Sambut Putusan MK, Anies Baswedan Siap Maju Pilkada Jakarta dengan Siapapun

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah ambang batas atau threshold calon kepala daerah, khususnya Pilkada Jakarta 2024 menjadi angin segar bagi Anies Baswedan dan PDIP.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 20 Agu 2024, 15:15 WIB
Diterbitkan 20 Agu 2024, 15:15 WIB
Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan usai menghadiri acara tasyakuran Harlah ke-26 PKB di Jakarta, Minggu (21/7/2024).
Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan usai menghadiri acara tasyakuran Harlah ke-26 PKB di Jakarta, Minggu (21/7/2024). (Liputan6.com/Delvira Hutabarat)

Liputan6.com, Jakarta Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah ambang batas atau threshold calon kepala daerah, khususnya Pilkada Jakarta 2024 menjadi angin segar bagi Anies Baswedan dan PDIP.

Pihak Anies pun menyatakan siap maju dalam kontestasi tersebut.

"Alhamdulillah komunikasi sudah berjalan sejak lama dan lancar. Insyaallah Pak Anies siap maju bersama siapapun,” tutur Juru Bicara Anies Baswedan, Angga Putra Fidrian kepada wartawan, Selasa (20/8/2024).

Tidak hanya untuk Anies Baswedan, putusan MK tersebut juga memberikan peluang bagi PDIP untuk mengusung jagoannya maju Pilkada Jakarta 2024 meski tanpa koalisi. Terlebih, belakangan Anies dan PDIP dikabarkan siap menjalin kerjasama melawan calon lainnya. 

"Insyaallah Pak Anies Baswedan bisa maju di Pligub Jakarta jika melihat aturan yang diputuskan MK," jelas dia.

Sementara, Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus menyatakan keputusan MK itu sebagai bentuk kemenangan melawan oligarki.

"Soal putusan MK harus dilihat sebagai kemenangan melawan oligarki parpol yang hendak membajak demokrasi dan kedaulatan rakyat dengan strategi kotak kosong," kata Deddy saat dikonfirmasi, Selasa (20/8/2024).

Deddy menilai putusan MK tersebut harus dipandang positif, sebab memastikan hadirnya lebih dari satu pasang calon dalam pilkada. Menurut Deddy, semakin banyak kandidat, akan semakin baik bagi rakyat.

"Semakin banyak calon tentu makin banyak pilihan calon pemimpin yang bisa dipertimbangkan oleh rakyat. Dan itu baik bagi rakyat dan parpol, tetapi buruk bagi oligarki dan elite politik yang antidemokrasi," kata Deddy.

Deddy menyebut kabar ini sangat menggembirakan. Karena Deddy melihat selama ini ada upaya penguasa untuk memojokkan PDIP agar tidak bisa mencalonkan di banyak daerah.

"Dengan ini kami memastikan bisa maju di daerah-daerah yang selama ini dikuasai oligarki tertentu seperti DKI, Jabar, Jatim, Jember, Banten, Papua dan sebagainya," Deddy menegaskan.

PDIP: Keputusan MK Final dan Mengikat, KPU Harus Segera Tindak Lanjuti

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan dari Partai Buruh dan Partai Gelora terkait Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Hasil itu membuat partai politik (Parpol) dapat mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi di DPRD.

Ketua DPP PDIP Said Abdullah meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera menindaklanjuti keputusan MK untuk pelaksanaan pilkada dalam waktu dekat ini.

“Kita harapkan segera dipatuhi oleh kita semua, terutama para penyelenggara pemilu dan pilkada, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum. Sebab Putusan MK bersifat final dan mengikat,” kata Said dalam keterangannya, Selasa (20/8/2024).

“Kami harapkan KPU segera menindaklanjutinya untuk pelaksanaan pilkada dalam waktu dekat ini,” ujarnya menambahkan.

Said memastikan peluang PDIP semakin terbuka lebar terutama di Pilkada Jakarta. “Peluang PDI Perjuangan, insya Allah juga terbuka lebar dengan putusan MK ini, termasuk di Jakarta,” kata dia.

Putusan MK

Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian gugatan dari Partai Buruh dan Partai Gelora terkait Undang-Undang Pilkada. Hasilnya, sebuah partai atau gabungan partai politik dapat mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD.

Putusan atas perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 tersebut telah dibacakan majelis hakim dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024). Mahkamah Konstitusi menyatakan, Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada inkonstitusional.

Adapun isi Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada adalah, "Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah."

Hakim Mahkamah Konstitusi Enny Nurbaningsih menyampaikan, esensi dari Pasal tersebut sebenarnya sama dengan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang 32 Tahun 2004 yang telah dinyatakan inkonstitusional sebelumnya.

"Pasal 40 ayat (3) UU 10 Tahun 2016 telah kehilangan pijakan dan tidak ada relevansinya untuk dipertahankan, sehingga harus pula dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945," tutur Enny dalam persidangan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya