Liputan6.com, Maumere - Nama atlet pencak silat satu ini mungkin tak setenar atlet nasional dari cabang olahraga lain. Namun, sosok atlet ini pernah mengharumkan nama Indonesia di ajang kejuaran dunia pencak silat pada 2010 silam.
Agatha Trisnawaty nama sang atlet. Dia merupakan atlet nasional pencak silat Perisai Diri (PD) asal Kabupaten Sikka-Maumere, Nusa Tenggara Timur. Namun, nasib perempuan 25 tahun itu tidak seperti atlet dari daerah-daerah lain.
Peraih medali emas dalam kejuaraan dunia pencak silat di Jakarta tahun 2010 silam itu kini terlantar di kampung halamannya sendiri. Pemkab Sikka cuma menghadiahinya janji-janji palsu selama bertahun-tahun.
Advertisement
Padahal, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Alfian Malarangeng, pernah melayangkan surat rekomendasi kepada Pemkab Sikka agar mengangkat Agatha menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkup daerah kabupaten tersebut. Namun, surat itu hingga kini tak kunjung dilaksanakan.
Baca Juga
Ironisnya, Bupati Sikka, Sosimus Mitang hingga bupati terpilih sekarang, Yosep Ansar Rera, punya satu kesamaan. Keduanya sama-sama hanya menghadiahkan sejumlah janji palsu kepada Agatha dan keluarga.
Prisila, ibu kandung Agatha, menuturkan, selain pernah menjuarai kejuaraan dunia, Agatha juga pernah dua kali meraih medali emas saat mewakili Provinsi NTT dalam kejuaraan PON di Riau dan Kalimantan. Dia mengatakan, sudah terlalu banyak perjuangan dan pengorbanan anaknya untuk Kabupaten Sikka hingga mengharumkan nama bangsa Indonesia di kancah internasional dalam cabang olahraga pencak silat ini.
"Tetapi mengapa nasibnya tidak diperhatikan? Anak saya akhirnya memutuskan kerja di salah satu perusahaan swasta sebagai sales. Padahal teman-temannya di kabupaten lain sudah diangkat jadi PNS," ujar Agatha Prisilia Seli, ibu kandung Agatha kepada Liputan6.com, Senin, 13 Maret 2017.
Prihatin dengan kondisi anaknya, Prisilia kemudian memberanikan diri bertemu dengan Bupati Ansar Rera di rumah dinas guna meminta bantuan bupati mengeluarkan surat rekomendasi. Rekomendasi itu selanjutnya akan ditujukan ke pimpinan perusahaan tempat Agatha bekerja sebelumnya agar dia dapat kembali dipekerjakan setelah mengikuti perlombaan.
Bupati kemudian mengarahkan Prisilia bertemu dengan Wakil Bupati. Naasnya, Wakil Bupati justru mengarahkannya ke staf ahli untuk menandatangani rekomendasi yang dimaksud. Merasa dipermainkan, akhirnya dia pun pulang, tentu dengan tangan hampa. Harapan untuk anaknya yang berprestasi di olahraga pencak silat itu pun akhirnya kandas.
"Nasib anak saya sekarang tidak jelas, sudah terlantar, bahkan dikeluarkan dari tempat kerja. Seharusnya, pemerintah mestinya buka mata karena anak saya sudah mengharumkan nama daerah Sikka, propinsi NTT, bahkan mengharumkan nama bangsa Indonesia," tegas Prisilia dengan nada kecewa.
Terpaksa Merantau
Ayah Agatha, Yosep Tarsisius Tulu menambahkan, selama ini Agatha beberapa kali dikirim mengikuti kejuaraan pencak silat, baik dalam negeri maupun luar negeri. Agatha juga pernah bergabung dengan kontingen Jawa Timur hingga Timor Timur.
Selain itu, semenjak menjadi juara dunia pencak silat, Agatha sudah ditawarkan Provinsi Bali dan beberapa provinsi di Kalimantan untuk mewakili daerah mereka di berbagai kejuaraan. Agatha dijanjikan akan diberikan pekerjaan di sana, namun dia memilih pulang ke Maumere dan melanjutkan sekolah.
"Dia kembali ke Maumere karena memegang rekomendasi dari Menpora dan yakin akan diterima menjadi PNS usai menamatkan kuliah," ujar Yosep.
Meski surat rekomendasi Menpora sudah diterima dan dirinya sudah menghadap Bupati Sikka Sosimus Mitang hingga Bupati Yoseph Ansar Rera, rekomendasi tersebut tidak pernah diwujudkan. Saat bupati dijabat Sosimus Mitang, disposisi yang dikeluarkan bupati lalu diteruskan ke Badan Kepegawaian daerah (BKD) Sikka dan ujung-ujungnya tidak pernah diproses.
"Saya sudah menghadap bupati Ansar menanyakan disposisi dan tindak lanjut dari rekomendasi tersebut, namun bupati katakan belum ada tes CPPNS," ucap Yosep.
Adapun tahun 2015 lalu, Agatha juga ikut tes CPNS, namun dinyatakan tidak lulus. Akibat frustasi, kata Yosep, Agatha memilih meninggalkan NTT dan mencari pekerjaan di beberapa daerah lain yang memintanya mewakili daerah mereka dalam berbagai event pencak silat, seperti Provinsi Kepulauan Riau.
"Agatha sudah frustasi karena selain dijegal untuk mewakili daerahnya dan tidak diperhatikan pengurus IPSI daerah, dia juga tidak diterima bekerja menjadi PNS sesuai rekomendasi Menpora," ucap Yosep.
Dia menambahkan, semua atlet pencak silat program Indonesia Emas yang dipersiapkan mengikuti Asian Games 2010 dan Sea ganes tahun 2011 sudah mendapatkan pekerjaan di provinsinya masing-masing, kecuali Agatha. Ini yang membuat Agatha merasa frustasi. Meski sudah berprestasi, namun dirinya tidak mendapatkan bantuan dana setiap kali mengikuti kejuaraan, alih-alih diangkat menjadi PNS sesuai rekomendasi menteri.
Selain kejuaraan dunia, Agatha juga pernah mengharumkan nama Unipa Maumere, Pemkab Sikka, dan provinsi NTT di setiap event kejuaraan nasional antarpeguruan tinggi. Sejak tahun 2008 hingga 2010 Agatha selalu menyumbang medali emas mewakili Unipa Maumere.
Prestasi Agatha di pencak silat ini, lanjut Yosep, sudah didapatkan sejak putrinya itu menyabet juara I Kejurda Perisai Diri di Kabupaten Belu. Prestasi juara pun terus diukir Agatha setiap kali ada event pencak silat yang diikutinya, baik di level provinsi maupun nasional.
"Sebagai orangtua, kami terus terang kecewa melihat Agatha yang harus merantau ke daerah orang untuk mencari uang. Tapi mau bagaimana lagi, kami ini orang kecil dan sudah berusaha semampu kami namun pemerintah tidak mempedulikan," kata Yosep.
Advertisement