Jejak Sarwidi, Pahlawan Penyu Pantai Pelangi Bantul

Mengenal lebih dekat sosok yang satu ini. Ia berupaya menjaga kelangsungan hidup penyu di pesisir Bantul.

diperbarui 12 Agu 2018, 00:00 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2018, 00:00 WIB
Kriteria Menjadi Taman Bumi Dunia
Penangkaran penyu pangumbahan, salah satu bukti kekayaan Geopark-Ciletuh Pelabuhan Ratu (Sumber foto: Instagram Jelajah_Ciracap)

Yogyakarta Belum banyak orang yang tahu Pantai Pelangi di Bantul ternyata menyimpan cerita soal penyu. Maklum saja, pantai ini relatif sepi pengunjung jika dibandingkan dengan pantai berpasir hitam lainnya di pesisir Bantul.  

Saat krjogja.com menyambangi penetasan dan penangkaran penyu di pantai pelangi Kamis siang yang terik (26/07/2018) terlihat sosok tua yang sedang membersihkan beberapa bak berisi ratusan tukik yang belum lama menetas.

Sarwidi namanya, pria berusia 52 tahun yang mengelola penangkaran penyu di pekarangan rumahnya. Sudah hampir delapan tahun ia menetaskan telur-telur penyu yang berhasil ia kumpulkan dari kawasan pantai pelangi.

Di sebuah tempat beratapkan seng plastik dan jaring yang ia sebut kandang , terdapat dua bak kaca dan satu bak plastik ditambah beberapa buah ember yang sejak lama ia gunakan untuk menangkarkan tukik (anak penyu) yang berhasil menetas dari telurnya.

Tepat di sebelah barat kandang terdapat tempat berpagarkan batako tanpa atap berukuran tiga meter persegi berisikan pasir pantai yang digunakan untuk menetaskan telur-telur yang ia dapatkan.

Beberapa peralatan dan fasilitas sederhana itu berasal dari bantuan mahasiswa, universitas, dan komunitas yang peduli. Sisanya, ia merogoh kocek pribadi untuk menutupi serta biaya perawatan sehari-hari tukik-tukik tersebut. Belum ada perhatian yang lebih dan berkelanjutan dari dinas pemerintah terkait dengan konservasi penyu ditempat ini.

“Ya begini adanya, rata-rata bantuan datang dari kampus, komunitas, bahkan wisatawan yang biasa mancing di pantai, belum ada bantuan berarti dari dinas terkait, paling ya cuma pendataan penyu dan imbauan-imbauan, sudah,” kisah Sarwidi yang dulunya seorang nelayan.

Awal mula perhatiannya terhadap penyu timbul pada tahun 2010  ketika memahami dilindunginya penyu menurut Undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Hayati serta Ekosistemnya.

Lalu  ia merasakan berkurangnya penyu akibat banyaknya telur-telur penyu yang dijual bahkan di konsumsi oleh masyarakat pesisir. Bahkan tak jarang ketika menemukan induk penyu yang sedang bertelur, masyarakat menangkapnya.

 Simak berita menarik lainnya KRjogja.com di sini

 

Sadar Penyu Berkurang  

 

Ia pun mengakui dulunya juga turut melakukan praktik konsumsi dan menjual telur penyu. Namun, setelah timbul kesadaran ia mencoba menetaskan telur yang ia temukan dan ternyata berhasil. Karena memang tanpa proses penangkaran sementara, penyu yang baru menetas dan kembali ke laut sangat rawan menjadi santapan ikan-ikan besar.

"Saya dulu juga mengambil telur, kadang dijual kadang dikonsumsi sendiri, karena memang sejak generasi sebelumnya di pesisir seperti itu. Lalu saat saya sadar dan merasakan berkurangnya penyu ndak seperti zaman dulu, saya coba menangkarkan,” jelasnya pada krjogja.

Setelah mulai menangkarkan sendiri, tantangan datang dari masyarakat yang belum sepenuhnya faham tentang dilindunginya penyu. Telur yang didapatkan Sarwidi tak sebanding dengan yang dijual keluar oleh masyarakat sekitar. Sembari mencoba memberi edukasi, ia menawarkan untuk membeli setiap telur yang ditemukan oleh warga sekitar agar lebih banyak yang dapat ia selamatkan. Tiap butirnya ia beli dengan harga dua ribu rupiah.

"Kesadaran masyarakat pesisir masih menjadi tantangan saya, saya juga ndak bisa melarang karena saya bukan aparat, untuk memperkecil jumlah yang dijual keluar saya menawarkan membeli tiap telur tangkapan,” tutur Sarwidi.

Guna menutupi biaya perawatan penangkarannya selain dari penghasilan serabutan dan warung kecilnya, Sarwidi biasa menawarkan paket edukasi pada wisatawan untuk melepaskan tukik kembali ke laut. Umumnya, selain wisatawan yang berkunjung ke pantai pelangi, banyak komunitas dan instansi baik negeri maupun swasta yang datang untuk melepaskan tukik.

Mengenai tarifnya, Sarwidi mengakui tak mematok harga pasti pada setiap pelepasan tukik ke laut. Seringkali ia menyesuaikan siapa dan dalam rangka apa kegiatan tersebut. Harganya berada pada kisaran 5 sampai 20 ribu rupiah setiap pelepasannya.

"Kalo tarif sendiri saya biasa lihat-lihat, kadang turis itu saya patok 20 ribu rupiah paling banyak, terus kalo mahasiswa atau komunitas ya seringkali 10 ribuan, anak-anak ya kami kasih murah paling 5 ribu lah,” tuturnya.

Sarwidi akan  melepas penyu yang sudah menginjak usia yang tepat dan kuat ke laut meski belum ada wisatawan maupun pengunjung yang melepas. Tak jarang, ketika penyu sudah memasuki masa pelepasan namun belum ada pengunjung yang ingin melepas, Sarwidi mengajak anak-anak dari Taman Kanak-kanak (Tk) dan Pendidikan Anak Usia Dini (Paud) sekitar pantai untuk melepaskan. Biasanya di usia 40-60 hari penyu sudah layak untuk dilepas ke laut.

“Kalau sudah lewat waktunya ya dilepas, utamanya kita cuman ingin merawat sampai kuat dikembalikan ke laut, “ kata Sarwidi.

 

 

Dibantu Tiga Orang

Untuk mengurus ratusan penyu tiap harinya, ia dibantu oleh tiga orang yang sudah sejak lama sukarela mengurus penangkaran tersebut. Bantuan tenaga dari mahasiswa maupun komunitas kerap datang namun tak rutin.

Otomatis hanya tiga orang yang rutin membantu, dulunya mereka merupakan orang yang sering memancing di pantai Pelangi sebelum ada penangkaran tersebut. Hingga akhirnya timbul kepedulian dan ketertarikan untuk turut melestarikan penyu di pantai pelangi. 

Salah satu dari ketiga orang tersebut adalah Joko (48) , pria yang berasal dari Kotagede, Yogyakarta ini sudah sejak tahun 2015 rutin membantu di tempat tersebut. Ia bekerja sebagai penata dekorasi pernikahan yang tak setiap hari mendapat pesanan.

Hampir setiap hari ia datang ke tempat tersebut penangkaran dan tak jarang ia menginap di salah satu kamar sederhana di rumah kayu milik Sarwidi ketika sedang tidak ada pekerjaan.

"Sebelum pak Sarwidi mulai menangkarkan penyu saya sudah sering ke Pantai Pelangi untuk mancing, sejak terlihat mengumpulkan telur dan melepaskan penyu, saya jadi tertarik membantu karena beliau dulunya sendiri melakukan terus,” ungkap Joko.

Sepanjang tahun 2018 hingga Kamis (26/07/2018) , sudah terdata 1.386 telur yang masuk penangkaran dan 506 diantaranya sudah menetas.  Sisanya masih menunggu menetas atau gagal menetas. Presentasi penetasan dari tahun ke tahun telah mengalami peningkatan. Jumlah telur yang berhasil di tangkarkan tahun 2018 ini juga merupakan yang terbanyak sejak tahun 2010.

“Tahun ini paling banyak sepengalaman saya menangkarkan, dapat 15 sarang baik dari kita maupun dari warga yang menyerahkan, semoga terus meningkat,” ucapnya. (Hammam Izzuddin)

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya