Semangat Pagi Bersama Beni, Pedagang Ikan Berkaki Lumpuh dari Gorontalo

Kaki Beni lumpuh sejak kecil. Namun dia pantang mengemis dan tetap semangat berusaha sejak pagi buta, keliling Gorontalo.

oleh Arfandi Ibrahim diperbarui 30 Jul 2018, 06:00 WIB
Diterbitkan 30 Jul 2018, 06:00 WIB
Beni Difabel Berprestasi
Beni dari Gorontalo adalah inspirasi untuk terus berusaha dengan kondisi terbatas (Liputan6.com / Arfandi ibrahim)

Liputan6.com, Gorontalo - Beni Hiola (58) adalah inspirasi tentang sikap syukur dan semangat untuk terus berusaha dalam mengarungi kehidupan. Warga Desa Hutadaa, Kecamatan Telaga, Kabupaten Gorontalo ini kakinya lumpuh total akibat penyakit aneh saat ia berumur dua tahun. Namun dia tetap gigih berusaha.

Setiap pagi Beni menjual ikan tradisional menyusuri hampir empat kecamatan, masing-masing Kecamatan Telaga, Telaga Jaya, Telaga Biru, dan Tilango, dengan sepeda becak rakitan khusus yang dikayuh dengan tangan. Pria yang biasa disapa Ka Beni ini menegaskan dengan kondisi apapun, dirinya tidak akan pernah mengemis.

Seperti pagi itu. Ayam jantan belum berkokok, burung-burung masih enggan berkicau. Pukul 03.30 Wita, Beni sudah bangkit dari perebahan singkatnya. Praktis, aktivitas pemukiman nelayan dusun II Desa Hutadaa, Kecamatan Telaga, Kabupaten Gorontalo itu dimulai dari rumah berukuran 4x5 meter dengan cat hijau yang sudah pudar. Tangan kurus berurat Ka Beni mulai mengayuh sepeda becak rakitan dari gang sempit komplek rumahnya, menuju Danau Limboto yang jaraknya sekitar ratusan meter.

"Sebelum menjadi penjual ikan seperti saat ini, saya dulu pernah melakoni profesi tukang ojek perahu, pernah juga bernelayan. Namun, karena udara di danau sering buat saya sakit, saya memutuskan untuk berhenti beraktivitas di danau," ungkap pria yang memang lahir dari keluarga nelayan ini, dalam perbincangan awal Juli lalu.Beni dari Gorontalo adalah inspirasi untuk terus berusaha dengan kondisi terbatas (Liputan6.com / Arfandi ibrahim)Sejak 2003, Ka Beni menggeluti profesi ini. Pukul 07.00 Wita, setelah membeli ikan-ikan tradisional khas danau, ia mulai menyusuri desa ke desa, dusun ke dusun, gang ke gang untuk menyambangi para pelanggan setianya.

"Modal sekitar lima ratus ribu rupiah beli ikan dari nelayan. Sudah ada pelanggan yang memang biasa membeli, mereka biasa menunggu setiap pagi. Setiap ada yang beli, saya pergunakan juga untuk istirahat sejenak," ujar ayah tiga orang anak dan sepuluh cucu ini.

Dengan segala perjuangan melelahkan itu. Ka Beni hanya mendapat keuntungan paling tinggi empat puluh ribu rupiah. Meski begitu, dia mengaku tidak mempermasalahkan pendapatan yang tidak seberapa itu. Baginya, yang penting bisa pulang dengan hasil, meski kadang tidak cukup untuk makan dan kebutuhan lain.

Perjuangan yang dilalui Ka Beni bukan tanpa kendala. Tangan keriput miliknya sering sakit akibat mengayuh sepeda belasan kilo meter. "Kalau sakit, saya biasa suruh urut saja. Habis itu sembuh kok. Selama masih mampu, yah lanjut,hehe," canda Ka Beni.

Tiba pukul 11.00 Wita - 12.00 wita, kalau jualan sudah habis terjual, Ka beni mulai mengayuh sepedanya untuk pulang. Tidak jarang juga, dirinya tidak membawa pulang apa-apa, karena sepi pembeli. Apalagi di waktu hari pasar.

Sebuah ungkapan, di balik pria tangguh ada perempuan yang sabar dan mendukung. Sang istri, Sa'a Hilonga (56), sejak menikah 1980 tidak pernah menuntut lebih kepada suaminya yang punya kekurangan itu. Bahkan dia setia menemani dan mendukung apapun yang suaminya kerjakan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya