Tim Hukum Prabowo Jadikan Pernyataan Yusril Bukti Sengketa Pilpres di MK

Yusril saat ini merupakan koordinator hukum bagi Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 14 Jun 2019, 10:51 WIB
Diterbitkan 14 Jun 2019, 10:51 WIB
Sidang Sengketa Pilpres
Ketua Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) menghadiri sidang perdana sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (14/6/2019). Sidang itu memiliki agenda pembacaan materi gugatan dari pemohon, yaitu paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. (Lputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Teuku Nasrullah, salah satu tim hukum Prabowo-Sandiaga dalam sengketa Pilpres 2019 mengutip langsung pernyataan Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra.

Kendati diketahui, Yusril saat ini menjadi 'lawan' dari mereka dalam persidangan sengketa Pilpres 2019 di MK. Yusril dalam hal ini merupakan koordinator hukum bagi Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf.

"Beberapa ahli juga menolak MK hanya melakukan kerja teknis kalkulasi suara, yang dalam bahasa populer dikatakan menolak MK menjadi 'Mahkamah Kalkulator', keterangan Ahli Prof Dr Yusril Ihza Mahendra," kata Nasrullah di Ruang Sidang MK, Jakarta, Jumat (14/6/2019).

Selain Yusril, Nasrullah juga mengutip nama salah satu hakim majelis konstitusi, yakni Saldi Isra. Yakni dalam tulisannya di harian Kompas tanggal 14 Agustus 2013 yang berjudul “Memudarnya Mahkota MK”.

"Prof Saldi menyatakan bahwa jika ada pelanggaran yang bersifat TSM, maka batasan yang dibuat UU terkait minimal selisih suara yang dapat digugat ke MK dapat diterobos," baca Nasrullah mengutip perkataan Saldi.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Pandangan Saldi Isra

Sidang Sengketa Pilpres
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman didampingi sejumlah Hakim Konstitusi memimpin sidang perdana sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (14/6/2019). Sidang itu memiliki agenda pembacaan materi gugatan dari pemohon. (Lputan6.com/Johan Tallo)

Selengkapnya pandangan Prof. Saldi Isra adalah sebagai berikut:

Draf RUU Pilkada dapat membuat batasan minimal selisih suara yang dapat diajukan ke MK. Misalnya, dalam sengketa pemilu Gubernur Sulawesi Selatan, dengan selisih suara sekitar 500.000, pasangan yang kalah masih mengajukan gugatan ke MK.

Padahal, dalam penalaran yang wajar, selisih itu tidak mungkin lagi bisa dibuktikan terjadi kesalahan dalam penghitungan suara.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya