Liputan6.com, Jakarta - Kondisi ekonomi Indonesia melambat memberikan pengaruh terhadap transaksi di pasar perumahan yang terlihat melemah di semester I 2015. Hal ini terlihat dari menurunnya jumlah unit yang terjual, serta nilai penjualan secara keseluruhan.
Anindya Prayascitta Samesti, Analis Cushman and Wakefield Indonesia menyampaikan hal itu yang dikutip dari laman Rumah.com, Jumat (23/10/2015). Hasil riset perumahan di Jabodetabek yang dilakukan Cushman and Wakefiled menunjukkan, rata-rata jumlah rumah yang terjual di setiap perumahan mencapai 28 unit per bulan, lebih rendah dua unit dibanding dengan angka di semester sebelumnya.
Baca Juga
Namun penurunan cukup besar terlihat pada nilai penjualan selama semester I lalu.Rata-rata nilai penjualan turun sebesar 25 persen, dan mencapai angka Rp 32 miliar per bulannya untuk setiap perumahan. Penurunan ini tercatat sebagai penurunan terbesar dalam lima tahun terakhir.
Advertisement
"Rendahnya nilai penjualan ini, salah satunya juga dipengaruhi oleh banyaknya pasokan rumah dengan harga relatif murah. Tipe rumah paling diminati berkisar Rp 600 juta hingga Rp 1,2 miliar dengan luas bangunan 45 meter persegi hingga 120 meter persegi dan luas tanah 60 meter persegi hingga 115 meter persegi," ujar Anindya.
Tangerang Masih Terbanyak
Dia menuturkan, dari semua area di Jabodetabek, Tangerang masih menyumbang penjualan tertinggi, yakni rata-rata Rp 53,7 miliar. Akan tetapi, penurunan nilai penjualan terbesar juga terjadi wilayah ini yaitu 32 persen dari angka pada semester sebelumnya.
Di sisi lain, pasokan selama semester I 2015 meningkat sebesar 1,84 persen, dari angka 5.190 unit di semester II 2014 menjadi 6.178 unit pada semester I 2015. Dengan kondisi sekarang, pengembang cenderung lebih memilih untuk meluncurkan unit dengan ukuran kecil namun dengan skala lebih besar.
"Jumlah pasokan terbanyak dihasilkan wilayah Tangerang yaitu sebesar 3.659 unit, atau 59 persen dari total pasokan baru. Mayoritas pasokan adalah hunian segmen menengah dan menengah ke bawah," ujar Anindya.
Dari segi harga, ia menuturkan, pertumbuhan harga pada semester I 2015 lebih lambat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Rata-rata harga rumah di Jobadetabek tumbuh 7 persen per semester, sedangkan pertumbuhan harga tanah dan bangunan masing-masing mencapai 9 persen dan 5 persen per September.
Regulasi Pemerintah
Ia mengatakan, regulasi pemerintah yang menaikkan rasio LTV (loan to value) akan berdampak baik bagi tingkat permintaan rumah di Tanah Air, khususnya Jabodetabek. Akan tetapi hingga semester II lalu dampak tersebut belum terasa. Namun Anindya yakin pasar akan merespon positif di semester II 2015 ini.
"Regulasi LTV mengatur maksimum rasio LTV untuk pembelian rumah pertama adalah 80 persen, sedangkan untuk rumah kedua dan ketiga masing-masing LTV sebesar 70 persen dan 60 persen," tuturnya.
Di sisi lain, terkait dengan kondisi ekonomi yang tidak pasti, segmen perumahan menengah dan menengah ke bawah diprediksi masih akan masih mendominasi pasar. "Pembeli rumah menengah ke bawah umumnya adalah end user yang membutuhkan tempat tinggal—bukan investor—jadi rumah di segmen ini paling mudah diserap pasar," tuturnya. (Ahm/Igw)