Gejolak Tambang Emas di Daerah Sakral Aceh

Warga menolak rencana operasi tambang emas di daerah sakral Aceh, daerah lokasi terbunuhnya Tengku Bantaqiah.

oleh Rino Abonita diperbarui 27 Sep 2018, 12:30 WIB
Diterbitkan 27 Sep 2018, 12:30 WIB
Gejolak Tambang Emas Aceh
Warga menolak rencana tambang emas di daerah sakral Aceh (Liputan6.com / Rino Abonita)

Liputan6.com, Banda Aceh - Warga menolak aktivitas tambang emas di Aceh, PT Emas Mineral Murni (PT EMM) di Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang, Kabupaten Nagan Raya dan Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah. Penolakan itu muncul usai terbitnya Pengumuman Pemasangan Tanda Batas Pada Wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT EMM 9 Juli 2018 lalu.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, Muhammad Nur, mengatakan, kegiatan itu bisa memicu bencana ekologis, seperti menimbulkan lubang-lubang besar yang ditimbulkan dari aktivitas penambangan. Selain itu, kehadiran PT EMM juga berdampak pada sempitnya ruang kelola rakyat atas sumber daya hutan dan lahan yang selama ini menjadi sumber penghidupan utama masyarakat.

"Juga mengancam kekayaan keanekaragaman hayati yang berada di wilayah usaha pertambangan," kata Nur, Senin, 24 September 2018.

Nur menyebutkan, seluruh proses izin pertambangan dan produksi PT EMM selaku perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) terkesan sentralistis karena tidak melibatkan pemerintah daerah maupun akar rumput, dalam hal ini warga sekitar.

Oleh karena itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) diminta membatalkan amdal PT EMM. Selain itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) harus menghentikan aktivitas yang sedang dan akan dilakukan, serta mengevaluasi dan mencabut izin usaha pertambangan operasi produksi perusahaan itu.

Sementara itu, Kepala Teknik Tambang PT EMM, Herbert Simatupang menjelaskan bahwa PT EMM merupakan perusahaan pertambangan yang melakukan kegiatan pertambangan sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.

Hukum dimaksud Herbert yakni Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, maupun Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Selain itu, lanjut Herbert, sejak 19 Desember 2017 PT EMM telah memiliki Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) berdasarkan keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 66/I/IUP/PMA/2017 tentang Persetujuan Penyesuaian dan Peningkatan Tahap Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi IUP OP Mineral Logam dalam Rangka Penanaman Modal Asing untuk Komoditas Emas kepada PT EMM.

Penolakan kehadiran PT EMM terus menggelinding seminggu terakhir. Ratusan pegiat lingkungan Aceh aktif menolak kehadiran perusahaan yang luas area konsesinya mencapai 10.000 hektare itu.

Di Nagan Raya, sejumlah aktivis membentuk wadah perlawanan yang mereka beri nama Kombatan. Nama yang yang dinisbatkan kepada para pejuang kemerdekaan pada masa konflik Aceh itu merupakan kepanjangan dari Koalisi Masyarakat Bersatu Tolak Tambang.

Selain itu, penyebutan Kombatan dianggap sebagai salah satu bentuk semangat perjuangan mereka melawan perusahaan.

Terlebih, lokasi pertambangan PT EMM berada di Beutong Ateuh, sebuah lokasi yang dianggap sakral, karena telah menjadi saksi sejarah pembantaian Teungku Bantaqiah dan murid-muridnya pada Juli 1999 silam.

Teungku Bantaqiah, adalah seorang ulama yang dicurigai menyimpan ratusan pucuk senjata api. Dugaan lain menyebutkan senjata-senjata itu ditanam di sekitar pesantrennya. Ia bersama murid-muridnya dibunuh, dengan alasan mereka bagian dari Gerakan Aceh Merdeka.

 

Simak video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya