Pemerintah Diharapkan Pakai Standar Cukai Karbon agar Insentif EV Tidak Beratkan APBN

Pemerintah memang telah berencana untuk memberikan insentif untuk pembelian kendaraan listrik

oleh Arief Aszhari diperbarui 16 Des 2022, 13:12 WIB
Diterbitkan 16 Des 2022, 13:12 WIB
FOTO: Mobil Listrik Toyota Kijang Innova EV Concept Hadir di IIMS 2022
Mobil Toyota Kijang Innova EV Concept dihadirkan di area Indonesia International Motor Show (IIMS) 2022 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (31/3/2022). Kendaraan yang memiliki tiga baris dengan kapasitas tujuh tempat duduk akan diproduksi secara lokal di Indonesia. (Liputan6.com/Johan Oktavianus)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memang telah berencana untuk memberikan insentif untuk pembelian kendaraan listrik. Wacana tersebut, bahkan sudah masuk proses finalisasi, dan akan segera diumumkan dalam waktu dekat.

Dalam pemberian insentif ini, akan ditujukan kepada mobil atau motor yang produsennya memiliki pabrik di Indonesia, atau minimal modelnya sudah dirakit lokal. Selain itu, subsidi kendaraan listrik ini, juga sudah masuk rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2023.

Namun, menurut Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Safrudin, menyampaikan saran agar sumber insentif kendaraan listrik bisa diambil dari cukai kendaraan dengan karbon yang tinggi.

"Komitmen pemerintah Rp 7,8 triliun itu akan kami sangat hargai, tapi akan lebih bagus setelah itu kita atur regulasi yang tidak membebani APBN," jelas pria yang akrab disapa Puput, dalam keterangan resminya, ditulis Jumat (16/12/2022).

Skenario teknis pada Standar Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) menunjukkan kemungkinan untuk mengurangi 0,280 GtonCO2e (59%) dari 0,470 GtonCO2e emisi BAU kendaraan pada 2030 mengacu pada baseline sebesar 0,105 GtonCO2e (2010). Total beban Carbon kendaraan ini sudah mencapai 0,255 GtonCO2e pada 2019.

"Skenario tersebut juga menunjukkan bahwa kita dapat memetik manfaat ekonomi sebesar USD 341,00 miliar dari efisiensi bahan bakar, penghematan produksi, dan peningkatan kesehatan masyarakat sesuai dengan peningkatan kualitas udara," tambah Puput.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Teknologi

Sementara itu, skenario teknis harus diterapkan dengan mengadopsi standar LCEV hingga 2030, sesuai timeline NDC (Nationally Define Contribution) Indonesia dengan roadmap 118 grCO2/km pada 2023, dan 85 grCO2/km pada 2027.

Apapun pilihan teknologinya (ICE tech, BEV, PHEV, HEV, FC), maka standar tersebut harus ditindaklanjuti dengan kebijakan fiskal dengan skema feebate atau rebate yang sudah dibahas sejak 2013, namun belum diadopsi oleh pemerintah saat pengesahan PP 41/2013 dan PP 73/2019 maupun PP 74/2021 karena kepentingan industri otomotif yang masih ingin mempertahankan ICE technology.

"Dengan menyiapkan kebijakan fiskal, maka rencana pemerintah untuk mengakselerasi kendaraan listrik berbasis baterai sebagaimana amanat Perpres 55/2019 dapat direalisasikan," tegasnya.

Kebijakan fiskal akan memicu penetrasi pasar Batter Electric Vehicle (BEV atau KBLBB) dengan menciptakan harga jual BEV yang lebih kompetitif, sesuai kemampuannya dalam memenuhi standard Carbon dibandingkan teknologi ICE atau konvensional.

Cara Pindah Dari TV Biasa Ke TV Digital
Infografis Cara Pindah Dari TV Biasa Ke TV Digital
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya