Liputan6.com, Makassar - Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan menjatuhkan vonis satu tahun rehabilitasi terhadap Herman Parenrengi pada 13 Oktober 2016 silam terkait narkoba. Vonis terhadap bandar narkoba asal Kampung 'narkoba' Sapiria, Kelurahan Lembo, Kecamatan Tallo, Makassar itu menjadi sorotan masyarakat.
Sorotan itu karena Herman merupakan bandar, namun divonis sebagai pengguna. Herman dinyatakan terbukti secara sah bersalah melanggar Pasal 127 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Penyalahgunaan Narkotika (UU Narkotika). Dengan pasal itu dia dinilai terbukti sebagai pengguna narkoba.
Herman dihukum pidana menjalani rehabilitasi di Yayasan Peduli Anak Bangsa selama satu tahun sebagaimana diketuk palu Majelis Hakim PN Makassar. Vonis rehabilitasi yang didapat Herman itu dikabarkan karena adanya dugaan rekayasa pasal dan barang bukti oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) berinisial HTL saat tahap penuntutan.
Advertisement
Baca Juga
Kepada Liputan6.com, seorang sumber yang minta identitasnya disembunyikan mengatakan, Herman sejak awal penyelidikan, penyidikan, hingga berkas perkara dinyatakan lengkap alias P21 oleh pihak Kejaksaan Tinggi Sulsel dijerat sebagai bandar narkoba. Dia dijerat sebagai bandar sebagaimana diatur dalam Pasal 114 ayat 2 subsider Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 1 UU Narkotika. Saat itu, barang bukti sabu yang dilampirkan seberat 7.142 gram atau 7,1 kilogram lebih.
"Tapi dia divonis Pasal 127 ayat 1 atau dinilai sebagai pengguna saja, dengan pidana menjalani rehab di Yayasan Peduli Anak Bangsa selama satu tahun. Itu mengacu pada barang bukti sabu seberat 0,6788 gram," ujar sumber itu.
Padahal jika merujuk pada barang bukti sabu ditingkat penyidikan hingga dinyatakan berkas perkara P21, Herman jelas memenuhi unsur sebagai bandar.
Adapun sumber itu menambahkan, saat ini dugaan oknum JPU berinisial HTL 'menyulap' pasal dan barang bukti saat tahap penuntutan tersebut sudah dilaporkan ke Kejati Sulsel.
"Masalah ini sudah masuk ke Asisten Pengawasan Kejati Sulsel. Cek saja ke sana, "ungkapnya.
Asisten Pengawasan Kejati Sulsel, Heri Jerman, dikonfirmasi via telepon membenarkan adanya laporan tersebut. Namun dia enggan menjelaskan rinci, karena laporan soal oknum jaksa nakal dimaksud belum ditindaklanjuti lebih jauh.
"Iya laporannya baru masuk, sementara didalami dulu. Saya juga kebetulan ada rapat di Jakarta," ujar Heri, Senin (27/2/2017).
Panitera dalam perkara yang menjerat Herman, Burhanuddin yang ditemui Liputan6.com di ruangan kerjanya hari ini membenarkan, Herman divonis satu tahun menjalani perawatan medis dan sosial di Yayasan Peduli Anak Bangsa Makassar. Namun dia juga enggan berbicara terang soal Herman yang divonis sebagai pengguna narkoba tersebut.
"Iya sudah vonis itu, tapi ke pak humas saja konfirmasinya lebih lanjut," kata Burhanuddin.
Dari data yang dihimpun Liputan6.com, terdakwa Herman divonis tanggal 31 Oktober 2016 di Pengadilan Negeri Makassar. Duduk sebagai Majelis Hakim dalam perkara tersebut, yakni Kadarisman Al Riskandar selaku ketua bersama Adhar dan Kristijan P Djati sebagai anggota.
Dari informasi dihimpun, Herman sebelumnya berstatus DPO oleh penyidik Direktorat Reserse Narkoba Polda Sulsel. Herman ditetapkan sebagai tersangka dan diketahui pemilik narkoba alias bandar atas barang bukti sabu seberat 7.142 gram atau 7,1 kilogram lebih yang dipegang oleh tersangka M Basri.
Basri ditangkap bersama 36 orang lainnya saat aparat gabungan Direktorat Reserse Narkoba Polda Sulsel bersama Brimob Polda Sulsel melakukan penggerebekan di rumah Herman di Kampung Sapiria, Kelurahan Lembo pada bulan Februari 2016 silam. Kampung itu dikenal sebagai kampung narkoba terbesar di Makassar.
Dari pengakuan Basri di hadapan penyidik kala itu, barang bukti narkoba jenis sabu seberat 7.142 gram itu merupakan milik Herman. Polisi pun melakukan pengejaran terhadap Herman dan berhasil menangkapnya di sebuah cafe di Makassar pada bulan Juni 2016 lalu.