Liputan6.com, Jakarta Transaksi jual beli tanah memang tidak bisa disamakan seperti jajan gorengan di pinggir jalan, setelah bayar maka segala urusan langsung selesai. Ya, selain kisaran harganya jauh berbeda, jual beli tanah memang erat kaitannya dengan aspek hukum.
Bukan apa-apa, takutnya setelah dibeli ternyata status tanahnya malah sengketa atau seperti yang diutarakan oleh Sumarni Boer, seorang Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kepada Rumah.com, kasus yang sering terjadi biasanya menyangkut sertifikat bodong dan duplikasi sertifikat asli.
Baca Juga
Jadi atas nama keamanan dan kenyamanan, dan tentunya juga faktor legalitas hukum, berhati-hatilah.
Advertisement
Meski urusan transaksi jual beli mungkin hal yang biasa bagi banyak orang, tapi pada kenyataannya, untuk urusan jual beli tanah memang masih banyak yang belum memahami tata caranya dengan benar.
Nah, apabila sudah terjadi kesepakatan antara pembeli dan penjual untuk melakukan jual beli atas sebidang tanah, maka beberapa langkah yang harus ditempuh adalah:
1. Menyiapkan persyaratan
Berkas-berkas yang diperlukan adalah:
Penjual:
- Sertifikat asli hak atas tanah yang akan dijual.
- Kartu Tanda Penduduk.
- Bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.
- Surat Persetujuan Suami/Isteri bagi yang sudah berkeluarga (atau akta kematian jika sudah meninggal.
- Kartu Keluarga.
Pembeli:
- Kartu Tanda Penduduk.
- Kartu Keluarga.
Mendatangi Kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah
Penjual dan pembeli bersama-sama mendatangi Kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk membuat Akta Jual Beli tanah (AJB) sambil membawa persyaratan yang telah disiapkan sebelumnya.
PPAT adalah pejabat umum yang diangkat oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang mempunyai kewenangan membuat AJB.
Proses pembuatan AJB
Persiapan Pembuatan Akta Jual Beli.
- Sebelum membuat AJB, PPAT akan melakukan pemeriksaan mengenai keaslian sertifikat ke kantor BPN. Sesuai Pasal 34 PP No. 24 Tahun 1997, lembaga ini akan mengecek keaslian sertifikat berdasarkan peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, dan buku tanah.
- Penjual harus membayar Pajak Penghasilan (PPh) apabila harga jual tanah di atas enam puluh juta rupiah. Pembayaran biasanya di Bank yang telah ditunjuk.
- Pembeli dapat membuat pernyataan bahwa dengan membeli tanah tersebut ia tidak menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketentuan batas luas maksimum.
- Surat pernyataan dari penjual bahwa tanah yang dimiliki tidak dalam sengketa.
PPAT menolak pembuatan AJB apabila tanah yang akan dijual sedang dalam sengketa.
Pembuatan AJB
- Pembuatan akta harus dihadiri oleh penjual dan calon pembeli atau orang yang diberi kuasa dengan surat kuasa tertulis.
- Pembuatan akta harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi.
- Pejabat pembuat Akta Tanah membacakan akta dan menjelaskan mengenai isi dan maksud pembuatan akta.
- Bila isi akta telah disetujui oleh penjual dan calon pembeli maka selanjutnya akta ditandatangani oleh penjual, calon pembeli, saksi-saksi dan PPPAT.
- Akta dibuat dua lembar asli, satu lembar disimpan di Kantor PPAT dan satu lembar lainnya disampaikan ke Kantor BPN untuk keperluan pendaftaran (balik nama).
- Kepada penjual dan pembeli masing-masing diberikan salinannya.
- Setelah pembuatan AJB selesai, PPAT kemudian menyerahkan berkas AJB ke Kantor BPN untuk keperluan balik nama sertifikat. Penyerahan harus dilaksanakan selambat-lambatnya tujuh hari kerja sejak ditandatanganinya akta tersebut.
Nah, berkas yang diserahkan ke Kantor BPN untuk keperluan balik nama sertifikat adalah:
- Surat permohonan balik nama yang ditandatangani oleh pembeli
AJB dari PPAT - Sertifikat hak atas tanah penjual
- KTP pembeli dan penjual
- Bukti pelunasan pembayaraan Pajak Penghasilan (PPh)
- Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
Setelah berkas tersebut disampaikan ke Kantor BPN, maka pihak BPN akan memberikan tanda bukti penerimaan permohonan balik nama kepada PPAT. Dan selanjutnya oleh PPAT tanda bukti penerimaan tersebut diserahkan kepada Pembeli.
Selanjutnya nama pemegang hak lama (penjual) di dalam buku tanah dan sertifikat dicoret dengan tinta hitam dan diparaf oleh Kepala BPN atau Pejabat yang ditunjuk.
Nama pemegang hak yang baru (pembeli) ditulis pada halaman dan kolom yang ada pada buku tanah dan sertifikat dengan dibubuhi tanggal pencatatan dan ditandatangani oleh Kepala Kantor BPN atau pejabat yang ditunjuk.
Akhirnya dalam waktu 14 (empat belas hari) pembeli sudah dapat mengambil sertifikat yang sudah atas nama pembeli di kantor BPN.
Foto: Pixabay