Pujian Bupati Dedi buat Almarhumah Ibunda yang Bikin Meleleh

Padahal, Dedi seringkali mendapat pukulan pagar bambu, terutama saat malas mandi.

oleh Abramena diperbarui 22 Des 2016, 17:31 WIB
Diterbitkan 22 Des 2016, 17:31 WIB
Banjir Karawang
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menyambangi korban banjir di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. (Liputan6.com/Abramena)

Liputan6.com, Purwakarta - Beragam cara dilakukan dalam memaknai Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember hari ini. Tak terkecuali bagi Bupati Purwakarta, Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Dedi menyebutkan begitu banyak kenangan yang tidak pernah terlupakan dari sosok ibunya, almarhumah Karsiti, mulai dari aktivitas sehari-hari sampai urusan mengatur keluarga. Dia menyebutkan ibunya merupakan sosok yang disiplin dan keras dalam mendidik anak-anaknya.

"Kalau saya tidak mau menuruti perintahnya, saya dipukulinya menggunakan pagar bambu. Misalnya, kalau saya susah mandi saya pasti dipukulnya sampai tiga kali. Itu karena waktu itu saya susah kalau untuk mandi," kenang Dedi saat ditemui di Kompleks Pemda Purwakarta, Kamis (22/12/2016).

Dedi menilai apa yang didapatkanya hari ini adalah hasil jerih payah ibunya dalam menerapkan tata cara mendidik dan menerapkan kedisiplinan. Padahal, kata dia, ibunya tidak bisa baca tulis dan tidak bersekolah.

"Ibu saya tidak bisa baca tulis, tidak sekolah, tapi dia lebih tinggi dari profesor mana pun. Profesor ahli ekonomi belum tentu bisa mengatur keluarganya. Ibu saya anaknya sembilan dan tidak memiliki penghasilan, tetapi seluruh anaknya jadi sarjana dengan tidak menjual sejengkal tanah," tutur Dedi.

Meski berangkat dari golongan tidak mampu, Dedi menyatakan ibunya bukan orang yang menyerah, sehingga anak-anaknya tidak pernah kekurangan makanan dan mengalami gizi buruk.

"Beliau adalah sosok yang hebat. Bagaimana tata cara beliau dalam memanajemen keluarga, termasuk dalam mengatur makan. Ibu saya selalu makan terakhir dibanding kami anak-anaknya," ungkap Dedi.

Pria kelahiran Subang pada 1971 itu juga mengaku sangat rindu akan masa lalu bersama ibunya ketika masih tinggal di Kampung Sukadaya, Desa Sukasari, Kabupaten Subang.

"Ibu dan saya kalau malam ngambil belalang di sawah, kalau siang ngambil tutut. Mencari jamur di hutan menangkap ikan di sungai. Itu kenangan saya dengan ibu saya," kenang Dedi.

Dedi menyebutkan seluruh konsep kepemimpinan yang dibuatnya saat ini tidak lepas dari yang dia dapatkan dari ibunya. Dedi menilai ibunya adalah sosok inspiratif dalam mendidik, mengayomi, dan melindungi anak-anaknya.

"Kepemimpinanan yang diajarkan ibu saya, lebih mengutamakan anaknya daripada dirinya. Lebih mengutamakan masyarakatnya daripada pribadinya," ucap Dedi.

Dedi sendiri adalah anak bungsu dari 9 bersaudara dari pasangan Ahmad Suryana dan Karsiti. Ayahnya adalah pensiunan prajurit yang dipensiunkan pada usia 28 tahun karena menderita sakit parah akibat diracun mata-mata kolonial.

"Saat ayah saya tidak mampu lagi bekerja keras, maka kebutuhan keluarga dipikul ibu saya," ujar Dedi.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya