Ironi Petani di Perbatasan NTT, Krisis Air di Sumber Mata Air

Gara-gara krisis air, petani di perbatasan NTT bisa sampai berkelahi satu sama lain.

oleh Amar Ola Keda diperbarui 28 Mar 2018, 08:29 WIB
Diterbitkan 28 Mar 2018, 08:29 WIB
Ironi Petani di Perbatasan NTT, Krisis Air di Sumber Mata Air
Kepala Desa Nusakdale, Jostan Oly bersama petani di area persawahan. (Liputan6.com/Ola Keda)

Liputan6.com, Kupang- Krisis air yang dihadapi oleh warga perbatasan Kabupaten Rote Ndao di Nusa Tenggara Timur (NTT) belum juga teratasi. Gara-gara air, para petani bahkan bisa berkelahi dengan sesamanya.

Bagaimana tidak, mereka terancam gagal panen pada tahun ini lantaran kekurangan air. Misalnya, para petani di Desa Nusakdale, Kecamatan Pantai Baru, Kabupaten Rote Ndao. 

"Ini merupakan derita rutin warga di sini setiap tahun. Kadang sampai ada perkelahian antara petani," ujar Kepala Desa Nusakdale, Jostan Oly kepada Liputan6.com, Selasa, 27 Maret 2018.

 

Desa itu bukannya tak memiliki sumber air. Bahkan, sumber daya untuk mengairi sawah sebenarnya besar dan dekat. Namun, hanya petani yang sawahnya dekat dengan mata air yang bisa memanfaatkannya. Itu pun mereka harus menyediakan pompa air sendiri.

"Mata air itu namanya Oe Mata Batu, debitnya besar, karena tidak dibuat irigasi, airnya terbuang sia-sia ke laut. Mau bangun irigasi, biaya operasionalnya sangat tinggi," kata

 

Dana Desa Tak Cukup

Kekeringan di Rote Ndao
Sawah milik petani di Rote Ndao mengalami kekeringan (Liputan6.com/Ola Keda)

Dia berharap, pemerintah pusat atau provinsi dapat memberikan solusi untuk mengatasi masalah yang dihadapi petani di wilayah perbatasan Indonesia-Australia itu. Pasalnya, klaim dia, dana desa yang tersedia tidak mampu mengatasi persoalan itu.

"Karena itu, saya minta bantuan pemerintah pusat, provinsi atau kabupaten untuk membantu mengelola mata air tersebut untuk mengairi areal persawahan di kompleks persawahan Ingupapan," harap Jostan.

Sementara itu, petani setempat, Arifon Malelak mengaku berhenti menggunakan pompa air untuk mengairi sawahnya karena besarnya biayai operasional. Dia menyatakan rela menghibahkan sawahnya bila pemerintah bersedia membangun bendungan dan saluran irigasi.

"Bahan bakar mahal, biaya operasional lebih tinggi dari pada hasil," kata Rifon.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya