OPINI: Mendongkrak Kemampuan Operator 4.0 dengan Cobot

Jika tenaga kerja tidak disiapkan dengan benar, Indonesia dapat mengalami hilangnya hingga 9,5 juta pekerjaan.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Okt 2019, 17:00 WIB
Diterbitkan 24 Okt 2019, 17:00 WIB
James McKew, Regional Director Universal Robots, Asia Pasifik
James McKew, Regional Director Universal Robots, Asia Pasifik. Liputan6.com/Abdillah

Liputan6.com, Jakarta - Ketika pemerintah Indonesia memperkenalkan roadmap “Making Indonesia 4.0” pada April 2018, sebagian besar orang melihatnya sebagai upaya untuk menempatkan Indonesia setara dengan 10 negara berkekuatan ekonomi global terbesar sebelum tahun 2030.

Sebagai negara terpadat keempat di dunia--di belakang China, India, dan Amerika Serikat--dan negara dengan angkatan kerja yang relatif muda, Indonesia mengandalkan sumber daya manusianya yang signifikan sebagai pengungkit terbesar untuk mewujudkan ambisi kekuatan ekonomi.

Namun, kemampuan teknis yang terbatas menghambat kemajuan. Seiring perusahaan Indonesia semakin bergantung pada peningkatan produktivitas yang dimungkinkan oleh otomatisasi di tengah tingkat produktivitas tenaga kerja yang rendah, tenaga kerja harus dilengkapi dengan keterampilan yang diperlukan untuk menavigasi lanskap teknologi baru dan canggih ini.

Jika tenaga kerja tidak disiapkan dengan benar, Indonesia dapat mengalami hilangnya hingga 9,5 juta pekerjaan, yang merupakan proporsi terbesar dari penghilangan pekerjaan di wilayah Asia Pasifik.

Namun, dengan persiapan, integrasi robotika dan solusi otomatisasi ke dalam industri manufaktur tidak perlu dibarengi dengan berhentinya pekerja dari lantai pabrik.

Bahkan, seiring semakin banyak perusahaan mempelajari dan memahami manfaat dari kolaborasi mesin dan manusia, teknologi-teknologi yang bermunculan yang mengadvokasi generasi baru 'pekerja manusia yang diperlengkapi teknologi', atau 'Operator 4.0' akan menjadi lebih umum.

Penciptaan Pekerjaan, Bukan Hilangnya Pekerjaan

Perusahaan terlalu sering menganggap solusi otomatis sebagai teknologi rumit dan mahal yang dirancang untuk menghilangkan pekerja manusia.

Namun, yang sesungguhnya adalah operator manusia berada di pusat salah satu segmen industri robot yang paling cepat berkembang, yaitu robot kolaboratif, atau cobot (collaborative robot).

Cobot menawarkan banyak manfaat, baik untuk produksi maupun keuntungan. Dirancang dengan fitur keselamatan bawaan, mesin canggih ini dapat berfungsi bersama para pekerja tanpa pelindung keselamatan (tergantung pada penilaian risiko).

Ringan dan kompak, lengan robot dapat diintegrasikan ke dalam jalur produksi yang ada tanpa merombak layout lantai pabrik yang menghabiskan biaya mahal.

Dengan mengambil alih tugas-tugas yang berulang, berat, dan berbahaya yang sebelumnya ditugaskan kepada pekerja manusia, cobot memungkinkan para pekerja untuk berfokus pada pekerjaan-pekerjaan yang lebih terampil, bernilai tinggi, dan berupah tinggi.

Dengan tekanan berulang yang semakin berkurang dan semakin sedikitnya kecelakaan, tempat kerja secara keseluruhan menjadi lebih aman.

Dengan cobot, perusahaan dapat menikmati peningkatan produktivitas, kualitas output yang konsisten, dan pengurangan biaya operasional.

Keunggulan kompetitif ini sering berujung pada peluang ekspansi bisnis sehingga menciptakan lapangan kerja, baik di dalam perusahaan maupun di sepanjang rantai pasokan.

Sama pentingnya, pemrograman cobot yang sederhana dan mudah digunakan memungkinkan operator yang tidak terlatih untuk dengan mudah mengatur cobot untuk berbagai aplikasi.

Sebagai contoh, PT JVC Electronics Indonesia (JEIN) memperkenalkan cobot UR3 untuk membebaskan pekerja dari tugas-tugas kasar, berulang, dan berpotensi berbahaya seperti memasang baut dan menyolder.

Setelah bebas dari tugas-tugas tersebut teknisi ditugaskan kembali untuk mengoperasikan sistem otomatis yang baru ini, dan dapat melakukannya setelah mengikuti kursus pelatihan selama empat hari, meskipun tidak memiliki latar belakang sebelumnya dalam bidang robotika.

Mendorong Perubahan di Semua Sektor

Meskipun solusi otomatisasi merupakan aspek integral dari 'Making Indonesia 4.0', kemitraan dan inisiatif publik-swasta adalah aspek kunci lainnya.

Dengan hampir 90 persen dari angkatan kerja Indonesia yang tidak menempuh pendidikan tinggi, pemerintah merumuskan rencana untuk merestrukturisasi Sekolah Menengah Kejuruan dengan prioritas baru pada manufaktur dan sektor terkait lainnya.

Kamar Dagang dan Industri Indonesia juga telah menyusun berbagai kemitraan dengan sektor swasta yang akan menyediakan lebih dari 200.000 pekerjaan magang .

Inisiatif lebih lanjut untuk mengatasi kesenjangan keterampilan kerja di pasar tenaga kerja Indonesia dapat dinantikan karena Presiden Joko Jokowi Widodo (Jokowi) menjadikan peningkatan kapasitas tenaga kerja sebagai fokus utama masa jabatan keduanya.

Salah satu buktinya adalah penyaluran Rp 10,3 triliun untuk pelatihan prakerja yang akan membekali hingga dua juta orang dengan keterampilan-keterampilan baru .

Akhirnya, Universal Robots (UR) dan pakar otomatisasi lainnya di sektor swasta juga membantu membuat pelatihan pemrograman cobot mudah diakses. UR Academy, misalnya, merupakan serangkaian sembilan modul online dan webinar gratis, di mana siapa saja dapat mendaftar, terlepas dari ada tidaknya pengalaman robotik.

Pelatihan di dalam kelas di bawah bimbingan instruktur bersertifikat juga merupakan suatu opsi di Authorised Training Centre Network milik UR.

Berpikir Melampaui Industri 4.0

Seiring cobot mentransformasi sektor manufaktur, UR membayangkan masa depan 'Industri 5.0', di mana manusia dan robot yang sangat terampil bekerja bersama untuk menciptakan produk, layanan, dan pengalaman individual.

Perbedaan utama adalah bahwa sementara Industri 4.0 menempatkan teknologi canggih di pusat produksi, Industri 5.0 akan memanfaatkan kolaborasi robot dan manusia untuk memprioritaskan sentuhan manusia dalam industri manufaktur.

Seiring kemajuan teknologi terus mendefinisikan kembali sektor manufaktur, perusahaan harus menerapkan potensi kolaborasi robot dan manusia, serta memahami bagaimana solusi otomatisasi dapat menggantikan pekerjaan, bukan menghilangkannya.

Ke depan, Indonesia harus berinvestasi dalam sumber daya manusianya guna mengembangkan angkatan kerja 'Operator 4.0' yang siap menghadapi tantangan Industri 4.0, dan seterusnya.

*Penulis adalah James McKew, Regional Director Universal Robots, Asia Pasifik

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya