KemenPU-Pera: Iuran Tapera Masih Bisa Dinego

Batas maksimal iuran Tapera sebesar 3% dengan skema 2,5% dibebankan pada pekerja dan 0,5% dibayar perusahaan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 29 Feb 2016, 06:40 WIB
Diterbitkan 29 Feb 2016, 06:40 WIB
Pembangunan Perumahan
Ilustrasi (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) maksimal 3 persen yang tertuang dalam Undang-undang (RUU) ternyata bukan aturan baku. Skema iuran antara pengusaha dan pekerja masih dapat berubah di dalam aturan pelaksanaannya berupa Peraturan Pemerintah (PP).

Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Maurin Sitorus mengatakan, batas maksimal iuran Tapera tercantum di UU sebesar 3 persen. Skemanya sebesar 2,5 persen dibebankan pada pekerja dan 0,5 persen oleh pemberi kerja.

"Angka maksimal 3 persen memang ada di RUU Tapera. Tapi kan pemerintah mengusulkan skema iuran diatur di PP, jadi masih bisa negosiasi," ungkapnya saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Senin (29/2/2016).

Maurin menilai, penolakan Tapera maupun besaran iuran yang dilayangkan para pengusaha merupakan hak seseorang. Namun ia memastikan bahwa tabungan perumahan rakyat merupakan upaya baik dan mulia untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah memiliki rumah layak.


"Tapera ini memberikan benefit buat pengusaha juga, karena sektor perumahan berkaitan dengan 170 industri lain. Industri pendukungnya bakal meningkat dan akhirnya mendorong perekonomian nasional. Kalau pekerja punya rumah, produktivitas kerjanya juga bisa meningkat," jelas Maurin.

Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Eddy Ganefo meminta kepada pemerintah agar mencari solusi terbaik terkait skema iuran Tapera yang harus disetor pengusaha dan pekerja.

Alasannya, kata Eddy, pengusaha sedang mengalami kondisi sulit sebagai dampak perlambatan ekonomi dunia dan nasional. Sementara pekerja, dibebani dengan iuran lain, diantaranya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan maupun Kesehatan, lalu datang iuran Tapera 2,5 persen.

"Jangan sampai besaran iurannya memberatkan pekerja dan pengusaha karena banyak dobel pungutan. Jadi harus dicarikan berapa persentase yang tidak memberatkan keduanya, biar sama-sama enak. Pemerintah jangan cuma nafsu bikin aturan iuran besar, tapi malah membebani," terangnya.

Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan Roeslani sebelumnya menyayangkan keputusan UU Tapera di saat ekonomi Indonesia sedang sulit seperti sekarang ini. Pengusaha lanjutnya, dituntut untuk menciptakan lapangan kerja, namun di sisi lain, pemerintah justru memberatkan pelaku usaha dengan kebijakan yang tidak pro dunia usaha.

"Ya membebani lah, kebijakan itu kan harusnya mendorong pertumbuhan lebih besar, menciptakan lapangan kerja bukan sebaliknya. Jadi kita agak kecewa," keluhnya.

Meski belum dipatok porsi iuran pengusaha dan tenaga kerja, Rosan sudah sinis bahwa pasti mayoritas setoran iuran tapera bakal dibebankan pada pengusaha. Dalam hal ini, pelaku usaha hanya bisa pasrah menjalankan kebijakan tersebut.

"Mau pengusaha dan tenaga kerja berapa, berapa, sudah tidak penting lagi. Pasti beban terbanyak ke pengusaha. Tapi kita minta dikompensasi dengan memberikan insentif, supaya biaya ekonomi yang tinggi makin menurun," paparnya. (Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya