Kisah Mbah Slamet Penuhi Nazar Jalan Kaki 5 Kilometer

Mbah Slamet mau tak mau harus penuhi nazar yang diucapkannya meski usianya kini sudah 60 tahun.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 05 Nov 2016, 20:01 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2016, 20:01 WIB
Nazar jalan kaki
Dengan berbusana khas Jawa, Slamet Raharjo seorang warga Dusun Banjarwaru, Desa Gilangharjo, Kecamatan Pandak, Bantul, menepati nazar dengan berjalan kaki sekitar lima kilometer. (Liputan6.com/Switzy Sabandar)

Liputan6.com, Bantul - Slamet Raharjo, warga Dusun Banjarwaru, Desa Gilangharjo, Kecamatan Pandak, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menepati nazarnya. Dengan mengenakan surjan, kain jarik, blangkon, serta selop, laki-laki berusia 60 tahun itu berjalan kaki sekitar lima kilometer.

Bukan tanpa alasan pensiunan guru SMKN Bambanglipuro menjalani aktivitas melelahkan dan membuat keringat membasahi tubuhnya tersebut. Slamet berjalan kaki dari Pendopo Parasamya, Kompleks Kantor Bupati Bantul, menuju rumah sang sahabat di Dusun Jodog, Gilangharjo, Pandak, Bantul, Sabtu (5/11/2016).

Sang sahabat, Pardiyono terpilih menjadi Kepala Desa (Kades) Gilangharjo dan baru saja dilantik bupati setempat.

Nazar itu meluncur dari bibir kakek dari satu cucu ini saat perhitungan suara pemilihan kepala desa, 23 Oktober lalu.

Dengan berbusana khas Jawa, Slamet Raharjo seorang warga Dusun Banjarwaru, Desa Gilangharjo, Kecamatan Pandak, Bantul, menepati nazar dengan berjalan kaki sekitar lima kilometer. (Liputan6.com/Switzy Sabandar)

"Saya tiba-tiba nyeletuk, nek kowe (Pardiyono) menang, aku tak mlaku soko Parasamya tekan omahmu (Kalau kamu menang, aku akan berjalan kaki dari Parasamya sampai rumahmu)," ujar Slamet mengulang ucapannya kala itu.

Slamet bercerita persahabatannya dengan Pardiyono sudah berlangsung sejak duduk di bangku sekolah. Ketika itu mereka sama-sama mengenyam pendidikan di SMPN 1 Bantul. Hubungan keduanya pun berlanjut di jenjang pendidikan selanjutnya, yakni SMAN 1 Bantul.

   Dengan berbusana khas Jawa, Slamet Raharjo seorang warga Dusun Banjarwaru, Desa Gilangharjo, Kecamatan Pandak, Bantul, menepati nazar dengan berjalan kaki sekitar lima kilometer. (Liputan6.com/Switzy Sabandar)

Selepas SMA pun mereka masih kerap bersua. Saling kunjung untuk bercengkerama, silaturahmi tidak pernah putus. "Hampir setiap hari saya main ke rumahnya begitu pula sebaliknya," tutur Slamet.

Saking akrabnya, ia menjadi mak comblang hubungan filolog senior Museum Sonobudoyo itu dengan perempuan yang kemudian diperistri. "Istri Pardiyono itu kebetulan juga teman SMP kami," warga Bantul itu memungkasi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya