Liputan6.com, Jakarta - Real Estat Indonesia (REI) menyatakan kembali dukungannya terhadap pelaksanaan program Pembangunan Sejuta Rumah (PSR). Namun, asosiasi perusahaan-perusahaan properti tertua di Indonesia itu juga memberikan sejumlah usulan untuk perbaikan program yang dicanangkan pada 28 April 2015 tersebut. Apa saja usulannya?
Ketua Umum DPP REI, Eddy Hussy mengatakan agar PSR berjalan efektif di lapangan, pihaknya mengusulkan beberapa poin sebagai masukan kepada pemerintah.
Pertama menyangkut pembiayaan kepada konsumen, pemerintah diminta memberikan kelonggaran agar konsumen bisa mendapatkan KPR inden dengan syarat sebagai rumah pertama, sehingga konsumen tidak perlu menunggu rumah selesai baru bisa KPR.
Advertisement
Baca Juga
"Banyak konsumen yang ditolak oleh bank karena tidak memenuhi syarat. Oleh karena itu, perlu ada evaluasi metode penyeleksian konsumen khusus untuk PSR sehingga tidak disamakan dengan persyaratan KPR komersial," ungkap Eddy kepada Liputan6.com, Senin (18/1/2016).
Kedua, perlu ada terobosan pembiayaan bagi pekerja-pekerja informal yang secara kemampuan keuangan layak namun secara persyaratan administratif tidak memenuhi.
Ketiga, disarankan adanya penyempurnaan fasilitas bantuan subsidi FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) agar juga mencakup masyarakat berpenghasilan Rp 3 juta hingga 7 juta per bulan walaupun dengan suku bunga kredit yang lebih tinggi.
"Bantuan ini terutama untuk masyarakat perkotaan. Ini akan memperluas daya serap pasar mengingat bahwa harga produksi rumah di perkotaan sudah tidak mungkin terjangkau oleh masyarakat yang berpenghasilan di bawah Rp 3 juta per bulan," papar Eddy.
Keempat, Pemerintah daerah dan instansi terkait diharapkan memiliki pemahaman yang sama mengenai konsep dan prioritas PSR. Dengan pemahaman dan prioritas yang sama, maka pemda akan bisa memberikan insentif dalam kemudahan proses dan biaya perizinan.
Antara lain dengan melakukan zonasi khusus untuk PSR, yaitu wilayah-wilayah yang dikhususkan bagi rumah murah bersubsidi terencana secara keseluruhan.
"Dengan zonasi ini, maka NJOP akan terjaga dan rumah MBR akan tetap terjangkau dan tidak semakin jauh dari pusat perkotaan," kata Eddy.
Kelima, REI mengusulkan pentingnya pembangunan infrastruktur terpadu dan adanya terobosan untuk penyediaan sarana dan utilitas terpadu dengan instansi terkait, salah satunya yang terpenting adalah terjaminnya penyediaan listrik.
Dan keenam, perlu dipikirkan adanya pembiayaan kepada pengembang selaku penyuplai PSR dari perbankan untuk dapat memberikan bantuan kredit dengan bunga khusus kepada pengembang yang membangun rumah rakyat bersubsidi melalui mekanisme rekomendasi dari REI.
Selama periode 28 April hingga 31 Desember 2015, REI mengklaim telah merealisasikan sebanyak 164.360 unit. Angka tersebut merupakan rumah subsidi yang sudah dibangun dan sedang dibangun, di luar rumah non FLPP yang jumlahnya diperkirakan juga mencapai ratusan ribu unit. Pasokan terbesar pada 2015 berasal dari wilayah Bodetabek, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.
"Sejauh ini memang masih ada kendala-kendala di daerah, terutama belum adanya pemahaman dan spirit yang sama antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Sehingga biaya perizinan menjadi mahal, dan waktunya tidak terukur," kata Sekretaris Jenderal REI, Hari Raharta Sudrajat.