Moeldoko: Timses Prabowo Tak Cerdas Memahami Fakta Kebakaran Hutan

Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf, Moeldoko mengatakan Timses Prabowo-Sandiaga tidak cerdas dalam memahami pernyataan Jokowi dalam debat kedua.

oleh Lizsa EgehamPutu Merta Surya PutraRatu Annisaa Suryasumirat diperbarui 20 Feb 2019, 01:19 WIB
Diterbitkan 20 Feb 2019, 01:19 WIB
Keakraban Jokowi dan Prabowo Usai Debat Kedua Pilpres
Capres nomor urut 01 Joko Widodo (kiri) dan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto (kanan) bersalaman usai debat kedua Pilpres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Moeldoko, mengatakan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, tidak cerdas dalam memahami pernyataan capres nomor urut 01 dalam debat kedua, 17 Februari 2019 malam kemarin.

Hal ini menyikapi soal anggapan BPN yang menyebut Jokowi salah menyampaikan data terkait masalah kebakaran hutan di masa pemerintahannya.

"Contoh lagi, menurut saya nggak cerdas juga timnya (Prabowo-Sandiaga) itu, tentang apa itu kebakaran hutan," ujar Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (19/2/2019).

Dia menjelaskan, maksud pernyataan Jokowi itu adalah pemerintahan sekarang tidak mendapatkan komplain dari tetangga soal masalah asap akibat kebakaran hutan dan lahan. Selain itu, masyarakat Riau juga tak lagi menggunakan masker saat beraktivitas.

"Tetapi dari pihak mereka mengatakan tahun 2015 ini buktinya, telah terjadi asap, miss lagi," kata Moeldoko.

Untuk masalah kepemilikan lahan, masih kata dia, menurutnya Jokowi hanya memberikan contoh program redistribusi aset atau tanah kepada rakyat kecil.

"Nah Pak Jokowi kan mengatakan saya ingin membagikan kepada masyarakat kecil-kecil. Saya tidak ingin membagikan yang besar-besar. Sebagai contoh seperti yang Pak Prabowo miliki, yang luasnya sekian-sekian. Itu konteksnya. Itu dalam konteks memberi contoh," jelas Moeldoko.

Dia menjelaskan bahwa Jokowi mengatakan hal tersebut saat debat kedua Pilpres, karena sedang membahas reforma agraria. Namun, lantaran waktunya terbatas, penjelasan Jokowi menjadi tak lengkap.

Menurut Moeldoko, Jokowi memiliki program tersebut agar lahan yang ditelantarkan oleh pemegang Hak Guna Usaha (HGU) bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Program tersebut salah satunya lewat perhutanan sosial.

Mantan Panglima TNI menyebut masyarakat akan mendapat lahan seluas 1 sampai 2 hektare dengan batas penguasaan sampai 35 tahun.

"Sekarang negara sedang mengambil HGU-HGU, eks HGU yang (tak produktif) itu dikumpulkan, setelah itu dibagi kepada masyarakat, ada yang luasnya dua hektare, satu hektare, dan sekarang itu sudah ada 37 ribu bidang," ungkap Moeldoko.

 

 

Sentil Jejak Rekam

Tokoh Pendukung Capres dan Cawapres di Debat Perdana Pilpres 2019
Politisi Partai Nasdem Johnny G Plate bersalaman dengan Ketua Dewan Kehormatan PAN, Amien Rais dan Presiden PKS, Sohibul Iman sebelum Debat Capres Cawapres 2019 di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Di tempat berbeda, di Posko Cemara, Wakil Ketua TKN Johnny G Plate, menerangkan ada pemahaman yang berbeda dalam melihat apa yang disampaikan Jokowi, terlebih untuk kepemilikan tanahnya Prabowo.

Sekjen Partai NasDem ini melihat, ucapan Jokowi soal lahan juga menyangkut rekam jejak profesi seorang calon presiden. Menurutnya, masyarakat memang perlu tahu rekam jejak calon yang akan dipilihnya, sehingga informasi tersebut tidak sebaiknya ditutupi.

“Saat pensiun, (Prabowo) lalu mengambil posisi sebagai businessman, usahawan, maka rekam jejak usahawannya yang akan dilihat, apa saja di situ. Termasuk perusahaan terkait dengan lahan,” jelas Johnny.

Dia pun menyinggung saat Prabowo mengatakan lahannya dikelola sendiri daripada diberikan kepada pihak asing. Menurutnya, itu cerminan capres nomor urut 02 tak memiliki keberpihakan kepada rakyat. “Di saat yang sama, Pak Prabowo memiliki konsesi lahan yang besar. Pak Prabowo tidak menggambarkan keberpihakkannya kepada rakyat," sindirnya.

Sementara, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Dedi S Gumelar, mengingatkan, memilih pemimpin itu harus yang jujur dan amanah.

"Dalam Islam, kalau memilih pemimpin itu syarat yang pertama adalah syidiq, dia harus jujur tidak boleh berbohong. Kemudian juga harus amanah dan terakhir baru yang cerdas," kata Dedi dalam diskusi 'Salah Data yang Bikin Sesat' di Jalan Sriwijaya I No 35, Jakarta Selatan.

Menurut dia, di era digitalisasi ini, masyarakat sudah semakin cerdas. Sehingga klaim seperti apapun akan mudah dilihat.

"Dan klaim keberhasilan Jokowi yang telah menjadi jejak digital akan melekat secara permanen di ingatan publik," jelas Dedi. 

Serahkan Bawaslu

Ratu Annisaa/Liputan6.com
Wapres Jusuf Kalla nobar debat di rumah dinas.

Aksi Jokowi di dalam debat, ternyata membuat pendukung Prabowo yang tergabung dalam Tim Advokat Indonesia Bergerak (TAIB), melaporkannya ke Bawaslu. Khusus soal pertanyaan capres nomor urut 01 tentang kepemilikan tanah.

Meski demikian, Ketua Dewan Pengarah TKN, Jusuf Kalla atau JK, menyerahkan semuanya ke Bawaslu. Biar semuanya berproses di sana.

"Itu urusan Bawaslu lah dan KPU, dan masing-masing pihak. Ya saya tidak ingin campuri. Tapi itu biar berjalan, biar Bawaslu yang menilai," kata JK.

Dia menilai, dalam debat kemarin, Jokowi lebih banyak memberikan jawaban yang benar, lantaran lebih menguasai tema debat. "Saya juga selalu sampaikan ke beliau bahwa gampang bapak jawab sesuai pengalaman," jelas JK.

 

 

Reporter: Intan Umbari Prihatin & Muhammad Genantan Saputra

Sumber : Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya