Komponen Lokal Mobil Listrik Harus 80 Persen, Ini Tanggapan Gaikindo

Hal tersebut memang harus dilakukan pabrikan otomotif di Indonesia yang terjun ke pasar mobil listrik, dan jangan sampai industrinya beralih ke negara lain.

oleh Arief Aszhari diperbarui 16 Agu 2019, 06:02 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2019, 06:02 WIB
Mobil Listrik GIIAS 2019
Teknologi fast charging pada mobil listrik BMW i8 Roadster dipamerkan dalam GIIAS 2019 di ICE BSD, Tangerang, Jumat (19/7/2019). Konsumsi bahan bakar gabungan dalam siklus pengujian kendaraan plug in hybrid adalah 47,6 km/liter, ditambah 14.5 kWh energi listrik per 100 km. (Liputan6.com/FeryPradolo)

Liputan6.com, Jakarta - Peraturan Presiden (Perpres) terkait percepatan perkembangan kendaraan listrik di Indonesia telah resmi ditandatangani Presiden Joko Widodo. Beleid ditetapkan pada 8 Agustus 2019, dan diundangkan pada 12 Agustus 2019. Dalam isi Perpres tersebut, tepatnya di pasal 8, untuk kendaraan roda empat atau lebih pada 2030 dan seterusnya, tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) minimum sebesar 80 persen.

Menanggapi isi Perpres tersebut, Sekertaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara menyambut baik dan mendukung keputusan tersebut. Pasalnya, hal tersebut memang harus dilakukan pabrikan otomotif di Indonesia yang terjun ke pasar mobil listrik, dan jangan sampai industrinya beralih ke negara lain.

"Tapi yang perlu kita sampaikan, adalah bagaimana meningkatkan daya saing. Kemudian, industri otomotif ini kan tidak hanya berdiri sendiri," jelas Kukuh di sela-sela diskusi Peningkatan Daya Saing Industri Otomotif Indonesia Menuju Era Otomotif 4.0, yang diadakan Forum Wartawan Otomotif (Forwot), Kamis (15/8/2019).

Lanjutnya, dalam mata rantai industri otomotif, ada juga berbagai perusahaan komponen yang ada di dalamnya, dan benar-benar harus dipikirkan untuk menuju era kendaraan ramah lingkungan ini.

"Ambil contoh misalnya, 10 tahun lalu. Mobil itu berubah, Indonesia memiliki sumber daya karet yang cukup banyak, dan akan jauh lebih menguntungkan kalau punya pabrik karena bahan bakunya di Indonesia. Demikian juga kalau dibuat bikin ban, itu bisa untuk segala macam mobil, dan membuat ban yang dibutuhkan oleh negara di luar Indonesia," tambahnya.

Analogi tersebut, berlaku juga untuk mobil listrik yang bakal berkembang dalam beberapa waktu ke depan. Indonesia, memiliki cobalt yang bisa dikembangkan untuk baterai, walaupun ada juga material yang tidak ada di Tanah Air.

"Kalau ini dikembangkan dengan sumber daya alam yang ada di Indonesia, kita akan mampu meningkatkan daya saing kita. Bukan dengan mereka yang hanya memanfaatkan insentif saja," pungkasnya.

 

Pasal 8 Perpres Mobil Listrik

b. Untuk KBL Berbasis Baterai beroda empat atau lebih tingkat penggunaan komponen dalam negeri sebagai berikut:

1) Tahun 2019 sampai dengan 2021, TKDN minimum sebesar 35% (tiga puluh lima per seratus);

2) Tahun 2022 sampai dengan 2023, TKDN minimum sebesar 40% (empat puluh per seratus);

3) Tahun 2024 sampai dengan 2029, TKDN minimum sebesar 60% (enam puluh per seratus); dan

4) Tahun 2030 dan seterusnya, TKDN minimum sebesar 80% (delapan puluh per seratus).

(2) Tata cara penghitungan TKDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian dengan melibatkan kementerian/lembaga pemerintah non kementerian dan/atau pemangku kepentingan terkait.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya