Syirkatun Nisa, Geliat Ekonomi Kreatif Wanita Aceh

Kelompok usaha wanita Syirkatun Nisa di Aceh sukses berinovasi mengembangkan ekonnomi kreatif. Kesejahteraan anggota kelompoknya meningkat.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Nov 2018, 03:00 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2018, 03:00 WIB
Produk Syirkatun Nisa
Produk Syirkatun Nisa (Foto: Syirkatun Nisa)

Liputan6.com, Aceh Utara - Kekuatan seni yang tinggi dengan guratan motif Aceh yang kental menghias, menjadikan tas Aceh produk kelompok usaha wanita Syirkatun Nisa menjadi terkenal dan melanglang buana ke berbagai negara.

Produk tas motif Aceh yang di produksi oleh kelompok yang bermarkas di Gampong Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, tidak hanya satu jenis saja akan tetapi beragam model dan bentuk yang menarik dan menggoda mata. Mulai dari model tas sandang, dompet hingga koper di produksi oleh kelompok usaha wanita ini dengan ragam keindahan perpaduan warna benang-benang indah yang membentuk motif khas Aceh.

Menarik menelusuri sejarah perjalanan tas motif etnik Aceh ini hingga dikenal, baik di dalam negeri maupun mulai menarik di pasar manca negara. Terlebih lagi, tas motif Aceh ini, diproduksi oleh sebuah kelompok usaha wanita di sebuah desa pedalaman di Aceh Utara.

Mendatangi tempat usaha pembuatan tas tersebut, aroma dan suasana tempat produksinya begitu terasa. Sejak awal masuk di gerbang desa hingga kita menemui lokasi usahanya.

Suara mesin jahit yang berderit bagai nada, sembari terlihat tangan-tangan cekatan dan terlatih mengarah hingga menyusun pola-pola yang dibentuk pada guratan kain prada untuk membentuk lekuk liku motif etnik ke Acehan.

Inilah lokasi kelompok usaha Syirkatun Nisa yang memproduksi beragam tas tradisional yang sarat dengan motif etnik keacehannya. Kelompok yang diketuai oleh wanita yang bernama Nailatul Amal itu, seiring waktu terus bergeliat dalam memproduksi karya seninya hingga tembus keberbagai acara dan pameran serta meningkatnya nilai penjualan.

Beberapa produk tas bordir yang mereka produksi di antaranya adalah tas pakaian besar, tas pakaian bayi, tas Nano (tas pakaian dengan ukuran kecil), tas ransel dan dompet.

Produk tas bordir memiliki pasar yang lebih luas. Saat ini, jumlah permintaan ekspor terus meningkat setiap bulannya, bahkan beberapa permintaan dari pasar ekspor terus berdatangan. Begitu juga permintaan yang berasal dari pasar lokal disejumlah provinsi lainnya di Indonesia.

Keberhasilan kelompok Syirkatun Nisa tidak terlepas dari peran bapak angkat yang membina dan membantu.

Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia Lhokseumawe melalui program Klaster Industri Kreatif, sejak 2016 telah mulai membina kelompok usaha wanita tersebut. Beragam ketrampilan dan pengetahuan tentang penguatan kelompok usaha terus di injeksi oleh KPw BI Lhokseumawe.

Mulai dari Bantuan Teknis (Bantek) berupa pelatihan manajemen dan kelembagaan kelompok usaha. Pelatihan pelaporan keuangan kelompok, pelatihan pengelolaan keuangan keluarga, pelatihan desain model tas dan diikutsertakan dalam studi banding terhadap produk sejenis yang telah lebih dulu berkembang. Serta memberikan bantuan berupa mesin dan alat kerja kepada kelompok tersebut mulai dari mesin jahit, mesin potong, bordir dan bantuan alat-alat dan bahan kerja lainnya.

Tidak hanya sampai di situ, KPw Bank Indonesia Lhokseumawe juga mendukung kelompok usaha ini dengan promosi melalui berbagai kegiatan dan pameran produk industri kreatif, yang digelar di dalam maupun di luar daerah.

"Baik yang digelar oleh Bank Indonesia maupun yang diselenggarakan oleh pihak lain," kata Kepala KPw BI Lhokseumawe Yufrizal, dilansir Antara.

Terakhir saat pelaksanaan pertemuan International Monetery Fund (IMF) di Nusa Dua Bali. Tas motif Aceh, hasil produksi kelompok usaha Syirkatun Nisa yang ikut mengisi galeri stand UMKM pada pertemuan tersebut, ikut diborong oleh peserta kegiatan dari berbagai negara. Setiap waktu rehat peserta dari berbagai delegasi menyempatkan diri bertandang ke stand UMKM Binaan BI Khokseumawe.

"Mereka umumnya melihat-lihat tas produksi motif Aceh, produksi Syirkatun Nisa yang merupakan UMKM binaan BI Lhokseumawe. Mereka juga tertarik dengan tas tradisional khas Aceh yang memiliki keunikan tersendiri namun modis dalam segala suasana," ujar Yufrizal.

Sejumlah pengunjung yang berasal dari berbagai negera, sempat berpikir bahwa tas dengan bentuk dan motif tradisional tersebut, diproduksi oleh pengrajin di Bali. Akan tetapi setelah dijelaskan bahwa produksi tas tersebut berasal dari Aceh, sebuah provinsi paling barat Indonesia, mereka semakin kagum.

"Alhasil, dari 345 item barang yang dibawa dari Aceh, sampai hari ini hanya tersisa lima item saja, sedangkan yang lainnya semua habis terjual," kata Yufrizal.

Hasilnya, dengan gencarnya promosi dan diikutersertakan pada berbagai kegiatan dan pameran oleh KPw BI Lhokseumawe, produk Syirkatun Nisa semakin dikenal oleh masyarakat konsumen. Tidak hanya di dalam daerah, akan tetapi dikenal juga di luar Aceh bahkan mulai menjamah pasar mancanegara.

Berawal dari Desa

Hijab
Ilustrasi hijab (Foto: unsplash)

Usaha Syirkatun Nisa berawal dari usaha rumahan yang dilakukan oleh beberapa wanita desa, akhirnya menjelma menjadi produsen produk industri kreatif yang bernilai seni tinggi sekaligus menjadi lapangan kerja baru.

Ketua kelompok Syirkatun Nisa, Nailatul Amal, tidak menyangka jika usaha yang dibangun dengan susah payah kini telah berbuah manis. Senyum bahagia tak pernah surut dari raut wajah wanita paruh baya tersebut, kala setiap kali matanya menatap hajat yang tersampaikan.

Rasa syukur usaha yang dirintisnya dan dilakoni bersama wanita di desanya tersebut semakin membuah hasil. Karena dirinya sadar semua tidak pernah terjadi dengan sendirinya. Semua butuh waktu dan butuh proses dan satu hal yang penting adalah butuh usaha dan doa.

Wanita yang berusia 38 tahun itu berkisah, kelompok ini dibentuk pada tahun 2012 masih belum terlalu bergeliat. Atas inisiatif dirinya dan beberapa rekannya yang lain di desanya, beberapa wanita yang memiliki ketrampilan dasar menjahit bersatu dan membentuk kelompok.

Di awal pembentukan begitu berat tantangan yang dihadapi, dimana tantangan terbesar yang dihadapi adalah kepercayaan diri untuk mampu. Menyakinkan anggota kelompok untuk tetap optimis bukanlah hal mudah karena saat itu semua serba terbatas, tidak seperti kelompok Syirkatun Nisa sekarang yang telah dikenal.

Dengan semangat yang terpatri kuat dalam benaknya untuk tetap bisa, menjadi suplemen bagi Nailatul Amal tetap bertahan dengan keyakinannya. Karena dirinya optimis, kelak kelompok Syirkatun Nisa akan menjadi sebuah kelompok usaha yang mampu menunjukkan eksistensinya.

Tahun kian berselang, Nailatul Amal bersama dengan rekan-rekannya terus mencoba menghadirkan produk dengan jumlah dan kualitas yang dimilikinya saat itu. Akibat minimnya pengetahuan di bidang model dan desain dan juga relasi.

Produk kelompok Syirkatun Nisa hanya mampu bertengger di etalase toko lokal. Nalaitul Amal, tidak patah arang meski hasil yang didapat sangat minim. Bahkan membuatnya terus termotivasi untuk berkarya dan kelak pasti ada yang akan melirik usaha kelompoknya.

Tahun 2016, tak dilupakan oleh kelompok yang berjumlah 30 orang anggota tersebut, karena sejak saat itu, KPw Bank Indonesia Lhokseumawe, membentuk Klaster Industri Kreatif pada Kelompok Syirkatun Nisa.

Pembentukan Klaster didasari dengan Nota Kesepahaman (MoU) dengan Disperindag Kab. Aceh Utara No.18/19/Lsm/P/B dan No.530/377/2016 tanggal 26 September 2016, karena menjadi awal berkembangnya usaha kelompok Syirkatun Nisa.

Kini anggota kelompok Syirkatun Nisa hidupnya menjadi lebih baik. Taraf kehidupan yang disandingkan dengan jumlah pendapatan cocok sudah.

Setiap bulannya mereka mampu memperoleh penghasilan antara Rp3 juta hingga Rp 6 juta perbulan. Di antara anggota kelompok tersebut, ada yang sudah mampu membangun rumah, menyekolahkan anaknya dengan baik dan juga membantu kebutuhan kehidupan sehari-sehari.

Seperti diungkapkan oleh Dahniar (34), salah seorang anggota kelompok Syirkatun Nisa. Wanita yang tinggal di Dusun Balee Sukon, Gampong Blang Karing, Kecamatan Nisam, Aceh Utara, yang memiliki cacat fisik seumur hidup yang sulit berjalan itu, sudah empat tahun bergabung dengan kelompok usaha wanita tersebut.

Sebelum bergabung dengan kelompok usaha Syirkatun Nisa, Dahniar telah melakukan pekerjaannya sebagai pengrajin bordir. Namun jerih payah yang didapatnya sangat rendah serta tidak sebanding dengan peluh keringatnya yang keluar.

Namun, sejak bergabung dengan kelompok usaha Syirkatun Nisa, penghasilannya mulai meningkat dan mulai mengubah kehidupannya dan keluarganya menjadi lebih baik, karena penghasilan yang didapat jauh lebih lumanyan jika dibandingkan sebelumnya.

Dengan penghasilannya itu pula, Dahniar mencukupi kebutuhan ibu dan adik-adiknya. mulai dari kebutuhan makan sehari-hari hingga pendidikan adik-adiknya juga terbantu olehnya.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh beberapa anggota kelompok usaha lainnya yang mengaku sangat terbantu dari segi ekonomi karena meningkatnya permintaan produk industri kreatif yang mereka hasilkan kian mendapat tempat di hati konsumen.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya