dapat menurunkan energi, membatasi kreativitas, dan menyebabkan masalah tidur.

Akhirnya, Maenpaa terus berupaya mencari jalan keluar untuk mengatasi overthinking ini. Melansir laman CNBC, Kamis (10/3/2022), berikut tiga strategi yang bisa digunakan setiap hari supaya tidak lagi overthinking.

1. Membingkai Ulang Pikiran Menjadi Lebih Positif (Positive Reframing)

Ketika menerapkan cara ini, Anda perlu berhati-hati karena jangan sampai menjadi “toxic positivity”. Kondisi tersebut mengharuskan seseorang untuk selalu berpikir positif dengan situasi dan kondisi apa pun.

Positive reframing ini memungkinkan Anda mengakui aspek negatif. Kemudian Anda mengevaluasi apakah ada cara lain untuk memikirkan situasi tersebut menjadi lebih positif atau tidak.

Contoh:

Ketika Anda terus-menerus mengeluh dan berpikir “Saya benci menjadi bos. Di atas semua tenggat waktu dan tanggung jawab ini, sulit untuk mengelola begitu banyak kepribadian yang kompleks. Ini melelahkan secara emosional dan mental. Pekerjaan saya menyebalkan.”

Selanjutnya Anda mungkin terus memikirkan kebencian terhadap pekerjaan dan pengelolaan yang buruk.

Untuk melatih positive reframing, Anda harus mengganti pemikiran tersebut seperti ini, “Saat ini banyak hal yang menantang. Saya ingin tahu apakah saya dapat mengubah apa pun tentang situasi ini atau ekspektasi saya tentangnya.”

Pola pikir ini dapat memberi kekuatan untuk mengubah situasi Anda.

 

 

2. Belajar Menahan Diri

Ketika otak berpikir bahwa Anda berada dalam konflik atau bahaya, sistem alarm bawaan akan berbunyi secara internal untuk melindungi diri.

Satu hal yang Maenpaa pahami, kesuksesan adalah menuliskan perasaan dan menunggu setidaknya 24 jam atau hanya beberapa jam jika itu masalah mendesak sebelum akhirnya menjawab atau mengambil tindakan impulsif apa pun.

Ketika Maenpaa melakukan itu, dia kemudian mengalihkan perhatiannya ke tugas lain.

Contoh:

Anda baru saja menerima email yang membuat emosi. Kemudian Anda merasa kesal, jantung mulai berpacu, pernapasan menjadi dangkal, dan menjadi terlalu fokus pada apa yang salah.

Jika menanggapi email dengan suasana hati seperti itu, Anda mungkin akan mengatakan hal-hal yang akan disesali di kemudian hari. Pada akhirnya kemudian dapat memicu overthinking.

3. Berterima Kasih Secara Khusus

Dalam psikologi, mengungkapkan rasa syukur dapat meningkatkan kebahagiaan. Hal ini dapat membantu mengontekstualisasikan frustrasi terhadap apa yang dicintai.

Akan tetapi, Maenpaa berpendapat bahwa praktik syukur yang sama secara berulang-ulang dapat menjadi kebiasaan dan mengurangi hasilnya. Jadi, dia sering mempraktikkan sesuatu yang disebut “terima kasih khusus”.

Contoh:

Alih-alih menulis di jurnal “Saya bersyukur atas kesehatan saya”, Maenpaa akan menulis sesuatu seperti, “Saya bersyukur bahwa saya bangun di hari ini tanpa sakit punggung dan mampu untuk berolahraga.”

 

Reporter: Aprilia Wahyu Melati

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya