Liputan6.com, Sukorejo - Lelaki berbadan kecil ini asyik memutar frekuensi HT sambil menyesap kopi panas di rumahnya yang terletak di lereng timur Gunung Prau, Jawa Tengah. Setelah melinting tembakau lokal Temanggung, segera ia berjalan memberi makan kura-kura peliharaannya di teras.
Paulus Nugrahajati berusia 38 tahun. Tak sempat tamat Sekolah Pertanian Pembangunan Kanisius di Ambarawa, Jawa Tengah (setingkat SMU), Paulus kerap menulis buku-buku panduan pertanian dan peternakan praktis.
Lahir dan tumbuh dewasa sebagai umat Katolik serta kecintaannya terhadap alam, Paulus naik turun gunung dan menembus hutan. Pada medio 2014, ia mendirikan Yayasan Konservasi Gunung Prau –mengelola Gunung Prau sebagai kawasan berbasis konservasi bersinergi dengan Perhutani dan polisi- dan aktif dalam misi-misi kemanusiaan SAR.Â
Baca Juga
Sebagai anggota SAR, Paulus sering memberi pelatihan SAR untuk siapa pun. Mulai dari asrama Katolik, anak-anak setingkat MTS di Temanggung hingga sekolah negeri. Bencana datang tanpa memilih korban dari agama manapun.
Dalam kegiatan SAR, Paulus terlibat aktif di ormas-ormas Islam. Keterlibatannya dimulai dari Muhamadiyah Disaster Management Center yang meminta Paulus untuk memberikan latihan dasar SAR pada anggotanya.
Tahun ini dia juga memberi pelatihan ke tim SAR Gunung Prau yang beranggotakan Banser NU.
"Ini penting, ketika ormas agama mau bersinergi dalam kemanusiaan maka semua lebur, tak ada sekat," kata Paulus.
Dia menilai ormas agama merupakan lembaga yang paling dekat dengan masyarakat. "Jika bencana datang yang pertama diminta pertolongan itu ormas bukan Basarnas atau BPPD. Semakin banyak relawan kemanusiaan, gerakan radikal bisa ditekan," kata dia. (Ayu Ambong. kontributor Liputan6.com)