Gagal Gemukkan Sapi, 3 Pejabat Jambi Diseret ke Pengadilan

Ratusan sapi yang didatangkan justru kurus-kurus, malah ada yang dipotong.

oleh Bangun Santoso diperbarui 29 Des 2017, 16:02 WIB
Diterbitkan 29 Des 2017, 16:02 WIB
Sapi di Jambi
Sebagian peternak sapi di Jambi lebih memilih melepasliarkan sapi-sapi peliharaannya. (Liputan6.com/B Santoso)

Liputan6.com, Jambi - Program penggemukan sapi menjadi salah satu upaya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Namun, bukannya sapi gemuk yang datang melainkan 'kepala sapi hitam' alias manusia.

Bermula pada 2014 lalu, Pemprov Jambi melalui Dinas Peternakan setempat menggelontorkan dana sebesar Rp 3,2 miliar untuk membeli 400 ekor sapi untuk program penggemukan.

Untuk memuluskan program tersebut, Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jambi saat itu, Akhdiyat ditunjuk sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PKK). Ada pula Kepala Bidang (Kabid) Budidaya Dinas Peternakan Provinsi Jambi, Naksabandi sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).

Sebagai ketua panitia lelang tender program tersebut ditunjuk pejabat di Dinas Peternakan Provinsi Jambi atas nama Don Sebastian Tarigan. Lalu, ada nama Putra Bakti Sebayang selaku pihak swasta atau rekanan CV Barokah Utama yang belakangan berhasil memenangkan tender pengadaan 400 ekor sapi penggemukan tersebut.

Dalam perjalanannya, tercium adanya dugaan persekongkolan jahat dari keempat orang itu. Akhirnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi turun tangan menyelidiki kasus tersebut.

 

 

 

Jadi Terdakwa

Gunung Agung
Sejumlah sapi berada di jalur bekas lahar letusan Gunung Agung 1963 di Kubu, Karangasem, Bali, Kamis (7/12). Letusan Gunung Agung pada tahun 1963 menyisakan berbagai material di kawasan tersebut, seperti batu dan pasir. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Butuh waktu hingga awal 2017, sebelum Kejati Jambi menetapkan Akhdiyat yang kini tidak menjabat lagi sebagai Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jambi, Naksabandi, Don Sebastian Tarigan dan Putra Bakti Sebayang sebagai tersangka kasus penggemukan sapi. Penetapan ini dilakukan setelah melakukan serangkaian pemeriksaan saksi serta mengumpulkan berbagai bukti.

"Dalam kasus ini ditemukan kerugian negara mencapai Rp 994 juta," ujar F Rozi, salah satu jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus ini, Jumat, 17 November 2017 lalu.

Tak butuh waktu lama, keempat tersangka itu akhirnya dibawa ke meja hijau Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jambi. Status keempat orang tersebut kini sebagai terdakwa.

Oleh jaksa, keempat orang itu didakwa telah melanggar Pasal 2 ayat 1 dan subsider Pasal 3 Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi sebagaimana perubahan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001, jo Pasal 55 ayat 1 ke-1.

Hingga Rabu, 27 Desember 2017, sidang mengagendakan keterangan saksi ahli dari jaksa penuntut.

Sementara itu, terdakwa Don Sebastian Tarigan melalui kuasa hukumnya, Nelson mengatakan, ada kemungkinan akan mendatangkan saksi meringankan pada sidang selanjutnya.

"Ada kemungkinan rencana itu (mendatangkan saksi meringankan), tapi saat ini agendanya masih mendengarkan saksi ahli dari jaksa," ujar Nelson.

Ada Pengaturan Tender

Sidang kasus korupsi penggemukan sapi di Jambi
Saksi memberikan keterangan dalam sidang kasus dugaan korupsi penggemukan sapi di Dinas Peternakan Provinsi Jambi. (Foto: Istimewa/B Santoso)

Dalam persidangan yang diketuai hakim Lucas Sahabat Duha, satu per satu saksi yang dihadirkan mengungkap sejumlah fakta dalam kasus penggemukan 400 ekor sapi di Jambi tersebut.

Salah satunya adalah saksi Ermiyati selaku Kasi Pengembangan Sapi di Dinas Peternakan Provinsi Jambi sekaligus pejabat yang ditunjuk sebagai pembantu PPTK dalam program penggemukan sapi tersebut.

Dalam sidang yang digelar Rabu, 29 November 2017 lalu itu, Ermiyati mengungkap ada upaya pengaturan pemenang tender dalam pembelian 400 ekor sapi itu. Tak hanya itu, ia juga menyampaikan rencana yang tak sesuai karena awalnya ratusan sapi penggemukan itu akan didatangkan dari Lampung sebagaimana hasil survei selama tiga hari oleh tim.

"Pada kenyataannya sapi tidak didatangkan dari Lampung, melainkan dari Bima (Nusa Tenggara Timur)," ujar Ermiyati saat memberikan kesaksiannya.

Ermiyati juga mengungkap kejanggalan lain. Ternyata, sapi-sapi yang didatangkan itu tidak sesuai bobot yang ada. Dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK), sapi untuk penggemukan harus sehat, tinggi dengan bobot rata-rata minimal 170 kilogram.

Faktanya, sapi yang didatangkan justru bermacam-macam. Ada yang besar, ada pula yang kecil, dan kurus. Sapi yang didatangkan juga tidak dikandangkan di lokasi sesuai perencanaan yakni di daerah Pijoan, Kabupaten Muarojambi, tetapi dibawa ke tempat lain.

Bahkan dari pengakuan saksi lainnya, ada beberapa sapi yang justru dipotong. Alasannya karena pada waktu itu untuk kebutuhan operasi pasar khusus daging sapi.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya