Soal Pemungutan Suara Ulang di Sydney, KPU Tak Ingin Gegabah

KPU akan menunggu laporan resmi dari Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Sydney terkait pemungutan suara pada 13 April 2019 kemarin.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Apr 2019, 16:05 WIB
Diterbitkan 15 Apr 2019, 16:05 WIB
Membeludaknya antrean pemilih di TPS Town Hall, Sydney pada hari pemungutan suara, Sabtu 13 April 2019 (Twitter / @juanvittoriou)
Membeludaknya antrean pemilih di TPS Town Hall, Sydney pada hari pemungutan suara, Sabtu 13 April 2019 (Twitter / @juanvittoriou)

Liputan6.com, Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Ilham Saputra mengatakan, pihaknya tak ingin salah dalam mengambil keputusan soal masalah yang terjadi saat pemungutan suara di Sydney, Australia. Oleh karena itu, KPU akan menunggu laporan resmi dari Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Sydney terkait pemungutan suara pada 13 April 2019 kemarin.

"Sydney kami masih menunggu laporan resmi dari PPLN sana, bagaimana kejadian sebenarnya, karena sekarang seakan-akan salah PPLN gitu," kata Ilham di Kantor KPU RI, Jakarta, Senin (15/4/2019).

Selain itu, KPU sedang menunggu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI jika memang ada pemungutan suara ulang. KPU, ucap dia, bisa menggelar pemungutan suara susulan jika Bawaslu dan Panwaslu Australia menyatakan terdapat kesalahan PPLN Sydney dalam proses pemungutan suara Pemilu 2019.

"Nah, kalau panwas sana menganggap memang ada pelanggaran atau hal harus direkomendasi untuk pemungutan susulan, maka kita harus menjalankan," tutur Ilham.

Sebelumnya, Ratusan WNI di Sydney dikabarkan tak bisa menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu tahun ini, ketika pemungutan suara luar negeri dilakukan pada Sabtu 13 April 2019. Sejumlah penyebab mengemuka, mulai dari kabar tentang TPS yang tidak mengantisipasi kendala dalam proses pemungutan, hingga jumlah pemilih non-DPT (daftar pemilih tetap) yang membeludak berdatangan ke lokasi itu.

Evan Kriswandi Soendjojo, WNI yang menempuh studi master di University of Sydney, membenarkan tentang hal tersebut.

"Itu kejadiannya di TPS Town Hall, tengah Kota Sydney," kata Evan di Sydney, saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (14/4/2019).

Ia menceritakan, pemilu di TPS Town Hall sempat terlambat buka sekitar satu jam dari jadwal sebenarnya, yakni pukul 08.00 waktu setempat. Evan melanjutkan, TPS Town Hall mengalami penumpukan calon pemilih yang sebelumnya belum melapor sebagai DPT.

Mereka datang langsung untuk mendaftar di lokasi pada hari pemungutan suara pemilu di Sydney, Sabtu, 13 April 2019.

Para calon pemilih yang tidak masuk dalam DPT dan mendaftar langsung pada hari-H disediakan surat suara cadangan.

"Sekitar beberapa persen dari total surat suara diperuntukkan sebagai surat suara cadangan bagi calon pemilih yang sebelumnya belum melapor sebagai DPT," kata Evan.

"Namun masalahnya, banyak pemilih di TPS itu yang justru tidak melapor sebagai DPT. Polemik ditambah lagi dengan TPS yang tutup tepat waktu jam 18.00 tanpa perpanjangan atau antisipasi kendala. Tutup ya langsung tutup, sementara masih ada kerumunan di luar TPS," lanjutnya.

Penjelasan PPLN

Membeludaknya antrean pemilih di TPS Town Hall, Sydney pada hari pemungutan suara, Sabtu 13 April 2019 (Twitter / @AnandaAdvianta)
Membeludaknya antrean pemilih di TPS Town Hall, Sydney pada hari pemungutan suara, Sabtu 13 April 2019 (Twitter / @AnandaAdvianta)

Ratusan warga negara Indonesia (WNI) di Sydney, Australia, tak bisa menggunakan hak suaranya pada Pemilu 2019. Alasannya, tempat pemungutan suara (TPS) tutup.

Mereka pun protes dengan keputusan penyelenggara pemilu luar negeri (PPLN) di Sydney tersebut.

Anggota Sekretariat PPLN Sydney, Hermanus, membenarkan hal itu. Dia menjelaskan, WNI yang tidak bisa menggunakan hak suaranya itu merupakan pemilih khusus yang tidak masuk DPT.

WNI yang masuk dapat daftar pemilih khusus memang baru bisa memilih satu jam sebelum waktu pemungutan suara berakhir.

"Sesuai aturan, pemungutan suara berlangsung pukul 08.00 hingga 18.00. Sementara pemilih yang masuk dalam DPT khusus memilih mulai pukul 17.00. Penutupan ini dengan mempertimbangkan penggunaan gedung dan sesuai dengan aturan yang ditentukan KPU," ujar Hermanus ketika dihubungi Liputan6.com, Minggu (14/4/2019).

Menurut dia, seluruh WNI di Sydney yang masuk dalam DPT sudah terlayani hingga pukul 17.00. Setelah jam itulah, antrean mulai membeludak.

"Sampai pukul 17.00 WNI yang masuk DPT sudah terlayani. Setelah pukul itu, barulah antean membludak. Sebenarnya, ketika sudah pukul 18.00, tapi orangnya sudah masuk gedung, tetap dilayani," tutur Hermanus.

Dia mengatakan, tidak bisa menggunakan hak merupakan konsekuensi dari pemilih khusus. Jikapun TPS masih buka, belum tentu mereka bisa memilih. Bisa jadi surat suara habis.

"Setiap TPSLN mendapat 2 persen surat suara cadangan. Jadi kalaupun bisa masuk TPS, belum tentu dapat menggunakan hak suara," kata Hermanus.

Menurut dia, pihaknya sudah mendorong WNI di Sydney untuk mendaftarkan diri dan mengurus keperluan Pemilu 2019 agar masuk dalam DPT. Namun, tidak semua WNI mematuhinya.

"Sejak awal sampai menjelang penetapan DPT, kami terus mendorong. Entah karena apa, mungkin ada kendala sehingga tidak bisa mendaftar atau melapor. Namun, di luar kejadian ini, banyak kok WNI yang mengapresiasi," kata Hermanus.

 

Reporter: Nur Habibie

Sumber: Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya