Keterwakilan Perempuan dalam Pilkada 7,32 Persen

Sebanyak 116 perempuan yang berpartisipasi pada pilkada serentak 2015, 54 di antaranya mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 14 Sep 2015, 07:03 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2015, 07:03 WIB
Tahapan Pilkada Serentak 2015
Komisi Pemilihan Umum (KPU) meresmikan pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (pilkada) secara serentak pada 2015 di Kantor KPU Pusat.

Liputan6.com, Jakarta - Keterwakilan perempuan pada pilkada serentak 2015 dinilai masih sangat kurang. Berdasarkan perhitungan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), dari 1.584 peserta yang memenuhi syarat, hanya 116 atau 7,32 persen yang berjenis kelamin perempuan.

Berdasarkan penelurusan Perludem melalui laman infopilkada.kpu.go.id, 116 perempuan yang berpartisipasi pada pilkada serentak 2015, 54 di antaranya mencalonkan diri sebagai kepala daerah, dan 62 orang tercatat sebagai calon wakil kepala daerah.

Para perempuan tersebut tersebar di 90 daerah dari 262 daerah kabupaten, kota, dan provinsi. Persentasenya adalah kabupaten 76 orang dari 219 wilayah, kota 13 orang dari 34 wilayah, dan provinsi hanya 1 orang dari 9 wilayah. Sedangkan berdasarkan wilayah partisipasinya, tercatat 79 orang mendaftar di tingkat kabupaten, 13 orang di tingkat kota, dan 1 orang tingkat povinsi.

Dari penelusuran latar belakang, untuk yang memiliki latar belakang anggota DPR, DPD maupun DPRD, 26 orang mendaftar sebagai kepala daerah, 20 orang sebagai wakil kepala daerah. Untuk perempuan yang memiliki hubungan kekerabatan dengan elite politik, 21 orang mendaftar sebagai kepala daerah, 8 orang sebagai wakil kepala daerah.

Untuk peserta yang berstatus petahana, diketahui ada 19 orang kepala daerah, dan 1 orang wakil kepala daerah. Peserta yang berstatus kader partai, diketahui ada 18 orang yang mendaftar sebagai kepala daerah, 21 orang sebagai wakil kepala daerah.

Peneliti Perludem, Mahardika menilai, kurangnya keterwakilan perempuan patut dikhawatirkan karena potensi dikeluarkannya kebijakan yang pro perempuan akan semakin sedikit.

"Kita butuh adanya kehadiran perempuan di pembuat kebijakan. Kalau kita tidak bisa mendorong perempuan, kebijakannya seringkali tidak ramah," kata Mahardika di kawasan Kemayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu 13 September 2015.‎

Modal

Perludem menilai, modal yang dimiliki laki-laki untuk pilkada jauh lebih tinggi, baik itu modal uang, sosial hingga politik. Oleh karena itu jumlah peserta laki-laki jauh lebih banyak dari peserta perempuan. Perludem berharap kasus serupa tidak berulang pada Pilkada serentak tahun depan.

"Ini PR (pekerjaan rumah) untuk pilkada tahun depan, agar peserta perempuan lebih banyak. Harus ada penyesuaian persyaratan, agar peserta perempuan bertambah," sebut Mahardika.

Oleh karena itu, agar pada pilkada serentak gelombang kedua tahun 2017 jumlah peserta perempuan dapat meningkat, persyaratan pencalonan untuk peserta perempuan harus dikurangi. Salah satu persyaratan yang harus dikurangi adalah persyaratan dukungan 7 persen untuk peserta independen.

"Misal kepala daerah perlu syarat dukungan 7 persen, kalau calon kepala daerah ada perempuan maupun wakilnya, jumlah untuk dia dikurangi," ujar Mahardika.

Mahardika menuturkan, dalam Undang-Undang nomor 8 tahun 2015 tentang pilkada serentak, sama sekali tidak ada kebijakan yang menguntungkan perempuan. Padahal dalam pemilu legislatif (Pileg), perempuan mendapat kemudahan dengan peraturan yang mewajibkan kuota 30 persen. (Mvi/Ans)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya