Liputan6.com, Pekanbaru - Setiap desa punya cerita tersendiri bagaimana asal muasalnya. Misalnya siapa yang pertama kali membuka, peninggalan, hingga benda-benda "ajaib" yang diwariskan hingga kini. Termasuk Desa Lipat Kain, salah satu desa di Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, Riau.
Cerita terbentuknya desa ini tak bisa dilepaskan dari Datuok (Datuk) Kombuok dan dua kendi airnya. Salah satu kendi itu masih terjaga dan masuk ke dalam destinasi seven wonder of equator. Lalu, siapakah Datuok Kombuok ini.
Menurut Dody RA, salah satu tokoh pemuda di kecamatan tersebut, Datuok Kombuok merupakan orang yang pertama datang ke desa itu. Badannya tinggi dan tegap. Datuok ini mulai menebang hutan lalu mendirikan permukiman.
Advertisement
Baca Juga
"Dialah menurut cerita turun-temurun di desa yang mendirikan Lipat Kain," kata pria yang juga aktif di Seni Bengkel Riau ini.
Hanya saja, Dody hingga sekarang belum mengetahui alasan desa itu diberi nama Lipat Kain. Dia pun masih menelusurinya hingga sekarang ke berbagai tokoh atau tetua di desa, termasuk keturunan Datuok.
Terlepas dari itu, lanjut Dody, Datuok Kombuok lalu membuat dua tagkhel atau kendi berukuran besar. Keduanya digunakan untuk mengangkut air dari sungai ke desa untuk menyirami lahan ataupun memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Datuok Kombuok dengan istrinya memiliki keturunan. Kesuburan dan keindahan Desa Lipat Kain lalu tersiar ke daerah lainnya. Masyarakat tetangga berbondong-bondong pindah ke Lipat Kain di bawah kepemimpinan Datuok Kombuok.
Sebagai manusia, Datuok Kombuok akhirnya menutup usia. Dua kendi tadi seolah menyiratkan kesedihan lalu ikut juga menghilang. Warga sudah berusaha mencari tapi tidak pernah ketemu.
"Namun pada suatu hari, dua kendi tadi tiba-tiba muncul dari sungai. Keduanya bergerak sendiri dan mengejar orang-orang di desa," terang Dody.
Peninggalan Datuok Kombuok
Beberapa warga lalu berkumpul dan sepakat untuk menghancurkan kendi kalau kembali menyerang. Satu kendi akhirnya berhasil dipecahkan bibirnya sehingga tak bergerak lagi.
"Yang satunya, tidak berhasil ditangkap dan masuk ke sungai lagi," sebut Dody.
Kendi yang masuk ke sungai hingga kini masih dicari masyarakat. Pasalnya ada desas-desus yang menyebut kendi ini berisi emas peninggalan Datuok Kombuok. Nilainya disebut bisa menghidupi orang satu desa.
"Kalau kendi yang berhasil dipecahkan bibirnya tadi, sampai sekarang masih bisa dilihat. Sudah menjadi salah satu ikon Desa Lipat Kain," terang pria yang juga menjabat Ketua Generasi Pesona Indonesia Kabupaten Kampar ini.
Kendi yang tersisa hingga kini masih menimbulkan keheranan bagi masyarakat sekitar. Wadahnya tidak pernah dipenuhi air ketika hujan deras turun meski posisinya di tempat terbuka.
Sementara kalau musim kemarau, kendi ini malah selalu dipenuhi air. Percaya tidak percaya, hal itu masih bisa disaksikan sampai sekarang.
"Saya sebagai orang Kampar Kiri juga heran, tapi kenyataannya begitu," yakin Dody.
Tak hanya kendi, barang peninggalan Datuok Kombuok sampai sekarang masih bisa dilihat di sebuah rumah yang ditinggali keturunannya. Sebut saja misalnya pedang, pakaian, hingga alas kaki.
Hanya saja pada waktu-waktu tertentu, benda peninggalan itu hilang. Beberapa hari kemudian kembali lagi ke tempat asalnya.
"Untuk makam Datuok sendiri masih ada di sebuah bukit. Panjangnya enam meter. Kata tetua masyarakat, kuburan yang tersisa kini hanya bagian pinggang," sebut Dody.
"Menurut cerita turun temurun, Datuok Kombuok ini orangnya memang besar. Makanya sanggup membuka hutan sendiri untuk digarap jadi lahan pertanian," dia menambahkan.
Sekadar informasi, Desa Lipat Kain dari Pekanbaru bisa ditempuh satu jam setengah memakai kendaraan bermotor. Selain Kendi, di desa ini juga ada tugu ekuator karena dilintasi garis khatulistiwa.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement