Letusan Freatik Merapi Hasilkan Material Baru, Apa Itu?

Letusan freatik keenam yang terjadi pada dini hari tadi itu terbilang cukup besar. Maka itu, hujan abu dari Merapi sampai ke wilayah yang masuk Kawasan Rawan Bencana II dan III.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Mei 2018, 16:00 WIB
Diterbitkan 23 Mei 2018, 16:00 WIB
Gunung Merapi
Seorang pria menyaksikan Gunung Merapi memuntahkan asap vulkanik di Yogyakarta, Indonesia, Selasa, (22/5). Pihak berwenang meningkatkan kewaspadaan terhadap Gunung Merapi yang bergejolak di pulau Jawa. (AP Photo/Slamet Riyadi)

Liputan6.com, Yogyakarta - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi menyatakan relatif tidak ada perubahan morfologi di kawah Gunung Merapi meski kembali mengalami letusan freatik pada Rabu (23/5/2018), pukul 03.31 WIB, atau letusan freatik keenam selama Mei.

"Dari pengamatan visual, relatif tidak ada perubahan morfologi di kawah Merapi," kata Kepala Seksi Gunung Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Agus Budi Santosa di Yogyakarta, dilansir Antara.

Meskipun demikian, pada letusan freatik keenam yang terjadi menjelang subuh tersebut, memiliki magnitudo yang cukup besar. Letusan tersebut terjadi selama empat menit dengan ketinggian kolom sekitar 2.000 meter dari puncak dengan arah letusan ke barat daya.

Akibatnya, masyarakat yang berada di Kabupetan Magelang, khususnya di wilayah yang masuk Kawasan Rawan Bencana II dan III, mengalami hujan abu, seperti di Desa Keningar, Sumber, Dukun, dan Kalibening.

Meskipun letusan freatik tergolong tidak berbahaya, kata Agus, masyarakat tetap diminta waspada dan tidak beraktivitas pada radius 3 kilometer dari puncak. Saat beraktivitas di luar ruangan, warga diminta mengenakan alat pelindung diri, seperti masker dan kacamata, untuk mengantisipasi dampak dari abu vulkanis terhadap kesehatan.

"BPPTKG akan pantau terus bagaimana aktivitas Gunung Merapi. Akan tetapi, dari letusan-letusan freatik yang terjadi akhir-akhir ini. Semuanya terjadi secara mendadak atau hanya ada sedikit tanda-tanda saja," katanya.

Hal itu, lanjut Agus, menunjukkan masih tingginya akumulasi tekanan dari dalam hingga menyebabkan terjadinya gempa vulkano tektonik atau gempa dangkal yang kemungkinan besar disebabkan adanya batuan yang pecah.

Meskipun demikian, dibandingkan letusan freatik yang terjadi sehari sebelumnya dengan jeda 8 jam tiap letusan, letusan yang terjadi pada Rabu dini hari memiliki jeda jauh lebih lama, sekitar 26 jam.

"BPPTKG akan terus pantau bagaimana perkembangannya. Diikuti saja bagaimana perkembangan aktivitas Gunung Merapi, termasuk aktivitas yang mengarah ke letusan magmatis," katanya.

Hingga Rabu, lanjut dia, status Gunung Merapi tetap dinyatakan waspada. Berdasarkan data pemantauan pada peristiwa erupsi 2006 dan 2010 terdapat tanda-tanda yang menunjukkan dengan jelas adanya pergerakan magma.

Namun, lanjut Agus, tanda-tanda tersebut tidak terlihat secara jelas pada aktivitas Gunung Merapi yang terjadi akhir-akhir ini. Salah satu tanda yang dapat menandakan terjadi letusan magmatis adalah dari material erupsi yang dikeluarkan Gunung Merapi.

"Adanya jenis material baru yang dikeluarkan Gunung Merapi bisa menjadi tanda. Salah satu material baru itu adalah material 'glass'. Ini yang sedang diteliti," katanya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya