Liputan6.com, Surabaya - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa meresmikan Pusat Informasi dan Edukasi (PIE)Â Napza Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kamis sore, 14 April 2016. PIE Napza itu berdiri di kompleks rehabilitasi Panti Pamardi Putra Purwomartani Kalasan, Sleman.
Menurut Khofifah, keberadaan pusat edukasi itu penting untuk mencegah sekaligus mengedukasi semua elemen masyarakat tentang bahaya narkoba. Ia beralasan, hingga saat ini, banyak masyarakat yang tidak mengetahui perkembangan narkoba, khususnya mengenai varian-varian baru.
"Kepala dinas pendidikan bisa mengajak anak didiknya ke sini. Tokoh agama ajaklah jamaahnya ke sini. Tokoh masyarakat juga, untuk bisa mengenali varian baru narkoba," ajak Khofifah.
Khofifah mengajak masyarakat harus lebih proaktif dalam mencari tahu seputar narkoba. Pengetahuan yang dimiliki menjadi modal untuk membentengi diri dari bahaya narkoba. Apalagi, peredaran narkoba di Indonesia semakin menggurita.
"Jadi, ada narkoba masuk ke pondok pesantren. Alasannya, narkoba dalam bentuk obat tersebut adalah vitamin. Katanya kalau minum vitamin itu zikirnya bisa kuat lama. Padahal, vitamin itu narkoba," kata Khofifah.
Menurut Khofifah, sasaran pengguna narkoba kini mulai merambah anak-anak usia dini. Beberapa waktu lalu, ia menemui korban penyalahgunaan narkoba berusia 3 tahun di Makassar. Anak tersebut mengatakan mendapatkan barang haram itu dari kakaknya yang masih berusia 5 tahun dan 9 tahun.
Baca Juga
"Ada yang memberikan entah sengaja atau tidak sengaja. Jangan membayangkan menderitanya orangtuanya tahu anaknya jadi korban narkoba sangat dini," ucap Khofifah.
Pusat edukasi bahaya narkoba di Yogyakarta merupakan salah satu titik dari enam titik yang direncanakan. Sebelumnya, Mensos meresmikan pusat edukasi serupa di Malang dan Mataram.
Sementara itu, Kepala BNNP DIY Soetarmono mengatakan setiap tahun bermunculan varian narkoba baru. Pada 2015, dari 215 jenis narkoba di dunia, sebanyak 41 varian di antaranya sudah masuk ke Indonesia.
Soetarmono mengungkapkan, pada 2016 ini BNNP DIY menargetkan bisa merehabilitasi 960 pecandu. Jumlah itu turun dari tahun sebelumnya 1.369 orang. Penurunan itu setelah evaluasi Kepala BNN Budi Waseso yang mengedepankan kualitas layanan dan bukan hanya kuantitas.
"Itu kalau dites parameter lama belum muncul hasilnya. Harus di laboratorium. Jadi kalau tidak ada informasi dari masyarakat tidak terungkap, seperti kasusnya Rafi Ahmad itu kita tidak bisa menindak karena tidak ada hukumnya," kata Soetarmono.
Sementara itu, Kepala Panti Sosial Pamardi Putra Fatchan menyebutkan kapasitas panti mencapai 75 orang. Tapi, saat ini sudah terisi sebanyak 81 orang.
"Sudah di atas 15 orang yang terpaksa ditolak karena pecandu narkoba selalu meningkat. Kebanyakan yang masuk mahasiswa, pekerja swasta," ungkap Pamardi.
Advertisement