Liputan6.com, Jakarta - Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) menilai harmonisasi skema Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) berdasarkan emisi gas buang untuk mengurangi emisi tidak tepat. Pemberian insentif yang bakal dikenakan untuk kendaraan berjenis low carbon emission vehicle (LCEV) tidak akan mendorong pasar mobil ramah lingkungan tumbuh.
Dijelaskan Direktur Eksekutif KPBB, Ahmad Safrudin, pengecualian atau potongan PPNBM untuk LCEV, terutama kategori EV atau mobil listrik tidak signifikan dibanding incremental cost yang timbul dalam memproduksi LCEV.
"Sekalipun dengan pengecualian atau potongan PPnBM, namun selling price LCEV (EV) tetap tidak kompetitif dibanding kendaraan dengan teknologi konvensional," jelas pria yang akrab disapa Puput ini, saat ditemui di Kantornya, di Sarinah, Jakarta Pusat, Kamis (21/3).
Advertisement
Baca Juga
Lanjutnya, perlu adanya usulan cukai karbon yang sejatinya sudah diusulkan ke Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pada 2013, berbarengan saat pembahasan regulasi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2), dan juga terakhir pada 2017 lalu.
Untuk usulan standar emisi karbon, senilai 118 gram/kilometer, dan bagi kendaraan yang tidak memenuhi standar emisi tersebut, kelebihannya akan dikalikan biaya pengembangan teknologi, yang diasumsikan sebesar Rp 2,4 juta per 1 gram/kilometer.
"Jadi, jika kendaraan dengan emisi karbon 180 gram/kilometer, dengan selisihnya 62 gram/kilometer x Rp 2,4 juta bakal dikenakan tax feebate (pembayaran cukai) . Sebaliknya, jika kendaraan emisi karbon 80 gram/kilometer, selisihnya 38 gram/kilometer x Rp 2,4 juta dikenakan tax rebate atau potongan pajak," tegasnya.
Dengan begitu, pemberian insentif kendadraan yang sudah memenuhi standar emisi diperoleh dari hasil pinalti kendaraan yang belum memenuhi standar emisi.
Berikut Tabel Perbandingan Cukai Karbon dan PPnBM KPBB:
Berdasarkan tabel, kendaraan berteknologi hybrid tertentu memiliki harga jual Rp 636 juta. Hampir dua kali lipat dari harga jual kendaraan konvensional 2.000 cc yang harga jualnya hanya Rp 340 juta.
Jika dikenakan aturan baru yang sedang diusulkan Kemenperin, maka harga jual kendaraan hybrid Rp 327 juta, sementara harga jual mobil konvensional Rp 279,285 juta. Artinya, kendaraan LCEV tetap tidak bisa bersaing dengan kendaraan konvensional.
Namun, jika menggunakan cukai karbon, dengan skema tax feebate atau rebate, hasilnya kendaraan hybrid memiliki nilai jual Rp 316 juta, sementara kendaraan konvensional Rp 488,8 juta.
Dengan menggunakan skema cukai karbon ini, bakal memiliki efek dalam mendongkrak daya saing kendaraan LCEV sehingga diminati pasar dan mendorong industri otomotif untuk memproduksi kendaraan ramah lingkungan.
Advertisement