Liputan6.com, Jakarta - PDIP telah menetapkan iuran wajib senilai Rp 5 juta kepada setiap bakal calon gubernur DKI Jakarta. Keputusan itu ditanggapi berbeda dari setiap kandidat.
Seorang kandidat bernama Hasniati langsung mengundurkan diri dari ajang pertarungan Pilkada DKI. Ini lantaran keengganannya membayar iuran tersebut.
Namun bagi bakal calon lainnya, Yusril Ihza Mahendra yang juga ikut penjaringan PDIP mengaku tak masalah membayar Rp 5 juta. Bagi dia, masih banyak permasalahan Jakarta yang justru harus lebih diperhatikan dan diselesaikan.
Advertisement
"Saya kira ada banyak hal yang jauh lebih susah daripada itu. Itu lebih banyak gosipnya daripada substansi," kata Yusril di kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (11/5/2016).
Tidak berbeda dengan Yusril, kandidat lainnya Hasnaeni Moein atau Wanita Emas juga mengaku menerima kebijakan tersebut. Jumlah dana tersebut tidak masalah baginya.
Baca Juga
"Tidak keberatan. Itu wajar saja. Itu sumbangan psikotes, bukan diambil untuk partai," kata Hasnaeni.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengakui ke-34 bakal calon yang mendaftar penjaringan di partainya diharuskan membayar biaya fit and proper test senilai Rp 5 juta. Dana itu digunakan untuk membiayai tes psikologi peserta penjaringan bakal calon gubernur DKI Jakarta.
"Dalam fit and proper test melibatkan ahli psikologi. Dari situ ada biaya dari yang diberikan para calon. Langsung diberikan kepada assessment center himpunan para ahli psikologi. Assessment dilakukan melalui metodologi khusus," kata Hasto.
Hasto menjelaskan, dana tersebut digunakan untuk menyewa psikolog profesional dalam proses tes wawancara tersebut. Selain itu dana juga dikeluarkan untuk konsumsi para kandidat, serta kepada para pendukung mereka yang datang ke kantor DPP PDIP.
"Uang administrasi tersebut juga dapat membantu kandidat yang tidak mampu, namun memiliki elektabilitas yang tinggi, serta dianggap berpotensi memimpin Jakarta," demikian Hasto.